Peneliti Perlu Belajar dari Ricklefs
JAKARTA—Puslitbang Kehidupan Keagamaan kembali menggelar bedah buku keagamaan. Kali ini yang dibedah adalah buku bernuansa sejarah berjudul “Mengislamkan Jawa: Sejarah Islamisasi di Jawa dan Penentangnya dari 1930 sampai Sekarang,” yang ditulis M. C. Ricklefs.
Hadir sekitar 50 peserta dari berbagai lembaga, terdiri atas peneliti, dosen, dan beberapa pejabat Balitbang. Acara yang digelar pada Kamis (24/7/2014) di Hotel Millenium Jakarta ini, dibuka secara resmi oleh Kepala Badan Litbang dan Diklat, Prof. Dr. Machasin.
Dalam sambutannya, Prof. Machasin menceritakan kesan menarik terkait penulis buku, Ricklefs, yang dipandang perlu dibagi ke para peneliti. Bahwa sekitar tahun 1986, dirinya pernah bersama-sama Ricklefs melakukan penelitian di Solo. Selain itu, dalam kesempatan lain dirinya pernah berbincang panjang tentang banyak hal. Dalam amatannya, Ricklefs merupakan sosok peneliti yang teliti, cermat meneliti Indonesia dan modernisasi Indonesia, juga fokus melihat Islamisasi di Jawa. Diceritakannya, Ricklefs sampai tahu hal detail kondisi Jawa, dimana pada abad 16-17 Jawa merupakan pengekspor beras, lalu mundur sampai 1998, dan setelah itu justeru jadi pengimpor beras paling besar.
Ricklefs juga seorang yang cermat meneliti modernisasi Indonesia. Menurut Ricklefs, sebagaimana diceritakan Machasin, modernisasi Indonesia melalui dua jalur, yakni jalur Timur Tengah dan jalur Barat/Belanda. Yang melalui Timur Tengah, yang menjadi modern adalah santri. Sedangkan yang jalur Barat priyayi. Yang santri menerima pikiran modern yang sudah diolah dari Timur Tengah (seperti pikiran Abduh dan Rasyid Ridho). Menariknya, ciri pokok santri tidak bisa baca tulisan Jawa, tetapi paham betul tulisan Arab (pegon Jawa atau pegon Melayu). Adapun yang dari pendidikan Barat sangat paham dengan tulisan Jawa.
Kesan lain soal Ricklefs adalah perhatiannya yang konsisten tentang Islam di Jawa, termasuk apa yang ditulis dalam bukunya yang dibedah ini. Dari sini tergambar bahwa Islamisasi terus berjalan. Tidak hanya Islamisasi dari yang non-muslim melainkan dari Islam abangan. Islamisasi juga bahkan terjadi dalam politik dan negara. Meski aspirasi negara Islam tidak berlanjut, tapi Islamisasi dalam bentuk lain terus berlanjut. Digambarkan Machasin, jaman dulu, orang masih suka malu melakukan sholat, khususnya di kampus-kampus umum, sekarang orang justeru seperti ingin menunjukkan bahwa dirinya sholat. Sekarang dimana-mana orang leluasa berjilbab, dan dekorasi ornamen Islam menghiasi ruang-ruang publik. Bahkan, Islam sepertinya selalu ada dan tidak bisa dilepaskan dari perpolitikan Indonesia sekarang ini.
Nah, dari cerita panjangnya soal Ricklefs, Prof. Machasin sejatinya menegaskan perlunya audiens (khususnya para peneliti) mencontoh Ricklefs dalam hal teliti, cermat, tekun, dan fokus dalam melakukan penelitian, dan menuliskannya. Buku Ricklefs yang cukup tebal dan lengkap ini memang menjadi bukti karakter peneliti itu. Mungkin banyak peneliti di Indonesia atau di Jawa yang lebih tahu tentang apa yang terjadi di Indonesia, atau khususnya tentang Islam Jawa, tapi Ricklefs yang menuliskannya. Budaya menulis dan menerbitkan buku di kalangan peneliti perlu diperkuat karenanya.
Selain soal belajar pada Ricklefs, Prof. Machasin juga memandang perlunya mengkaji cerita-sejarah Ricklefs yang ditulisnya dalam buku yang dibedah ini. Beliau mengajak peserta, para peneliti dan pemerhati agama, untuk melihat proses Islamisasi yang terjadi di Indonesia: ke arah mana? Adanya fenomena deklarasi dukungan terhadap gerakan ISIS di Solo beberapa waktu lalu, misalnya, mengkhawatirkannya dan penting untuk dicermati.
Setelah dibuka, acara bedah buku dilanjutkan dengan paparan pembedah, narasumber, dan diskusi peserta. Buku setebal 888 halaman ini dibedah oleh Prof. Mudjahirin Thohir (Antropolog UNDIP) dan Prof. Dedi Djubaedi (Pemerhati Sosial Keagamaan), serta dilengkapi oleh J.J. Rizal (Sejarawan UI). Acara yang akan berlangsung setengah hari ini dipandu oleh Drs. H. Nuhrison, peneliti senior Puslitbang Kehidupan Keagamaan. [asr]