Pentingnya Profiling Responden untuk Membangun Karakter Siswa, Inilah Penjelasannya!

21 Sep 2024
Pentingnya Profiling Responden untuk Membangun Karakter Siswa, Inilah Penjelasannya!
Kaban Suyitno pada kegiatan Pra Seminar Indeks Karakter Siswa Madrasah yang diselenggarakan Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama di Jakarta, Jumat (20/9/2024).

Jakarta (Balitbang Diklat)---Kepala Badan (Kaban) Litbang dan Diklat Suyitno menekankan pentingnya memperhatikan rasionalitas sampel antar berbagai institusi pendidikan. Menurutnya, meskipun hasil penelitian saat ini terlihat baik dan memuaskan, ada beberapa hal yang perlu dicermati secara lebih mendalam, terutama dalam hal menghitung jumlah responden yang diperoleh dari berbagai lembaga pendidikan, termasuk lembaga-lembaga minoritas seperti Konghucu.

 

"Apakah lembaga yang sangat minoritas seperti Konghucu bisa dijadikan representasi karakter dalam jumlah yang lebih besar di lembaga lain seperti Pendis?" ujar Suyitno pada kegiatan Pra Seminar Indeks Karakter Siswa Madrasah yang diselenggarakan Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama di Jakarta, Jumat (20/9/2024).

 

Suyitno menyoroti jenis pendidikan yang dikelola Pendis sangat beragam, mulai dari yang berbasis boarding school hingga yang formal. Variasi ini penting untuk diperhatikan dalam pengambilan sampel dan analisis data.

 

Suyitno juga menegaskan bahwa dalam melakukan komparasi antar lembaga harus ada keadilan. "Tidak adil jika kita membandingkan responden dari boarding school dengan sekolah formal. Profiling responden itu penting karena pasti berpengaruh pada hasil analisis," tambahnya.

 

Selain itu, Suyitno juga menekankan pentingnya melihat latar belakang program studi para responden, terutama di madrasah aliyah. Ia menyebutkan bahwa harus ada perhatian khusus terhadap program studi yang tersedia dan apakah agama lain juga memiliki struktur yang serupa.

 

“Jika ternyata prodi agama memiliki hasil karakter yang sama atau bahkan lebih rendah dibandingkan prodi lain seperti matematika atau ilmu sosial, itu menjadi tanda bahaya,” ungkap Suyitno. Hal ini menunjukkan bahwa pelajaran agama belum sepenuhnya mampu mengubah karakter siswa, dan pendidikan agama selama ini masih berfokus pada transfer pengetahuan (transfer of knowledge), belum berhasil menciptakan perubahan perilaku.

 

Suyitno mengatakan bahwa rekomendasi yang dihasilkan dari penelitian ini harus lebih spesifik, terutama terkait dengan peningkatan penguatan karakter oleh guru-guru agama. Pendidikan agama harus dirancang agar lebih berfokus pada pembangunan karakter, bukan sekadar pengetahuan teoritis.

 

Terakhir, Suyitno menyoroti pentingnya kegiatan ekstrakurikuler dalam penguatan karakter siswa. "Rekomendasi kita harus mendorong anak-anak untuk semakin aktif di kegiatan ekstrakurikuler atau organisasi seperti OSIS, pramuka, dan organisasi keagamaan lainnya, karena keterlibatan di organisasi tersebut berkontribusi pada peningkatan karakter mereka. Walaupun pada data yang ada OSIS memiliki angka yang lebih tinggi dan lebih bagus surveinya," jelasnya.

 

Suyitno berharap agar penelitian ini diawasi dengan baik, sehingga rekomendasi yang dihasilkan benar-benar bermanfaat dalam meningkatkan kualitas pendidikan karakter di sekolah-sekolah. (Fernanda Ariestiara)

   

 

 

Penulis: Fernanda Ariestiara
Sumber: Fernanda Ariestiara
Editor: Abas dan Sri Hendriani
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI