Sosialisasi di Aceh, SI-Jawarba Hadir untuk Pelestarian Budaya di Era Digital

4 Okt 2024
Sosialisasi di Aceh, SI-Jawarba Hadir untuk Pelestarian Budaya di Era Digital
sosialisasi Aplikasi SI-Jawarba ke Banda Aceh, yang diselenggarakan di Hermes Palace Hotel, Kamis (3/10/2024).

Aceh (Balitbang Diklat)---Sistem Aplikasi Jaga Warisan Bangsa (SI-Jawarba) diinisiasi untuk menangani permasalahan pengelolaan manuskrip keagamaan di Indonesia. Proyek ini lahir dari keprihatinan akan tidak terurusnya manuskrip yang masih dikelola secara sektoral oleh beberapa Kementerian/Lembaga (K/L), yang memiliki metadata berbeda-beda. Karena SI-Jawarba sudah resmi dapat diakses secara terbuka, Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan, dan Manajemen Organisasi (LKKMO) mengadakan sosialisasi Aplikasi SI-Jawarba ke Banda Aceh, yang diselenggarakan di Hermes Palace Hotel pada 3 Oktober 2024.

 

Kepala Puslitbang LKKMO sekaligus inisiator SI-Jawarba Moh. Isom mengungkapkan bahwa kolaborasi dengan K/L seperti Perpustakaan Nasional (Perpusnas) sangat penting, mengingat Perpusnas memiliki sekitar 12.000 manuskrip yang berpotensi beririsan dengan koleksi Kementerian Agama. Melalui nota kesepahaman (MoU) dan perjanjian kerja sama (PKS), SI-Jawarba bertujuan untuk mengintegrasikan manuskrip yang ada, serta menyamakan metadata agar dapat saling berbagi informasi.

 

“Selama ini, manuskrip keagamaan berada secara terpisah di berbagai pihak. Kami berupaya untuk melakukan 5P yaitu pelestarian, pelindungan, pembinaan, pendigitalan, dan pemanfaatan manuskrip tersebut,” jelasnya.

 

MoU dan PKS juga dilakukan dengan berbagai organisasi keagamaan. Karena pengelolaan manuskrip kuno tidak hanya mencakup manuskrip dari agama Islam, tetapi juga manuskrip dari agama lain, seperti manuskrip lontar dalam tradisi Hindu.

 

“Pelestarian dapat dilakukan dengan upaya restorasi, baik secara fisik maupun digital. Teknologi modern dan termutakhir juga diharapkan dapat digunakan untuk melakukan restorasi digital atas manuskrip yang telah terlanjur difoto dengan teknologi lama. Pelindungan dilakukan agar manuskrip yang masih memiliki tingkat keterbacaan yang tinggi ini dapat terjaga dan tetap terbaca hingga waktu yang lama. Pembinaan dilakukan kepada para penggiat dan pemerhati manuskrip kuno. Pendigitalan dilakukan dengan memfoto dan meng-convert-nya dalam bentuk file jpeg/pdf. Lalu, upaya pemanfaatan dapat dilakukan dengan mengaktualisasikan nilai-nilai yang ada dalam manuskrip untuk melestarikan budaya bangsa”, ujar Isom.

 

“Saat ini, masih banyak manuskrip yang dipegang oleh individu dan membutuhkan pendekatan yang sensitif, mengingat tradisi yang menyertainya. Namun, kami khawatir jika tidak dibuka, kondisi manuskrip akan semakin memburuk karena faktor lingkungan,” tambahnya.

 

Dalam upaya revitalisasi budaya, SI-Jawarba juga menekankan pentingnya generasi muda untuk terlibat dalam pelestarian kebudayaan.

 

“Kita perlu menghidupkan kembali ekosistem pelestarian budaya, terutama di era digital ini. Jadilah bangsa yang menengok masa lalu demi menata masa depan yang lebih baik dan cerah,” pungkasnya.

 

Dengan harapan dapat melibatkan lebih banyak pihak, SI-Jawarba mengajak para pemerhati dan penggiat manuskrip keagamaan untuk berdiskusi dan berkolaborasi demi menjaga warisan budaya bangsa untuk generasi mendatang. (Maudy Mishfanny)

Penulis: Maudy Mishfanny
Sumber: Puslitbang Lektur
Editor: Abas dan Sri Hendriani
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI