Sisa Setahun, Penguatan Moderasi Beragama Harus Sasar Seluruh K/L
Ciputat (Balitbang Diklat)---Isu tentang Moderasi Beragama (MB) telah masuk di Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Jadi, isu tentangnya sudah hampir berakhir satu tahun lagi. Dalam sisa setahun itu pula penguatan MB sudah harus menyasar seluruh kementerian/lembaga (K/L), termasuk TNI dan Polri.
Kepala Badan (Kaban) Litbang dan Diklat Kementerian Agama, Prof Amien Suyitno, mengatakan hal tersebut saat memberi pengarahan sekaligus membuka resmi Pelatihan Penggerak Penguatan Moderasi Beragama di Gedung Pusdiklat Kemenag RI Ir Haji Juanda No 37 Cempaka Putih, Ciputat Timur, Tangerang Selatan, Banten, Senin (21/8/2023).
“Itulah mengapa kita perlu secara bersama-sama duduk bareng terkait dengan penguatan Moderasi Beragama,” kata Kaban di hadapan 120 peserta pelatihan terdiri dari perwakilan Kemenag, TNI, dan Polri.
Menurut Kaban Suyitno, langkah menuju integrasi sinergitas penguatas MB ini relatif belum secepat yang diharapkan. Pihaknya menyadari bahwa berbicara tentang MB itu tidak cukup dalam konteks perspektif religion approach (pendekatan agama).
“Tidak cukup dengan dalil. Karena fenomena radikalisme itu tidak berhadapan hanya persoalan teologi semata. Ada persoalan terkait agama, sosiologi. Bahkan, mungkin bisa terintegrasi beberapa persoalan, seperti ketimpangan. Oleh karena itu, pendekatannya tidak bisa tunggal,” ujarnya.
Kemenag, lanjut Kaban, dalam RPJMN itu mendapatkan mandatori menjadi leading sector-nya agar penguatan MB dalam bentuk pendekatan soft seperti sejumlah pelatihan itu dilakukan oleh Kemenag. Karenanya, di peta jalan MB itu kita harus melibatkan atau bersinergi dengan semua kalangan termasuk TNI-Polri.
Guru Besar UIN Raden Fatah Palembang ini berkeyakinan bahwa TNI-Polri akan disiplin lantaran memiliki kode etik, tegas, dan jelas. “Untuk mengetahuinya kan gampang karena seragamnya jelas. Tapi yang berbaju putih-putih itu yang sudah diidentifikasi,” canda Kaban.
Dalam kesempatan itu, Kaban Suyitno kembali mengungkap hasil riset terbaru dari Setara Institute yang menyebut bahwa tren intoleransi belakangan naik, khususnya memasuki tahun politik. Mungkin sebagian kalangan menganggapnya biasa-biasa saja.
“Ingat, awal radikalisme itu mulainya dari hal-hal sederhana seperti intoleransi. Yakni tidak bisa menerima perbedaan. Jadi, seseorang untuk radikal itu tidak langsung tiba-tiba jadi radikal. Dalam bahasa agama, sejengkal demi sejengkal,” tuturnya.
Kaban mencontohkan, seseorang tidak mau diajak menyanyikan lagu Indonesia Raya dengan alasan sedang sakit gigi atau sariawan. “Berawal dari alasan yang sederhana. Mereka tidak frontal. Nah, dalam konteks penguatan MB ini lebih kepada menyiapkan apa yang disebut sebagai deteksi dini,” terangnya.
Pelatihan integratif yang digelar di Kampus Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan, Ciputat, Tangerang Selatan itu dijadwalkan selama enam hari, Senin-Sabtu, 21-26 Agustus 2023.
(Ova/diad/sr)