Sekretaris Balitbang Diklat: Kawal Sidang PBPA Guna Pastikan Penilaian yang Ketat
Bogor (Balitbang Diklat)---Sekretaris Balitbang Diklat Kementerian Agama Arskal Salim memberikan pengarahan terkait pentingnya pengawalan ketat dalam proses penilaian buku Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Budi Pekerti pada Sidang Penilaian Buku PAI yang diselenggarakan Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan, dan Manajemen Organisasi (LKKMO) di Bogor, Selasa (22/10/2024). Sidang ini melibatkan berbagai tim penilai dan supervisor yang bertugas memeriksa buku-buku PAI yang akan digunakan di sekolah-sekolah di seluruh Indonesia.
Arskal mengatakan bahwa sidang ini merupakan langkah krusial untuk memastikan bahwa buku-buku yang akan digunakan oleh siswa di sekolah telah melalui proses penilaian yang komprehensif dan sesuai standar.
“Alhamdulillah, kita bisa bertatap muka langsung di sini untuk menjalankan tugas penting ini. Biasanya kita hanya bertemu secara virtual, namun kali ini kita bisa melakukan penilaian secara langsung, yang tentunya memberikan kesempatan untuk lebih mendetail dalam menilai buku-buku ini,” ujar Arskal.
Arskal juga menegaskan bahwa penilaian buku ini tidak hanya penting untuk pemerintah, tetapi juga untuk masyarakat luas. Menurutnya, banyak buku yang tidak melalui proses penilaian justru mendapat keluhan dari masyarakat karena terdapat banyak kesalahan, baik dari segi konten maupun penyajian. "Buku-buku yang dikomplain masyarakat biasanya bukan buku yang sudah dinilai Kementerian Agama. Ini menunjukkan betapa pentingnya penilaian yang ketat agar kita dapat menghasilkan buku yang layak digunakan," jelasnya.
Menurut Arskal, pentingnya pengawalan untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam buku-buku PAI yang akan diterbitkan. Ia menyebutkan bahwa kesalahan sekecil apa pun, baik itu tipografi, gambar, ataupun konten, harus dihindari. Hal ini mengingat buku-buku tersebut akan digunakan oleh siswa di sekolah-sekolah di bawah naungan Kementerian Agama, sehingga kualitasnya harus benar-benar terjamin.
“Buku pemerintah harus layak, tidak boleh ada kesalahan, baik dari segi gambar, teks, maupun substansi. Kita harus menjaga nama baik Kementerian Agama, dan kesalahan-kesalahan ini bisa berdampak negatif pada kredibilitas kita,” tegas Arskal. Ia juga menekankan bahwa buku-buku ini harus mampu mencerminkan wawasan kebangsaan dan moderasi beragama, sesuai dengan prinsip-prinsip pendidikan nasional yang fleksibel dan adaptif.
Selain itu, Arskal juga menyoroti bahwa dalam buku-buku PAI ini, siswa harus diajarkan untuk memahami bahwa Islam memiliki berbagai pendapat yang sah. “Dalam pendidikan agama Islam, kita harus memberikan pemahaman bahwa tidak ada satu pendapat yang paling benar. Kita harus memperkenalkan berbagai pandangan yang ada dalam Islam, sehingga siswa tidak merasa bahwa mereka harus mengikuti satu pandangan saja,” sambungnya.
Lebih lanjut, Arskal menekankan bahwa buku-buku PAI yang diterbitkan ini harus selalu diperbarui dan disesuaikan dengan perkembangan zaman. Buku yang dinilai hari ini harus bisa digunakan setidaknya selama lima tahun ke depan, namun tetap perlu ada evaluasi tahunan untuk memastikan relevansinya dengan perubahan kebijakan pendidikan yang mungkin terjadi.
“Kita tidak boleh menganggap bahwa buku ini akan berlaku selamanya tanpa pembaruan. Setiap tahun harus ada evaluasi, dan jika diperlukan revisi, kita harus segera melakukannya. Jangan menunggu lima tahun berlalu baru melakukan revisi,” katanya.
Perubahan dan penyesuaian ini, kata Arkal, sangat penting mengingat dinamika pendidikan yang terus berkembang, terutama dengan adanya kebijakan Kurikulum Merdeka dan Kampus Merdeka. “Kurikulum Merdeka memberikan fleksibilitas dalam proses pembelajaran, dan buku-buku ini harus bisa mengikuti prinsip tersebut. Kita harus siap melakukan perubahan jika diperlukan,” terangnya.
Menutup arahannya, Arskal juga menekankan pentingnya buku-buku PAI ini dalam menghadapi tantangan pendidikan di era teknologi dan komunikasi modern. Ia berharap buku-buku yang digunakan di sekolah-sekolah ini tidak hanya memberikan materi yang sesuai, tetapi juga mampu menyiapkan siswa menghadapi tantangan masa depan, khususnya dalam era digital.
“Kita tidak ingin terlambat dalam merespons kemajuan teknologi. Buku-buku ini harus mampu mempersiapkan generasi Alpha dan Z dengan pendidikan agama yang tepat, relevan dengan perkembangan zaman,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan pentingnya kolaborasi antara penilai, supervisor, dan pihak-pihak terkait untuk memastikan bahwa buku-buku PAI ini terus berkembang dan disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik. “Saya mengapresiasi seluruh langkah yang telah diambil oleh tim penilai dan supervisor, dan saya berharap kita semua bisa terus bekerja sama untuk memastikan buku-buku ini mencapai standar yang kita harapkan,” pungkasnya. (Rheka Humanis)