Instrumen, Jangan Copy Paste dari Waktu ke Waktu

18 Feb 2023
Instrumen, Jangan Copy Paste dari Waktu ke Waktu
Kaban Suyitno membuka acara Pembahasan Desain dan Instrumen Evaluasi Indeks Kepuasan Pelayanan di Kantor Urusan Agama (KUA), di Jakarta, Kamis, (16/02/2023).

Jakarta (Balitbang Diklat)---Bedah instrumen, diharapkan dari waktu ke waktu ada peningkatan dari bahan capaian. Memastikan setiap pertanyaan memberikan dampak terhadap riset/survei itu sendiri. Jangan copy paste dari waktu ke waktu.

“Hasil tahun lalu totalnya adalah 83,28, sudah melampaui target tahun 2024. Mari di-breakdown apa isinya. Isinya adalah masing-masing angka itu seperti sistem dan mekanisme, waktu, sarana, persyaratan, kompetensi petugas, perilaku petugas, pelayanan nikah rujuk, zakat, wakaf, dan lain-lain. Masing-masing ada indeksnya,” ujar Kepala Badan (Kaban) Litbang dan Diklat Kementerian Agama (Kemenag), Suyitno, saat membuka acara Pembahasan Desain dan Instrumen Evaluasi Indeks Kepuasan Pelayanan di Kantor Urusan Agama (KUA), di Jakarta, Kamis, (16/02/2023).

Menurut Kaban, judul kajian ini harus jelas. Jika konteks fokus terhadap indeks kepuasan masyarakat dalam layanan nikah, maka tidak perlu lihat indeks lainnya seperti hisab rukyat, kemasjidan. Fokuskan saja ke konteks layanan nikah (biaya tarif, waktu nikah, sarana, persyaratan yang harus dipenuhi, petugas yang menikahkan, dan perilaku petugas).

“Kemudian kita elaborasi lagi dari sisi responden, jika sekarang generasi Z maka profil respondennya kita analisis. Kita bisa lakukan perbandingan antara mereka yang sudah pernah menikah pertama dengan yang pertama kali menikah. Ada baiknya juga membandingkan dengan yang menikah di rumah," ungkap Kaban.

Oleh karena itu, yang disorot adalah kompetensi petugas, administrasinya, dan kecepatan kartu nikah. "Nanti bisa diberikan catatan baru apakah masih dimungkinkan pernikahan harus di rumah atau sebaliknya karena di rumah kecenderungannya mendapat imbalan lebih tinggi,” imbuh Kaban.

Lebih jauh, Kaban mengatakan Balitbang dan Diklat tugasnya memberikan data. Tugas kita merekomendasikan kepada Dirjen-Dirjen. Bisa saja indeks ini tidak perlu dilakukan lagi di tahun ini karena sudah tidak relevan, angkanya sudah cukup tinggi.

“Kita sudah menyiapkan outlook tahun 2023. Yang penting sekali adalah indeks terkait politik identitas. BIsa saja misalnya tahun ini indeks kepuasan layanan nikah tidak dianggarkan tapi kita prioritaskan politik identitas. Bisa muncul rekomendasi bahwa tahun 2023 tidak diadakan indeks kepuasan layanan nikah karena hasil dari tahun 2022 masih sangat memadai sampai tahun 2024,” kata Guru Besar UIN Raden Fatah Palembang ini.

Revitalisasi KUA

Tenaga Ahli Menteri Agama, Hasanudin Ali sebagai salah satu narasumber mengatakan dengan adanya program revitasilasi KUA di tengah masyarakat, terbukti memberikan hasil. Indeks kepuasan publik terhadap layanan KUA meningkat cukup pesat. Diharapkan tahun ini indeksnya lebih meningkat lagi minimal tidak turun.

“Khusus revitalisasi KUA kini ada trend anak muda menikah di KUA, ada proses pembalikan perilaku/kebiasan di masyarakat yang dulu dianggap menikah di KUA adalah kurang beruntung (miskin ataupun karena menutupi aib),” ujar Hasundin.

Terkait revitalisasi KUA, lanjut Hasanudin, tidak hanya mengenai sarana dan prasarana, melainkan kesiapan SDM terkait soal budaya melayani dan kompetensi mulai dari cara berbicara, melayani orang, tutur kata, memiliki sisi responsif terhadap masyarakat dan cepat tanggap terhadap harapan dan permintaan masyarakat.

Kegiatan ini diikuti peserta dari peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Ketua DPP APRI (Asosiasi Penghulu Republik Indonesia), Beberapa Kepala KUA DKI Jakarta, Ketua Pokjaluh DKI Jakarta, Kasi Bimas Islam Kankemenag Jakpus, Direktorat Bina KUA & Keluarga Sakinah, Ditjen Bimas Islam, dan Sekretariat Badan Litbang dan Diklat. (Agus Mulyono/sri)

 

 

 

 

Penulis: Agus Mulyono
Editor: Sri Hendriani
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI