Mengapa Media Menjadi Panglima Utama dalam Gerakan Moderasi Beragama?
Makassar (Balitbang Diklat)---Kepala Badan (Kaban) Litbang dan Diklat Kementerian Agama Suyitno secara resmi membuka acara Diseminasi Gerakan Moderasi Beragama yang diselenggarakan Balai Litbang Agama (BLA) Makassar di Hotel Claro Makassar. Kegiatan ini dihadiri komunitas jurnalis media massa serta penyiar televisi dan radio Kota Makassar. Kegiatan ini bertujuan untuk memperkuat peran media dalam menyebarkan narasi positif terkait moderasi beragama di Indonesia.
Dalam sambutannya, Kaban Suyitno menekankan pentingnya peran strategis media dalam mempengaruhi pandangan masyarakat terkait isu-isu agama. "Jurnalis adalah aktor yang sangat penting dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat. Bahkan, wartawan bisa 'membolak-balik dunia' melalui berita yang mereka sajikan," ungkap Suyitno di Makassar, Kamis (19/9/2024).
Kaban menegaskan bahwa media memiliki kekuatan untuk membentuk opini publik dan mengedukasi masyarakat, sehingga peran mereka sangat vital dalam upaya mengubah image dan persepsi terkait moderasi beragama. Suyitno juga menyoroti bagaimana masyarakat modern sangat bergantung pada media, terutama di era digital saat ini.
"Banyak dari kita yang sudah terbelenggu oleh media. Tidak sedikit yang merasa hidupnya tidak lengkap tanpa informasi dari media," ucap guru besar UIN Raden Fatah Palembang ini.
Peran media, lanjut Suyitno, dalam menyebarkan informasi terkini membuat masyarakat terus bergantung pada berita dan informasi yang disajikan. Namun, di balik itu, jurnalis menghadapi tantangan besar dalam memproduksi konten yang bermanfaat bagi masyarakat.
Suyitno menekankan pentingnya tanggung jawab para jurnalis dalam menyajikan berita yang edukatif dan berkualitas. "Ketika berita yang dihasilkan mampu mengedukasi masyarakat, maka jari jemari dan pikiran kreatif para jurnalis bisa menjadi amal jariyah. Namun, sebaliknya, jika berita yang disajikan justru menyesatkan, seperti menyebarkan hoaks demi keuntungan bisnis, itu bisa menjadi dosa," tegasnya.
Hoaks dan disinformasi, kata Suyitno, adalah salah satu tantangan terbesar bagi media modern. Oleh karena itu, ia mendorong para jurnalis untuk terus berpegang pada etika jurnalistik dan selalu mempertimbangkan dampak sosial dari setiap berita yang mereka produksi. "Tanggung jawab jurnalis tidak hanya untuk menyampaikan fakta, tetapi juga memastikan bahwa berita yang disampaikan tidak menyesatkan masyarakat," tambahnya.
Lebih lanjut, Suyitno menjelaskan bahwa media masih menjadi 'panglima utama' dalam penyebaran informasi karena masyarakat masih sangat bergantung pada berbagai platform media untuk mendapatkan berita terkini. Hal ini yang membuat posisi jurnalis tetap relevan dan krusial di tengah arus informasi yang terus berkembang.
Namun, Suyitno juga mengingatkan bahwa media sosial tidak hanya digunakan untuk mendapatkan informasi, tetapi juga untuk mencari hiburan. "Banyak dari masyarakat yang juga mencari hiburan di media sosial yang bersifat jenaka," kata Suyitno.
Oleh karena itu, penting bagi konten yang berkaitan dengan moderasi beragama untuk dikemas dengan cara yang lebih menarik dan mudah diterima oleh masyarakat luas, termasuk melalui elemen hiburan.
Pada kesempatan ini, Kaban Suyitno menekankan bahwa salah satu tujuan utama dari gerakan moderasi beragama adalah untuk mencegah terjadinya bullying dan ujaran kebencian (hate speech), yang sering kali berakar dari kesalahpahaman terhadap ajaran agama.
"Moderasi beragama sangat penting untuk menghindari bullying dan hate speech, karena kedua hal ini dapat berdampak negatif pada psikologis seseorang. Ini adalah hal yang paling dihindari dalam ajaran moderasi beragama," pungkasnya.
Dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi dan media sosial, penyebaran informasi terkait moderasi beragama menjadi lebih menantang namun juga lebih penting. Melalui diseminasi ini, diharapkan media massa dan penyiar radio serta televisi dapat memainkan peran lebih besar dalam menyebarkan pesan-pesan moderasi, sehingga masyarakat dapat lebih terbuka, toleran, dan menghargai perbedaan. (Natasya Lawrencia)