Kawal Program Menag, Kaban: One Vision and One Final Goal

11 Mar 2023
Kawal Program Menag, Kaban: One Vision and One Final Goal
Kepala Balitbang dan Diklat Prof. Suyitno pada Kegiatan Rapat Koordinasi dan Sinkronisasi Program Litbang Agama di Bandung, Jumat (10/03/2023).

Bandung (Balitbang Diklat)---Layaknya kereta api yang dipimpin masinis, Kemenag yang dipimpin Menag Yaqut Cholil Qoumas diikuti gerbong-gerbongnya dengan tujuan akhir yang sama. Hal ini pun serupa dengan lembaga-lembaga yang berada di bawah Kemenag yang ingin mengawal program Menag dengan prinsip one vision and one final goal.

”Filosofi kereta api yang dikatakan Menag bahwa kereta api itu gerbongnya banyak. Kemenag itu gerbongnya juga banyak, ada gerbong pendidikan dan ada gerbong pelayanan agama. Tapi jangan lupa antara satu gerbong kereta dengan yang lainnya merupakan satu kesatuan yang diikat dengan mata rantai yang sama yang kita sebut kereta api.  Satu kesatuan itu apa? Satu kesatuan yang tujuannya final station atau stasiun akhir”.

Kepala Badan (Kaban) Litbang dan Diklat Kemenag, Prof. Suyitno, mengatakan hal tersebut pada Kegiatan Rapat Koordinasi dan Sinkronisasi Program Litbang Agama di Bandung, Jumat (10/03/2023).

Pada kesempatan tersebut, Kaban menyinggung filosofi Rakernas yang menggunakan simbolisme kereta api. Hal ini dikarenakan kereta api itu tepat waktu dan hanya berhenti jika sudah sampai tujuan.

Kaban juga mengungkapkan bahwa masa transisi yang dilakukan Balitbang Diklat menjadi Badan Moderasi Beragama dan Pengembangan SDM (BMBPSDM) merupakan hal penting. Menurutnya, dalam masa transisi tersebut, perlu diperhatikan respons yang dihasilkan perubahan kelembagaan ini.

”Oleh karena itu, dilaksanakannya kegiatan Rakor dan Sinkronisasi Program Litbang Agama untuk menghindari tumpang tindih antara satu unit satuan kerja (Satker) dengan yang lainnya. Diharapkan program-program ini dapat disinkronkan dan dilihat relevansinya di tahun 2023,” ucapnya.

Selama ini, kata Kaban, kita bekerja dengan kecenderungan ego sektoral. Sudah saatnya kita tidak bisa lagi kerja yang sifatnya ego sektoral. Mungkin secara konseptual tidak, tapi problem realitasnya demikian.

”Kami mengamati beberapa bulan terakhir di Litbang, harus mengakui bahwa sifatnya masih praktis, mungkin ada beberapa yang sudah relatif bagus tidak ego sektoral. Namun, pada umumnya jika kita buat generalisasi masih ditemukan seperti itu,” tandas Kaban.

(Bunga/Sri/Barjah)

Penulis: Bunga
Editor: Sri Hendriani/Barjah
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI