Halaqah Ulama Asean 2016 hasilkan “Komitmen Bogor”
Bogor (15 Desember 2016). Puncak acara Halaqah Ulama Asean 2016 di Bogor akhirnya menghasilkan kesepahaman yang diberi judul “Komitmen Bogor” (Bogor Commitment). Pertimbangan perlunya naskah kesepahaman ini dilahirkan dari pihak Indonesia adalah untuk meningkatkan diplomasi keagamaan dalam rangka menyukseskan terbentuknya masyarakat Asean dalam pilar kesatuan sosial budaya. Di samping itu, Kementerian Agama melalui Badan Litbang dan Diklat, dimana setiap tahun mempunyai acara rutin Halaqah Ulama berkeinginan meningkatkan kualitas halaqah sehingga merasa sangat perlu dilahirkannya kesepahaman antar ulama dari berbagai negara Asean.
Naskah komitmen Bogor ini ditandatangani oleh peserta perwakilan negara-negara Asean yang terdiri dari Indonesia, Thailand, Malaysia, dan Brunai Darussalam. Sementara duta dari Singapura mengambil sikap menjadi saksi penandatangan naskah tersebut, karena harus mengonsultasikan hal ini kepada beberapa pihak.
Indonesia sendiri diwakili oleh dua pihak, yaitu dari pihak perorangan yang diwakili oleh K.H. Abdullah Sarwani (Mantan Dubes RI di Libanon), dan dari pihak institusi diwakili oleh K.H .Abdul Ghaffar Rozen, Ketua Rabithah Ma’ahidil Islamy (RMI). Sementara dari duta negara-negara Asean ditandatangani perwakilan utusan berbagai negara, yaitu Dr. Ahmad Kamil Haji Yusof (Patani, Thailand Selatan); Dr. Haji Norafan Bin Haji Zainal (Brunai Darussalam), dan Prof. Dr. Mohd Syukri Yeoh Abdullah (Malaysia). Penandatanganan disaksikan oleh semua ulama dan kyai yang hadir pada acara Halaqah tersebut.
Adapun isi “Komitmen Bogor ini” selengkapnya adalah sebagai berikut:
“Pada hari ini Rabu tanggal Lima Belas bulan Desember tahun Dua Ribu Enam Belas Masehi bertepatan dengan bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW tanggal Lima Belas bulan Rabi’ul Awwal tahunSeribu Empat Ratus Tiga Puluh Sembilan Tijriyah yang bertempat di Hotel Salak The Heritage kami yang bertanda tangan di bawah ini setelah melaksanakan Halaqah Ulama Asean 2016 bersama-sama menyatakan sepakat dan setuju untuk membuat kesepahaman bersama dan membuat usulan serta mendorong kepada masyarakat ASEAN “, sebagai berikut:
-
Menyosialisasikan Islam Wasathiyah sebagai penjabaran Islam rahmatan lil ‘alamin.
-
Membuat forum ilmiah bersama.
-
Membuat program bersama guna meningkatkan kualitas pesantren di negara-negara ASEAN.
-
Pertukaran santri dan guru (santri and teacher exchange) tingkat ASEAN.
-
Membuat pertemuan ulama dan majelis kerjasama tingkat ASEAN.
-
Menyerukan penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia dalam beragama di wilayah ASEAN dan bersama-sama menanggulangi berkembangnya radikalisasi agama di Asia Tenggara dan dunia internasional.
-
Membuat kerjasama program pengembangan ekonomi, sosial, dan budaya pesantren dan kegiatan lain yang mendukung.
Naskah kesepahaman ini merupakan respon dari harapan beberapa narasumber yang hadir, sekaligus usulan peserta yang mengharapkan agar silaturahmi ulama se-Asean ini terus dilaksanakan. Narasumber yang hadir terdiri dari dalam dan luar negeri. Dari dalam negeri memberikan pemaparan antara lain Jusuf Kalla (Wakil Presiden), Lukman Hakim Saifuddin (Menteri Agama), Azyumardi Azra (Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah), K.H. Abdullah Sarwani (Mantan Duber RI di Libanon), K.H. Solahudin Wahid (Pengasuh Pesantren Tebuireng Jombang), Prof. H. Abd. Rahman Mas’ud, Ph.D (Kepala Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI), Munir Mulkhan (Guru Besar UIN Yogyakarta), Iik Mansurnoor (Visiting Profesor di Brunai). Demikian juga harapan keluar dari para narasumber dari luar negeri yang kebetulan menjadi penandatangan naskah Komitmen Bogor di atas.
Azyumardi Azra dalam pemaparannya menyatakan bahwa Islam Wasathiyah telah menjadi ciri utama bahkan kelebihan dari corak Islam di Asia Tenggara. Di banyak negara Islam, bahkan di Timur Tengah, kehidupan keagamaan tidak lebih baik bahkan tidak senyaman di Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Di mana-mana di Indonesia kita bisa dengan mudah melaksanakan ibadah, karena di berbagai sudut tempat ada mushola. Di Timur Tengah yang menjadi sumber Islam, malahan tidak tersedia kemudahan ibadah seperti itu. Hal itu terjadi karena Islam di nusantara berhasil mendialogkan kehadirannya dengan budaya lokal yang ada. Oleh karena itu, Islam Wasathiyah yang telah menjadi khazanah utama Islam di Asean Tenggara ini perlu terus ditingkatkan.
Naskah ini juga menjadi target dari Halaqah Ulama Asean yang disampaikan oleh Kepala Badan Litbang dan Diklat, Prof. H. Abd. Rahman Mas’ud, Ph.D dalam acara ramah tamah antara delegasi. Pada kesempatan itu, Mas’ud menawarkan bahwa forum ini harus menghasilkan sesuatu yang bisa memajukan komunikasi dan kerjasama dalam pengembangan pesantren di Asean. Sesuatu itu bisa berupa naskah kesepahaman atau kerjasama antar ulama dari berbagai negara bisa dihasilkan dalam forum Halaqah ini. Dia juga sempat melontarkan gagasan kemungkinan pertukaran santri antar negara bahkan juga bisa berupa menggagas prototype pesantren bersama Asean.
Dengan nada yang hampir sama, K.H. Abdul Ghaffar Rozen, Ketua Rabithah Ma’ahidil Islamy juga menyatakan forum Halaqah ini akan sayang sekali kalau tidak menghasilkan sesuatu kesepahaman bersama. Sudah waktunya menghadapi globalisasi budaya saat ini para ulama di Asean saling bahu membahu dan bekerjasa untuk mengembangkan Islam Washatiyah dengan salah satunya merevitalisasi peran pesantren serta lembaga pendidikan Islam sejenis di Asean. Pesantren, Zawiyah, dan Pondok telah menjadi lembaga tradisional yang turut menjaga dan melestarikan Islam Wasathiyah di masyarakat Asean.
Dari penyelenggara, diwakili Muhamad Murtadlo, Kepala Bidang Litbang Pendidikan Nonformal/Informal, menyambut gembira lahirnya Bogor Commitment ini. Naskah ini akan menjadi pegangan dan titik tolak untuk pelaksanaan Halaqah Ulama di tahun 2017. Selain itu, kesepahaman ini menandakan bahwa Badan Litbang Kementerian Agama semakin hadir dalam konteks regional Asean. Kesepahaman ini sekaligus menjadi salah satu jalan rintisan untuk pengembangan kerjasama riset pendidikan agama dan keagamaan di Asean.[]
Murtadlo/diad/AR/diad