Kementerian Agama Tampung Aspirasi Keagamaan Seluruh Warga Negara
Jakarta (18 Desember 2014). “Kementerian Agama, sebagaimana tugasnya merupakan rumah bersama bagi aspirasi keagamaan seluruh penduduk Indonesia.” demikian disampaikan Menteri Agama (Menag), Lukman Hakim Saifudin. Pernyataan disampaikan saat membuka acara Seminar Nasional "Perlindungan Pemerintah terhadap Pemeluk Agama".
Seminar diselenggarakan oleh Badan Litbang dan Diklat dalam rangka menyambut perayaan Hari Amal Bhakti (HAB) Kementerian Agama (Kemenag) ke-69. Seminar diikuti oleh seluruh pejabat eselon I dan II di lingkungan Kemenag, Kepala Kanwil Kemenag se-Indonesia, Rektor Perguruan Tinggi Agama se-Indonesia, perwakilan majelis-majelis tinggi agama, dan perwakilan lembaga/ormas keagamaan.
Hadir sebagai narasumber dalam Seminar Nasional adalah Nur Kholis (Komnas HAM); Ida Padmanegara (Direktur Pelayanan Komunikasi Masyarakat, Kemenkumham); dan Saleh Partaonan Daulay (Ketua Komisi VIII DPR RI). Hadir juga sebagai narasumber dalam kegiatan ini adalah K.H. Hasyim Muzadi dan Romo Benny Susetyo.
Dalam sambutannya, Menag menyampaikan bahwa peringatan HAB Kementerian Agama seharusnya mengingatkan kepada kita semua tentang tujuan dan misi dibentuknya Kementerian Agama pada tanggal 3 Januari 1946. Menurutnya, Kemenag dibentuk dengan tujuan untuk memberikan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan kehidupan beragama pada seluruh umat beragama di tanah air. Oleh karena itu, segala urusan agama dan keagamaan masyarakat Indonesia menjadi urusan dan tanggung jawab Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama. Kemenag harus mampu menempatkan diri sebagai rumah bersama bagi aspirasi agama dan keagamaan seluruh penduduk Indonesia.
Dalam kesempatan yang sama, Menag juga menyampaikan lima isu penting yang harus diperhatikan oleh seluruh elemen masyarakat, termasuk Kemenag. Isu pertama, berkaitan dengan posisi penganut agama-agama di luar enam agama yang diakui pemerintah. Menurut Menag, permasalahan ini harus segera diselesaikan. Tidak boleh para penganut agama di luar enam agama yang diakui mendapatkan diskriminasi pelayanan keagamaan maupun pelayanan lainnya.
Isu kedua, masih terjadinya kasus-kasus pendirian rumah ibadah. Menurutnya, permasalahan ini sesungguhnya sudah diatur dalam Peraturan Bersama Menteri (PBM) Nomor 8 dan 9 Tahun 2006. Namun demikian, ternyata masih saja terdapat aparatur pemerintah dan masyarakat yang belum memahami PBM tersebut. Fakta ini berdampak pada masih terjadinya kasus-kasus pendirian rumah ibadah.
Isu ketiga, munculnya gerakan-gerakan keagamaan radikal. Gerakan-gerakan ini seringkali menimbulkan permasalahan, baik intrapemeluk agama terlebih-lebih antarpemeluk agama. Isu keempat, adanya tindakan kekerasan terhadap kelompok minoritas. Tindakan kekerasan tidak hanya melanggar norma agama dan Hak Azasi Manusia, tetapi juga berdampak pada citra bangsa Indonesia di dunia internasional.
Isu kelima, adanya penafsiran keagamaan tertentu yang mengancam kelompok agama yang memiliki tafsir yang berbeda. Menurutnya, permasalahan ini juga harus secara serius segera diselesaikan karena mengancam persatuan dan kesatuan masyarakat dan bangsa Indonesia.
Diakhir sambutannya, Menag berharap peserta seminar dapat berkontribusi dalam merumuskan solusi untuk menyelesaikan permasalahan agama dan keagamaan, termasuk lima isu utama tersebut. “Saya tahu yang hadir pada kegiatan ini adalah para pemerhati dan aktifis yang konsen terhadap permasalahan-permasalahan bangsa, terutama yang menyangkut agama dan keagamaan. Oleh karena itu, saya berharap para peserta dapat memberikan kontribusi saran dan pemikiran untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan agama dan keagamaan.”, demikian ujar Menag.[]
Ags/viks/ags