Moderasi Beragama: Antara Tantangan dan Pengejawantahan Esensi Ajaran Agama

22 Jun 2023
Moderasi Beragama: Antara Tantangan dan Pengejawantahan Esensi Ajaran Agama
Sesban Arskal Salim memberikan materi Moderasi Beragama dan Pembangunan Nasional melalui zoom meeting pada Pelatihan Penelitian Tindakan Kelas Angakatn XVI dan Pelatihan Publikasi Ilmiah Angkatan VII, yang diselenggarakan BDK Denpasar, Rabu (21/6/2023).

Jakarta (Balitbang Diklat)---Pelaksana Tugas Sekretaris Badan (Sesban) Litbang dan Diklat Kementerian Agama Prof. Arskal Salim mengatakan terdapat tiga tantangan dalam moderasi beragama. Pertama, tantangan kemanusiaan, yakni berkembangnya cara pandang, sikap, dan praktik beragama yang berlebihan (ekstrim), yang mengesampingkan martabat kemanusiaan.

Sesban mengatakan hal tersebut saat didaulat mengisi materi Moderasi Beragama dan Pembangunan Nasional melalui zoom meeting pada Pelatihan Penelitian Tindakan Kelas Angakatn XVI dan Pelatihan Publikasi Ilmiah Angkatan VII, yang diselenggarakan Balai Diklat Keagaman Denpasar.

Penanggulangan tantangan ini, kata Sesban, dengan memperkuat esensi ajaran agama dalam kehidupan bermasyarakat. “Yang kedua, tantangan keagamaan, yakni berkembangnya klaim kebenaran subyektif dan pemaksaan kehendak atas tafsir agama serta pengaruh kepentingan ekonomi dan politik berpotensi memicu konflik,” ucapnya di Jakarta, Rabu (21/6/2023).

Penanggulangannya, lanjut Sesban, adalah dengan mengelola keragaman tafsir keagamaan dengan mencerdaskan kehidupan keberagamaan. 

“Yang ketiga, adalah tantangan kebangsaan, yakni berkembangnya semangat yang tidak selaras dengan kecintaan berbangsa dalam bingkai NKRI, penanggulangannya adalah dengan merawat keindonesiaan,” tutur Sesban. 

Oleh karena itu, menurut Sesban, kita perlu mengadakan penguatan moderasi beragama untuk mencegah generasi muda, agar terhindar dari paham-paham ekstrim, dan tidak sesuai dengan ajaran agama dan nilai-nilai Pancasila.

“Moderasi beragama dalam mengejawantahkan esensi ajaran agama akan melindungi pemeluk agama, landasannya berprinsip adil, berimbang, dan menaati konstitusi sebagai kesepakatan berbangsa.Kita tidak boleh keluar konstitusi, itulah sikap moderat,” kata Guru Besar UIN Jakarta ini. 

Moderasi beragama, kata Sesban, juga terdapat empat indikator, yakni komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan, dan penerimaan terhadap tradisi. “Seseorang dikatakan moderat apabila dapat memenuhi empat indikator ini,” sambungnya.

Lalu, menurut Sesban, batasan ekstrim adalah apabila atas nama agama mencederai nilai luhur kemanusiaan, melabrak kesepakatan bersama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dan melanggar ketentuan hukum yang menjadi panduan bermasyarakat dan bernegara. 

“Menjadi sangat penting Moderasi Beragama sebagai bagian dari pembangunan nasional. Apabila berbicara tupoksi Kemenag, maka yang menjadi prioritas adalah Moderasi Beragama,” imbuhnya.

Lantas, Moderasi Beragama menjadi penting karena perbedaan adalah sunnatullah, keanekaragaman adalah fitrah bangsa, Pancasila adalah nilai asli masyarakat. “Indonesia terlahir sebagai bangsa yang multiagama, agama mengajarkan nilai-nilai toleran, menghargai keragaman, dan hidup rukun damai,” pungkas Sesban. (Barjah/sri)

   

 

Penulis: Barjah
Editor: Sri Hendriani
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI