Literasi di Bumi Mataram
Mataram (Balitbang Diklat)---Menyambangi kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat, menjadi keseruan tersendiri bagi Tim Literasi Keagamaan Perpustakaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama. Kota Mataram kali ini menjadi destinasi ekspose hasil kelitbangan, memeriahkan gelaran panggung kegiatan yang diadakan oleh Balai Litbang Agama Semarang, 23-25 Mei 2022 di UIN Mataram yang bertajuk Islam dalam Teks dan Konteks di Era Milenial.
Menilik pada kata Mataram, beberapa literatur menyebutkan Mataram berasal dari Bahasa Sansekerta, yakni mata yang berarti ibu, dan aram yang berarti hiburan. Kedua kata dapat disandingkan sebagai persambahan untuk ibu pertiwi. Suku Sasak merupakan suku bangsa mayoritas di Kota Mataram yang beragama Islam. Kehidupan antar suku di Mataram terus dibina agar kepedihan akibat Kerusuhan Lombok 17 Januari tahun 2000 yang menyeret isu agama dan ras sebagai penyebab kerusuhan tidak terulang kembali.
Kejadian di atas tentu menjadi pelajaran berharga, bagaimana agar masyarakat memiliki pengetahuan yang memadai. Pengetahuan ini menjadi pondasi dalam mengambil keputusan dan bersikap. Masyarakat tidak mudah tersulut, bersikap lebih bijak, selalu cek dan ricek informasi yang diterima dan pada akhirnya akan menjadi pola dan budaya masyarakat dalam membangun dan membina keharmonisan kehidupan keagamaan.
Untuk bisa menghasilkan pengetahuan yang memadai bagi masyarakat, dibutuhkan sejumlah informasi yang membuat mereka bisa literat, bisa memahami keadaan, dan bisa bertindak dengan dasar yang benar. Di sinilah, ekspose hasil kelitbangan yang merupakan bagian dari usaha meliterasikan masyarakat khususnya pada nilai-nilai keagamaan terejawantah.
Literasi saat ini sangat beragam. Salah satunya adalah literasi agama. Diane L More mendefinisikan literasi agama sebagai kemampuan untuk melihat dan menganalisis titik temu antara agama dan kehidupan sosial, politik, dan budaya dari beragam sudut pandang. Orang yang melek agama akan memiliki pemahaman dasar mengenai sejarah, teks-teks sentral, kepercayaan serta praktik tradisi keagamaan yang lahir dalam konteks sosial, historis, dan budaya tertentu.
Pentingnya peningkatan literasi agama agar masyarakat belajar hidup bersama satu sama lain. Literasi agama ini digunakan sebagai upaya dalam pendidikan moral, dengan cara membaca atau mempelajari sumber ilmu yang terkait dengan keagamaan yakni moral, akhlak, dan budi pekerti. Literasi agama bisa dalam bentuk cetak dan digital yang menjadi media untuk masyarakat memahami, mengkritisi, bereksperimen, berdialog, merenungi dan menemukan pegangan dalam bersikap.
Melalui generasi milenial, khususnya para mahasiswa di UIN Mataram, beragam hasil penelitian yang mengkaji nilai-nilai dan kehidupan keagamaan masyarakat dapat menjadi bekal pengetahuan mereka dalam membingkai sikap dan perilakunya di masyarakat. Generasi milenial yang akan menjadi pewaris peradaban bangsa diharapkan memiliki literasi keagamaan yang baik dan sikap yang sesuai dengan nilai dalam moderasi beragama. Produk kelitbangan dalam bentuk tercetak atau pun digital yang mudah diakses menjadi sumber daya yang sangat besar dan penting untuk mendukung Bumi Mataram Berliterasi. Ekspose hasil-hasil kelitbangan diharapkan menjadi media yang menanamkam nilai-nilai keagamaan universal umat manusia.
Bahkan, Kementerian Agama melalui program penerjemahan Qur’an bahasa daerah, dalam hal ini Bahasa Sasak menjadi bagian penting bagaimana agar masyarakat 3T sekalipun, terdepan, terluar, dan tertinggal dapat ikut menikmati literasi keagamaan.
Sejatinya, masyarakat yang literat akan membawa kemakmuran dan kesejahteraan bagi kehidupannya sehari-hari. Dampaknya, tentu saja kehidupan keagamaan, kemasyaratan dan kebangsaan menjadi lebih baik, berkualitas, dan meningkatkan daya saing bangsa di kancah global. HAR/diad