Merajut Benang Toleransi, Menuju Masyarakat Harmonis
Menjaga toleransi dengan semua orang yang berkehendak baik adalah kunci, terutama pada kelompok-kelompok minoritas suku, agama, budaya, yang selama ini mendapat perlakuan yang kurang adil. Hal ini dikatakan Ahmad Najib Burhani dalam kegiatan bedah buku Dilema Minoritas di Indonesia, di Hotel Horison Bekasi, Senin (24/08).
“Di tengah situasi politik Indonesia seperti ini, kita harus terus merajut benang toleransi. Hal ini dapat dilakukan terutama dengan menjalin kebersamaan dengan semua orang yang berkehendak baik. Sehingga akan terwujud masyarakat yang berkehidupan harmonis,” ujar Najib Burhani penulis buku Dilema Minoritas Di Indonesia melalui apliksi ZOOM. Najib tidak bisa hadir langsung ke acara karena harus isolasi mandiri di rumah akibat ada warga di lingkungan tempat tinggalnya yang terindikasi postif Covid 19.
Najib Burhani menjelaskan bahwa pembahasan tentang dilema minoritas ini masih sangat penting dalam konteks kemerdekaan RI yang ke-75. Meskipun Indonesia sudah “agak" lama merdeka, namun ada sebagian masyarakat yang belum bisa menikmati kemerdekaannya sebagaimana anak bangsa yang lain.
“Banyak capaian dalam ulang tahun kemerdekaan sekarang ini, di antaranya capaian demokrasi. Namun demokrasi kita masih banyak bersifat elektoral, bukan substantif. Di sisi lain, masih ada masyarakat yang belum bisa secara penuh mendapatkan hak-hak kewarnegaraannya. Dalam beberapa kasus, mereka bahkan mengalami diskriminasi dan intoleransi. Mereka itu di antaranya adalah beberapa kelompok minoritas. Seperti Orang Rimba, Ahmadiyah, Syiah, dan Penghayat Kepercayaan,” tutur peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ini.
Meski begitu, Najib mengatakan diskriminasi terhadap minoritas tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi di negara lain juga memiliki dilema yang sama.
Budhy Munawar Rachman akademisi dari Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta yang juga menjadi pembedah acara ini mengatakan buku ini sangat penting karena tidak banyak buku membahas satu isu minoritas yang digali secara mendalam. Buku ini menjadi sumbangan penting dari Kementerian Agama dan LIPI untuk bangsa.
“Biasanya isu-isu seperti ini ditulis oleh LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), namun LIPI dan Kementerian Agama dalam hal ini Balai Litbang Agama Jakarta mengambil inisiatif. Nah, mungkin karena ini ditulis oleh peneliti Kementerian Agama dan LIPI, setiap isu itu pasti berkaitan dengan agama. Jadi kalau ada buku terbitan seri berikutnya, dimasukan juga uraian mengenai kelompok minoritas yang lain yang tidak ada hubungannya dengan keagamaan, misalnya berbicara tentang orientasi seksual yang berbeda seperti waria, meski nanti pasti akan bersinggungan dengan isu agama. Bagaimana mereka tetap mendapatkan hak beragamanya terkait dengan orientasi seksualnya,” ujar Budhy.
Sedangkan Kepala Balai Litbang Agama Jakarta Nurudin mengapresiasi dua peneliti Balai Litbang Agama Jakarta (BLAJ) Rudy Harisyah Alam dan Agus Noorbani yang ikut menjadi penulis di buku yang diterbitkan Gramedia ini. Lebih lanjut, Nurudin mengatakan selama ini, BLAJ pun telah melakukan berbagai penelitian untuk mendorong terwujudnya kehidupan yang harmoni.
“Agenda kita adalah membedah sesuatu yang terkadang dianggap sensisitif kalau dibicarakan di ruang publik, yaitu kajian hasil riset yang telah dibukukan dengan judul Dilema Minoritas di Indonesia. Kami, dalam hal ini BLAJ, terus berkomitmen bahwa kerukunan dan harmoni dalam konteks mayoritas dan minoritas bisa terwujud,” ujarnya dalam sambutan pembukaan kegiatan bedah buku.
Nurudin menjelaskan, para peneliti BLAJ dituntut untuk senantiasa menyajikan data dan analisis yang komprehensif, sehingga hasil penelitiannya bisa menjadi rujukan pemerintah dalam mengambil kebijakan yang terkait dengan kerukunan umat beragama.
“Kami selalu mengimbau pada para peneliti BLAJ agar tidak salah dalam melakukan analasis dan kajian terhadap fenomena yang berkembang di masyarakat, apalagi yang sifatnya sensitif. Ini saya kira poin penting dari bedah buku kita hari ini,” tegasnya.
Kegiatan Bedah Buku ini dilakukan secara daring dan luring. Tercatat sekitar 150 peserta online dari seluruh Indonesia yang mengikuti melalui aplikasi Zoom. Sedangkan untuk peserta undangan yang mengikuti kegiatan ini secara langsung sekitar 40 peserta terdiri dari perwakilan Kementerian Agama di Jabodetabek, PKUB (Pusat Kerukunan Umat Beragaman), 0rmas keagamaan, akademisi, peneliti dan pegawai di lingkungan Balai Litbang Agama Jakarta. []
(Aris W Nuraharjo/bas/ar)