Memperkuat Peran Strategis Widyaiswara: Tantangan dan Harapan untuk Kepengurusan Baru APWI Kemenag 2025-2029

29 Apr 2025
Memperkuat Peran Strategis Widyaiswara: Tantangan dan Harapan untuk Kepengurusan Baru APWI Kemenag 2025-2029
Firman Nugraha, widyaiswara Balai Diklat Keagamaan (BDK) Bandung.

Jakarta (BMBPSDM)---Dewan Pengurus Asosiasi Profesi Widyaiswara Indonesia ( DP-APWI) Kementerian Agama periode 2025-2029 resmi dikukuhkan (29 April 2025). Terpilihnya Dr. Asmahan sebagai Ketua DP APWI menjadi momentum untuk mengoptimalkan peran widyaiswara sebagai ujung tombak penguatan kompetensi Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kemenag.

 

Kepengurusan baru ini ditantang untuk menjawab persoalan struktural maupun kultural yang selama ini membayangi profesi widyaiswara, sekaligus mengelaborasi potensinya agar lebih kompetitif di tengah dinamika birokrasi dan regulasi.  

 

Ada beberapa tantangan strategis profesi widyaiswara saat ini di Kemenag. Pertama, terkesan adanya peminggiran peran dalam ekosistem pelatihan. Widyaiswara adalah jabatan fungsional strategis dengan tanggung jawab menjaga dan meningkatkan kompetensi ASN. Hal ini jelas dan tegas dapat kita temukan dalam regulasi yang mengatur jabatan fungsional ini.

 

Namun, dalam praktik, posisi ini sering terpinggirkan oleh bias pandang keliru, seperti anggapan bahwa widyaiswara "bersaing" dengan instruktur atau fasilitator dalam kegiatan pengembangan kompetensi non-klasikal. Padahal, esensinya sama, yaitu penguatan ASN. Problem ini diperparah oleh regulasi yang tidak konsisten. Misalnya, lembaga pelatihan di Kemenag yang pada saat tertentu dianggap “kekurangan” tenaga ahli, sehingga widyaiswara terpaksa mengisi celah tanpa mempertimbangkan spesialisasi.  

 

Situasi tersebut melahirkan tantangan kedua, yaitu dilema spesialisasi vs kebutuhan administratif. Idealnya, widyaiswara berfokus pada pengembangan keahlian spesifik sesuai etika profesi. Namun, tuntutan pemenuhan jam mengajar sering menjerumuskan mereka ke dalam praktik "pemerataan tugas,” alih-alih pendalaman kompetensi. Akar masalahnya adalah karakteristik program pelatihan yang bersifat ad hoc (mengikuti kebijakan kementerian), berbeda dengan kurikulum perguruan tinggi yang ajeg. Tanpa kebijakan yang melindungi integritas keahlian, widyaiswara rentan kehilangan identitas profesional.  

 

Di tengah kompleksitas tantangan itu, ada harapan pada organisasi profesi widyaiswara yaitu APWI. Namun, ini pun masih menjadi bagian dari tantangan itu sendiri yang ketiga, yaitu APWI sebagai mitra yang belum optimal. DP APWI di Kemenag seharusnya menjadi mitra kritis bagi Pusat Pengembangan Kompetensi (Pusbangkom), Balai Diklat, dan Badan Moderasi  Beragama dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (BMBPSDM) dalam hal 1) Memastikan pelatihan ASN dilaksanakan oleh widyaiswara yang memenuhi kualifikasi. 2) Advokasi hak dan kewenangan profesi. 3) Pengembangan karir widyaiswara berbasis spesialisasi. Sayangnya, peran ini belum terimplementasi maksimal, sehingga diperlukan langkah afirmatif kepengurusan baru.  

 

Harapan untuk Kepengurusan APWI 2025-2029

 

Ada harapan baru menyeruak pada pengurusan yang baru ini. Beberapa  kerangka kerja strategis dapat dikembangkan untuk menegaskan posisi organisasi sekaligus posisi widyaiswara itu sendiri. Pertama, melalui penegasan identitas profesi.  DP APWI Kemenag harus memimpin upaya klarifikasi posisi widyaiswara sebagai profesi, bukan sekadar jabatan fungsional. Hal ini mencakup upaya sosialisasi hierarki keahlian. Misalnya, widyaiswara ahli pertama, muda, madya, dan utama yang terikat etika spesialisasi dan jabatan, agar menempati porsi sesuai dengan jenjang jabatan tersebut. Lain dari itu penting juga untuk mengembangkan kembali kolaborasi dengan BMBPSDM Kemenag RI dalam menyusun peta kompetensi dan peta jabatan widyaiswara sesuai kebutuhan pelatihan. Hal ini untuk mengurai benang kusut persoalan formasi dan kesempatan karir widyaiswara itu sendiri.  

 

Kedua, DP APWI mendorong advokasi regulasi dan perlindungan profesi. Langkah ini diwujudkan melalui memperjuangkan payung hukum yang melarang praktik pengajaran widyaiswara di luar bidang keahliannya.  Kemudian mendesain mekanisme quality control pelatihan bersama Pusbangkom, termasuk sertifikasi mengajar berbasis kompetensi.  Hal ini sejatinya sebagai upaya bersama dalam menjaga mutu pelatihan itu sendiri di samping kebutuhan pengakuan profesi widyaiswara di sisi lain.

 

Ketiga, mengembangkan sinergi dengan Pusbangkom maupun Balai Diklat atau Loka Diklat sebagai penyelenggara pelatihan. DP APWI dapat menjadi bridge antara widyaiswara dan penyelenggara pelatihan, misalnya dengan mengusulkan sistem job matching berbasis spesialisasi.  Dengan demikian, para widyaiswara dapat terpetakan dalam kewenangan mengajar secara nasional, bukan hanya ada di lokal lembaga pelatihan sendiri. Hal ini dapat diwujudkan dengan membangun database widyaiswara kompeten untuk memudahkan penugasan pelatihan.  

 

Keempat, penguatan kapasitas profesional.  DP APWI dapat menginisiasi program pengembangan keahlian niche. Misalnya, dengan adanya widyaiswara spesialis moderasi beragama, manajemen zakat, digitalisasi pendidikan, pelayanan publik secara komprehensif. Upaya ini tentu menjadi rekomendasi penting bagi Pusbangkom yang menjadi rumah bagi penguatan widyaiswara itu sendiri. Strategi ini juga dapat dikembangkan dengan memperkenalkan skema peer review untuk menjaga kualitas materi pelatihan dari sesama pengampu rumpun materi pelatihan yang sejenis.  

 

Dengan demikian, kepengurusan APWI 2025-2029 memiliki tanggung jawab historis untuk mengembalikan marwah widyaiswara sebagai profesi elit yang diakui secara institusional. Dengan langkah sistematis --mulai dari penataan regulasi, advokasi hak profesi, hingga kolaborasi dengan pemangku kepentingan-- APWI dapat mentransformasi tantangan menjadi peluang. Harapannya, widyaiswara tidak lagi terjebak dalam rutinitas administratif, tetapi menjadi knowledge hub atau dalam bahasa Sekretaris BMBPSDM saat pemilihan ketua DP APWI menyebutnya sebagai expert group yang mendorong terwujudnya ASN Kemenag berdaya saing tinggi.

 

Penulis: Firman Nugraha
Sumber: Firmana Nugraha
Editor: Abas
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI