Madrasah Memang Kenapa

Jakarta (BMBPSDM)---Asal katanya dari bahasa Arab darasa, artinya belajar lalu menjadi isim makan madrasah artinya tempat belajar. Ditinjau dari sejarahnya keberadaan madrasah di negara-negara Islam Timur Tengah dengan di Nusantara cukup berbeda. Pada masa Daulah Abbasiyah (132 - 656 H/750 - 1258 M) madrasah telah berkembang pesat dan menjadi lembaga pusat perkembangan pengetahuan, baik pada levelnya maupun pada tataran tinggi.
Di Nusantara, lahirnya madrasah sebagai lembaga pendidikan formal baru sekitar awal abad 20 Masehi karena menurut catatan annals yang masyhur, agama Islam masuk ke Nusantara pada abad ke-7 Masehi atau ada juga yang berpendapat pada abad ke-13 Masehi. Sebagai rintisan masuknya Islam ke Nusantara tidak otomatis membawa tata pendidikannya karena pada masa itu masih harus berhadapan dengan kekuatan politik pemerintahan di zaman pra-Islam yang cukup kuat dan mapan.
Dalam perkembangannya, didirikanlah lembaga pendidikan Islam yang sebenarnya. Bila diruntut jauh kebelakang memiliki hubungan dengan padepokan atau peguron yang telah berkembang sangat lampau khususnya di tanah Jawa. Adapun lembaga pendidikan Islam itu dikenal dengan pesantren yang berasal dari kata pe-sastri-an, awalan pe dan akhiran an menunjukkan tempat. Sedangkan sastri maksudnya membaca atau bersastra sehingga hampir di sebagian besar pesantren salaf ada tradisi membaca kitab, baik sorogan atau bandongan.
Jika dihubungkan dengan kata madrasah, maka kata pesantren juga memiliki kesamaan karena kata darasa bisa dimaknai juga dengan membaca, sehingga madrasah adalah tempat orang membaca. Antara madrasah dan pesantren sama-sama memiliki arti tempat membaca, maka cukup banyak dijumpai di Nusantara lebih khusus lagi di Jawa, pesantren-pesantren tua yang tersebar di desa-desa terpencil jauh dari keramaian kota. Misalnya, Pesantren Somalangu di Kebumen berdiri tahun 1475 M, Pesantren Sidogiri Pasuruan berdiri tahun 1745 M, Pesantren Qomaruddin Gresik berdiri tahun 1747 M., dan masih banyak lagi yang lain.
Pada 27 Juni 1596 Masehi, Cornelis de Houtman bersama armadanya mendarat di pelabuhan Banten dan inilah awal masuknya penjajahan Belanda di tanah Jawa yang mengubah total tata kehidupan masyarakat pada waktu itu, yakni wilayah-wilayah yang semula merdeka di bawah kekuasaan para sultan atau penguasa Islam berubah menjadi daerah jajahan yang harus takluk pada Belanda yang awalnya berbaju dagang VOC kemudian berubah menjadi penjajahan kasatmata dalam bentuk pemerintahan Hindia Belanda.
Singkatnya, dalam perjalanan panjang penjajahannya di Nusantara, Belanda juga mendirikan lembaga pendidikan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan tenaga terdidik yang menguntungkan penjajah, antara lain, Pertama, Hollandsc Inlandsche School (HIS) yaitu Sekolah Belanda untuk Bumiputera. Kedua, Meer Uitgebreit Lager Onderwijs (MULO) yaitu pendidikan dasar yang lebih luas atau sekolah menengah pertama Belanda. Ketiga, Hoogere Burgerschool (HBS) yaitu sekolah menengah umum Belanda.
Adapun yang menjadi dasar keberadaan pendidikan ini adalah peraturan pemerintah Hindia Belanda yang dikeluarkan pada 1848 dan disempurnakan pada 1892. Dalam lembaga pendidikan ini, agama tidak menjadi mata pelajaran yang diajarkan. Selain itu, juga yang boleh belajar hanyalah kalangan bangsawan atau golongan elite serta pejabat yang memiliki koneksitas secara khusus dengan pemerintah Hindia Belanda. Sedangkan kaum proletar santri desa tidak memiliki hak untuk mengikutinya.
Maka jalur pendidikan yang bisa diikuti rakyat bawah dan santri pada umumnya adalah pesantren-pesantren desa yang tanpa mensyaratkan strata, warna darah, serta kedudukan jabatan walinya, sehingga inilah satu dari sekian jasa pesantren dalam mencerahkan para bumiputera kalangan jelata. Dalam perjalanan kehidupan dan kebutuhan pada masa itu serta sebagai usaha penyempurnaan terhadap pesantren menjadi suatu sistem pendidikan yang lebih memungkinkan lulusannya memperoleh kesempatan yang sama dengan sekolah umum, seperti kesamaan kesempatan kerja serta perolehan ijazah. Maka, dibentuklah madrasah yang hakikatnya didasari dari adanya pesantren lembaga pendidikan yang sangat tua.
Sedangkan sekolah-sekolah yang ada sampai sekarang ini tidak lain melanjutkan sistem pendidikan yang telah dibangun sejak zaman Hindia Belanda, sehingga tidak heran bila kadang-kadang sarana belajarnya berada di tengah kota dengan gedung-gedung tua berarsitektur mewah dengan tembok tebalnya serta menjulang tinggi atapnya, dan hampir selalu berada di wilayah kota-kota besar di Indonesia.
Keberadaan madrasah di Indonesia sungguh memiliki sejarah yang luar biasa signifikan serta harus dipertahankan keberadaannya di bawah pembinaan Kementerian Agama, karena antara lain: Pertama, madrasah adalah lembaga pendidikan yang didirikan murni berdasarkan hasrat masyarakat dan didanai pula oleh masyarakat, tentunya berbeda dengan sekolah-sekolah Belanda yang didirikan dan didanai oleh pemerintah (Hindia Belanda). Kedua, madrasah adalah suatu bentuk perlawanan terhadap ordonansi pemerintah Hindia Belanda yang melarang pendidikan agama untuk diajarkan di sekolah-sekolah. Ketiga, madrasah adalah markas perjuangan para nasionalis-religius yang selalu diteror dan diperlakukan diskriminatif oleh pemerintahan Hindia Belanda dan melalui ordonansi guru tahun 1905 dan 1925 karena dinilai berpotensi mengancam stabilitas Hindia Belanda. Keempat, madrasah telah memiliki jasa besar dalam mencerahkan para bumiputera yang tidak memiliki hak untuk turut serta dalam meningkatkan pengetahuan karena adanya disparitas yang dilakukan pemerintah Hindia Belanda. Kelima, madrasah adalah lembaga pendidikan yang sangat tua, asli, akulturatif dan terus bersama berjalan seiring dengan perkembangan Indonesia, mulai dari padepokan, peguron, pesantren dan madrasah.