Pengelolaan BMN Apik, Jalan Ninja Menuju PNBP Maju

30 Okt 2024
Pengelolaan BMN Apik, Jalan Ninja Menuju PNBP Maju
Kaban Suyitno saat memberi arahan pada Koordinasi dan Evaluasi Pelaksanaan PNBP di Palu, Rabu (30/10/2024).

Palu (Balitbang Diklat)---Terdapat beberapa catatan penting terkait Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Hal ini menjadi salah satu prioritas dalam program ‘Catur Program’ yang diusung Kepala Badan Litbang dan Diklat Suyitno.

 

“Salah satu prioritas saya sebagai Kepala Badan adalah memastikan semua BMN kita terkelola dengan baik melalui program "Catur Program." Salah satu langkah awalnya adalah memastikan semua BDK harus mengoptimalkan PNBP,” ujar Kaban Suyitno saat memberi arahan pada Koordinasi dan Evaluasi Pelaksanaan PNBP di Palu, Rabu (30/10/2024).

 

PNBP di sini, lanjut Kaban, mencakup penggunaan BMN untuk menghasilkan pendapatan. Sayangnya, hingga kini Balitbang Diklat belum melakukan evaluasi rutin.

 

“Padahal, evaluasi ini penting untuk memastikan sejauh mana implementasi program, termasuk memastikan siapa saja yang belum terlibat sepenuhnya. Jangan dulu berpikir terlalu jauh; langkah pertama adalah mengecek apakah semua sudah terlibat,” papar Kaban.

 

Langkah kedua, kata Kaban, perlu melihat pendapatan yang dihasilkan oleh BMN melalui kreativitas masing-masing. “Misalnya, bagaimana BMN kita bisa dikomersialisasikan dan pendapatan yang dihasilkan ketika digunakan oleh pihak luar,” tuturnya.

 

Menurut Kaban, evaluasi tersebut mencakup kreativitas dalam memanfaatkan BMN. Contohnya BDK Bandung dan BDK Surabaya yang kreatif dalam menjalin kerja sama dengan forum madrasah.

“Ini menunjukkan bahwa PNBP berbasis BMN adalah hal yang penting sebagai fondasi. Tidak mungkin kita langsung mendapatkan PNBP layanan jika BMN belum tertata apik,” ucapnya.

 

Pastikan BMN Fungsional

Untuk mewujudkan hal tersebut, Kaban mengimbau agar memastikan bahwa BMN yang dimiliki sudah fungsional sebagai dasar untuk pemanfaatan PNBP. Namun, di sisi lain banyak satuan kerja yang memiliki anggaran besar tetapi sifatnya konsumtif.

 

“Sebagai contoh, semua pelatihan kita umumnya dibayar, baik oleh peserta maupun penyelenggara. Satu-satunya unit pelaksana teknis yang masih legal dalam memberikan jasa pelatihan berbayar adalah BDK, dengan tarif tertentu yang ditetapkan oleh Kemenkeu,” ungkapnya.

 

“Hal ini mendorong saya untuk mulai berpikir bahwa anggaran yang dikeluarkan oleh pemerintah, sekecil apa pun, harus bisa kembali ke negara dalam bentuk sewa atau penggunaan ruangan dan fasilitas,” imbuhnya.

 

Misalnya, ketika pihak luar ingin menggunakan ruang meeting, kamar, dan fasilitas lainnya, BDK bisa menarik tarif sesuai aturan. BDK sebenarnya memiliki paket lengkap, seperti lapangan olahraga, ruang meeting, dan kamar-kamar.

 

“Jadi, ketika ada paket meeting yang berbasis BMN, kita harus menerapkan tarif resmi yang sudah ditetapkan,” ucapnya.

 

Dengan tarif yang sudah ada, tidak ada alasan lagi untuk tidak menarik pembayaran dari pihak luar, termasuk organisasi masyarakat (ormas) yang menggunakan fasilitas BDK tanpa membayar. Keuntungan dari PNBP BMN ini adalah jangka pendek yang bisa kita manfaatkan untuk meningkatkan fasilitas.

 

“Langkah selanjutnya adalah melakukan beautifikasi atau mempercantik fasilitas kita. Meskipun perubahan mungkin masih terlihat separuh, beberapa BDK, seperti di Medan dan Manado, sudah mulai memperbaiki fasilitas, dan ini membantu mengubah citra BDK yang selama ini dianggap kurang terawat,” ungkap.

 

PNBP dari BMN adalah solusi untuk pemeliharaan fasilitas. Memang masih banyak yang belum memahami pentingnya PNBP ini, sehingga kadang muncul persepsi negatif, terutama dari mereka yang tidak mengerti sumber pendapatan dari BLU (Badan Layanan Umum).

 

“Jadi, penting bagi kita untuk memahami bahwa pengelolaan PNBP bukan hanya tentang mendatangkan pemasukan, tetapi juga mengelola anggaran negara dengan lebih bertanggung jawab,” katanya.

 

Jika dapat memanfaatkan sarana dan prasarana yang ada di BDK, terutama ruang kelas dan ruang meeting yang jarang terpakai, maka akan lebih optimal. “Sebagai solusi, beberapa kesepakatan sudah mulai berjalan, seperti kerja sama dengan KKN, madrasah, dan forum guru. Ini membutuhkan kreativitas dari semua pihak yang terlibat,” pungkasnya.

 

Hadir pada kesempatan tersebut, Sekretaris Badan Litbang dan Diklat Arskal Salim, Kepala Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan Agama dan Keagamaan Mastuki, Kepala Bagian Umum dan Perpustakaan Mastuki, dan para Kepala Balai Diklat Keagamaan serta Loka Diklat Keagamaan.

 

(Dewi Indah Ayu)

Penulis: Dewi Indah Ayu D.
Sumber: Kontributor Sekretariat Badan
Editor: Abas/Sri Hendriani
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI