Prof. Hisanori Kato Dukung Percepatan Layanan Pembangunan Rumah Ibadah
Jakarta (Balitbang Diklat)---Guru Besar Kebijakan Publik Universitas Chuo Jepang Prof. Hisanori Kato sangat mendukung kebijakan Kementerian Agama RI dalam mempercepat proses layanan pembangunan rumah ibadah semua agama.
“Saya tidak mengikuti isunya secara rinci. Akan tetapi, kebijakan percepatan layanan dalam pembangunan rumah ibadah ini layak didukung,” ujarnya usai diskusi bersama Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Setjen Kemenag di ruang rapat lantai 3 Gedung Kemenag Thamrin Jakarta, Jumat (9/8/2024).
Prof. Kato bersama 21 mahasiswanya dari program studi Kebijakan Publik sedang di Indonesia untuk seminar trip di beberapa kota, antara lain Jakarta dan Medan, Sumatra Utara.
“Saya kira kebijakan itu bagus yaa karena bisa mempercepat layanan bagi umat beragama,” tambahnya.
Sebelumnya, Kepala PKUB Setjen Kemenag RI, M. Adib Abdushomad menceritakan bahwa Kemenag baru-baru ini mengeluarkan kebijakan terkait pembangunan rumah ibadah.
Gus Adib, sapaan akrabnya mengatakan bahwa pendirian rumah ibadah didasarkan pada keperluan nyata dan sungguh-sungguh berdasarkan komposisi jumlah penduduk bagi pelayanan umat beragama yang bersangkutan di wilayah kelurahan/desa.
“Pendirian rumah ibadah ini dilakukan dengan tetap menjaga kerukunan umat beragama, tidak mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, serta mematuhi peraturan perundang-undangan. Itu yang penting,” tandasnya.
Perihal tata cara pendirian rumah ibadah, lanjut dia, seharusnya merujuk pada Peraturan Bersama Menteri (PBM) antara Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006 dan Nomor 8 Tahun 2006. PBM tersebut mengatur bahwa pendirian rumah ibadah harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung.
“Selain itu, ada juga persyaratan khusus yang harus dipenuhi terkait pendirian rumah ibadah. Pertama, daftar nama dan KTP pengguna rumah ibadah paling sedikit 90 orang yang disahkan oleh pejabat setempat. Kedua, dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 orang yang disahkan oleh lurah/kepala desa,” paparnya.
“Selanjutnya rekomendasi tertulis kepala Kantor Kemenag kabupaten/kota. Nah, poin terakhir yakni rekomendasi tertulis FKUB kabupaten/kota tidak diperlukan lagi,” sambung Gus Adib.
(Ova)