Rapat Evaluasi Dan Koordinasi Kediklatan Wilayah Kerja Balai Diklat Keagamaan Jakarta

16 Feb 2016
Rapat Evaluasi Dan Koordinasi Kediklatan Wilayah Kerja Balai Diklat Keagamaan Jakarta

Bogor (16 Februari 2016). Mengawali kegiatan kediklatan tahun 2016, Balai Diklat Kegamaan Jakarta (BDK) mengadakan Rapat Evaluasi dan Koordinasi Kediklatan yang dilaksanakan pada tanggal 16 s.d.  19 Februari 2016 di Grand Cempaka Resort & Convention Cipayung Bogor. Kegiatan Rakor dibuka oleh Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, Abd. Rahman Mas’ud.

Dalam amanatnya, Kepala Badan menekankan tentang pelaksanaan diklat sesuai dengan substansi Menteri Agama Nomor 75 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Diklat Pegawai pada Kementerian Agama yang merupakan regulasi terbaru terkait kediklatan sekaligus menghapus regulasi yang telah ada sebelumnya. Hal lain yang ditekankan Kepala Badan adalah percepatan penyelenggaraan diklat berbasis ICT salah satunya adalah penggunaan Sistem Informasi Diklat (Simdiklat) pada Pusdiklat dan seluruh Balai Diklat Keagamaan di Indonesia sehingga data alumni diklat dapat diketahui secara pasti sekaligus mengantisipasi berulangnya pegawai mengikuti berbagai diklat yang berdampak hilangnya kesempatan bagi pegawai lainnya.

Hadir sebagai narasumber kegiatan rakor diantaranya Kepala Pusdiklat Administrasi dan Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan Agama dan Keagamaan, Kepala Kanwil Kementerian Agama Jakarta, Banten, dan Kalimantan Barat, Kepala Bagian Perencanaan dan Sistim Informasi Sekretariat Badan Litbang dan Diklat, Kepala Bidang Perencanaan Diklat Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan, Kepala Bagian Assesment dan Pengembangan Pegawai Biro Kepegawaian, dan Kepala Subdirektorat Urusan Agama dan Pembinaan Syariah Direktorat Bimas Islam.

Selama kegiatan berlangsung, banyak munculnya pertanyaan terkait kediklatan dan kebijakan pengembangan SDM Kementerian Agama terutama terkait dengan lahir Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang dalam salah satu pasalnya mengamatkan pengembangan kompetensi bagi seluruh ASN baik PNS maupun PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak). Para peserta rakor dari Kantor Kementerian Agama dan Provinsi DKI Jakarta, Banten dan Kalimantan Barat, dan perwakilan seluruh unit eselon I pusat banyak menyoroti persoalan aktual khususnya tentang keberadaan penghulu di seluruh Indonesia.

Pegawai di wilayah kerja Balai Diklat Keagamaan Jakarta sebanyak 23,191 orang belum termasuk pegawai non PNS, sedangkan setiap tahunnya rata-rata pegawai yang di diklat sebanyak 2,429 orang sehingga siklus kediklatan berkisar 9,5 tahun artinya, seorang pegawai dapat mengikuti diklat setiap 9,5 tahun sekali. Siklus ini bisa lebih dari dua kali lipat ketika dihitung seluruh pegawai termasuk yang non PNS karena amanat dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 75 Tahun 2015 Pasal 19Ayat 4 bahwa peserta diklat adalah pegawai ASN dan pegawai non PNS. Ditegaskan Kepala BDK Jakarta, Aden Daenuri, bahwa kondisi demikian tidak akan banyak merubah siklus kediklatan dengan jumlah anggaran tahun 2016 sebesar 24,941,818. Meskipun dilihat dari sisi jumlah anggaran meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya 20,784,400 akan tetapi tidak terlalu signifikan untuk kediklatan karena angka tersebut termasuk kenaikan untuk membayar tunjangan kinerja pegawai.

Sebagai salah satu upaya memperpendek siklus kediklatan, BDK Jakarta mengembangkan varians kediklatan, selain diklat reguler dan diklat di tempat kerja, juga konsisten mengembangkan diklat jarak jauh dalam rangka memperluas kesempatan pegawai mengikuti diklat serta melakukan diklat kerjasama dengan instansi terkait sesuai dengan permintaan dan kebutuhan sebagaimana yang dipesankan dalam SK Kepala Badan Litbang dan Diklat Nomor 57 Tahun 2015 tentang Diklat Kerjasama. Dengan beberapa upaya di atas, ditargetkan alumni diklat tahun 2016 mencapai 4,387 orang.

Kepala Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan,Kusasi, menyoroti peran Pusdiklat dan Balai Diklat menyongsong lahir Peraturan Pemerintah sebagai turunan dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN. Konon, dalam draf rancangan PP tersebut dinyatakan bahwa ASN berhak mengikuti diklat minimal 40 jam per tahun. Hal ini berdampak sangat luar biasa bagi lembaga kediklatan, diantaranya:

  1. Dari sisi jumlah angkatan diklat, pegawai yang harus didiklat oleh Pusdiklat Teknis sebanyak 167.122 orang x 40 jam (keharusan mengikuti diklat) / 100 jam (jam diklat) diperoleh sebanyak 66.848 angkatan per tahun, sedangkan kemampuan saat ini rata-rata 1.000 angkatan per tahun;

  2. Jika kewajiban tersebut harus dipenuhi, maka jumlah anggaran diklat teknis per tahun adalah 66.848 angkatan x 175.000.000 = 11,698 triliyun;

  3. Konsekuensi lainnya adalah sarana prasarana Pusdiklat dan Balai Diklat harus ditingkatkan sehingga mampu menampung sebanyak 66.848 angkatan setiap tahun.

Fenomena di atas menjadi harapan dan tantangan bagi banyak pihak. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Kepala Pusdiklat Tenaga Administrasi, Saeroji. Menurutnya, diklat sebagai harapan karena saat ini banyak PNS yang tidak tersentuh mengikuti diklat bahkan ada PNS yang seumur hidup menjadi PNS baru satu kali mengikuti diklat yaitu diklat prajabatan. Hal ini sangat ironis jika tuntutan kualitas SDM dan layanan menjadi topik yang terus didengungkan sementara keberadaan pegawai tidak dikembangkan. Sedangkan tantangan karena jika draf Peraturan Pemerintah tersebut disyahkan, maka bagaimana pemenuhan anggaran yang sangat besar itu bisa direalisasikan dan bagaimana pula implementasinya sehingga berjalan efektif dan efisien. Harapannya, amanat Undang-Undang ASN tentang hak pegawai mendapatkan pengembangan kompetensi dapat diwujudkan salah satunya melalui kegiatan diklat yang bertujuan:

  1. Menciptakan aparatur yang  mampu berperan sebagai pembaharu dan perekat persatuan dan kesatuan bangsa,

  2. Memantapkan sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada pelayanan, pengayoman, dan pemberdayaan masyarakat,

  3. Menciptakan kesamaan visi  dan dinamika pola pikir dalam melaksanakan tugas pemerintahan umum dan pembangunan demi terwujudnya kepemerintahan yang baik.

Isu aktual lainnya yang terus bergulir saat ini adalah kurangnya tenaga penghulu di seluruh Provinsi karena sangat terbatasnya diklat calon penghulu sehingga mereka belum bisa diangkat sebagai penghulu karena terganjal persyaratan harus mengikuti diklat fungsional terlebih dahulu. Tahun 2016 merupakan momen menggembirakan bagi para calon penghulu karena tahun ini Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan mendapatkan tambahan anggaran 56 Milyar diperuntukkan mendiklat para calon penghulu sebanyak 2500 orang di seluruh Indonesia. Dengan demikian, mereka yang statusnya masih calon penghulu akan dapat diangkat menjadi penghulu setelah lulus diklat sehingga mereka dapat mengisi kekurangan tenaga pada setiap KUA.

Persoalan penghulu dan penyuluh pada KUA ini merupakan salah satu persoalan yang cukup rumit sehingga perlu dilakukan terobosan-terobosan dengan tidak mengindahkan aspek hukum dan norma-norma lainnya. Dalam panel, Kabid Perencanaan Pusdiklat Teknis, Kabag Assesment dan Pengembangan Pegawai Biro Kepegawaian, dan Kepala Subdirektorat Urusan Agama dan Pembinaan Syariah Direktorat Bimas Islam sepakat melakukan sinergi dan diskusi lanjutan untuk mengawal pelaksanaan diklat calon penghulu ini agar satu per satu persoalan dapat dituntaskan.

(la/diad)

Editor:
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI