Moderasi Beragama: Soft Diplomacy untuk Perdamaian Dunia

6 Agt 2024
Moderasi Beragama: Soft Diplomacy untuk Perdamaian Dunia
Kepala Badan Litbang dan Diklat Suyitno di Hawassa, Ethiopia, Senin (5/8/2024).

Hawassa (Balitbang Diklat)---Acara Indonesia-Ethiopia Interfaith Dialogue yang digelar di Resort Haile, Hawassa, Ethiopia, menjadi langkah penting dalam diplomasi moderasi beragama untuk mempromosikan perdamaian dunia melalui pendekatan soft diplomacy.

 

Kepala Badan Litbang dan Diklat Suyitno yang memimpin delegasi dari Kementerian Agama RI, dalam pidatonya menyebutkan bahwa moderasi beragama merupakan opsi soft diplomacy yang efektif. “Moderasi beragama dapat menjadi daya tarik utama dalam soft diplomacy, karena unsur-unsur budaya, sistem nilai, dan kebijakan yang diusung Indonesia mencerminkan keragaman yang harmonis,” ujar Suyitno di Hawassa, Senin (5/8/2024).

 

Indonesia, lanjut Suyitno, memiliki kapasitas dan sumber daya yang memadai untuk membangun daya tarik dalam memengaruhi pihak lain. Keragaman budaya, suku, ras, dan agama di Indonesia terpelihara dengan baik, menciptakan kerukunan yang harmonis di bawah bingkai moderasi beragama.

 

Kementerian Agama telah menetapkan empat indikator utama dalam peta jalan moderasi beragama, yaitu komitmen kebangsaan, toleransi, antikekerasan, dan penghormatan terhadap tradisi lokal. Menurut Suyitno, semua indikator ini bertujuan untuk memelihara keharmonisan antarumat dari berbagai lintas iman, budaya, bangsa, dan kemanusiaan.

 

"Moderasi beragama sangat penting karena mengembalikan esensi agama sebagai penjaga martabat manusia dan strategi merawat keberagaman di masyarakat yang majemuk dan multikultural," tegasnya.

 

Lebih lanjut, Suyitno menjelaskan bahwa esensi dari moderasi beragama adalah merawat kehidupan dan melindungi nyawa manusia. Pesan inti dari moderasi beragama adalah membangun kehidupan yang damai, menjaga nilai-nilai kemanusiaan, kesetaraan, inklusivisme, dan saling menghargai.

 

"Moderasi beragama dapat menjadi bagian dari soft diplomacy karena gagasan ini menerima dan menghargai perbedaan keyakinan, suku, ras, dan budaya. Dengan sudut pandang keseimbangan ini, impian perdamaian dapat diwujudkan," katanya.

 

Indonesia, dengan potensi geografis dan demografisnya yang besar, diharapkan oleh banyak pihak untuk menjadi kekuatan penengah dan pendamai di antara pihak-pihak yang terlibat konflik. "Tidak berlebihan jika ada harapan agar Indonesia berperan dalam menjembatani perdamaian dunia, mengingat Indonesia adalah negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia yang telah berhasil menjaga stabilitas dan keharmonisan negara serta masyarakatnya," ujar Suyitno.

 

Gagasan moderasi beragama yang dijunjung tinggi di Indonesia ini, menurut Suyitno, dapat dijadikan medium soft diplomacy yang efektif dalam menghentikan konflik dan menciptakan perdamaian dunia. "Banyak negara dengan mayoritas penduduk Muslim menghadapi kendala serius dalam mengelola keragaman warganya. Sementara Indonesia telah membuktikan bahwa dengan pendekatan moderasi, stabilitas dan keharmonisan dapat terjaga," tutup Suyitno.

 

Acara ini dihadiri oleh berbagai tokoh agama, pejabat pemerintah, cendekiawan, aktivis masyarakat, pemuda, dan media pers yang bersama-sama berupaya mencari solusi untuk memperkuat dialog antaragama dan memajukan perdamaian dunia.

 

(Barjah)

Penulis: Barjah
Sumber: Kontributor
Editor: Dewi Indah Ayu/Sri Hendriani
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI