Tiga Alasan Memilih Media Massa untuk Diseminasi Isu Moderasi Beragama
Jakarta (Balitbang Diklat)---Di tengah kuatnya media sosial, media massa tetap masih menjadi alternatif terbaik untuk diseminasi program Kementerian/Lembaga Pemerintahan. Hal ini juga berlaku untuk diseminasi isu moderasi beragama.
Hal tersebut diungkapkan Mujibur Rakhman, Stafsus Wakil Presiden, saat memberikan materi pada kegiatan Penyusunan Naskah Buku Moderasi Beragama yang diselenggarakan Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan (BALK) Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, di Hotel Mercure Cikini, Jakarta, Kamis (6/7/2023).
Menurut Mujibur Rakhman, yang didampingi moderator Agus Mulyono, ada tiga alasan media massa menjadi alternatif terbaik untuk diseminasi isu moderasi beragama. Pertama, media massa merupakan sarana informasi publik yang terpercaya. “Media massa secara internal melakukan verifikasi dan menerbitkan informasi yang dipercaya, karena ada penanggung jawab yang kompeten. Di samping itu, secara kelembagaan media massa juga dipercaya karena berbadan hukum,” ujarnya.
Kedua, media massa masih dianggap sebagai alat komunikasi massa yang efektif. Dengan para pembacanya yang masih besar, media massa masih bisa dijangkau oleh banyak orang sampai di tingkat bawah. “Ini tentu masih sangat efektif menjadi media diseminasi. Isu moderasi beragama akan lebih mudah diterima dan dipahami secara baik oleh masyarakat sampai tingkat bawah,” ungkap Mujib, sapaan Mujibur Rakhman.
Ketiga, media massa masih sangat kuat memengaruhi persepsi publik. Dengan tingkat kepercayaan yang masih tinggi dan jangkauan yang luas, maka apa pun yang tertuang di dalam media massa dengan mudah mampu memengaruhi persepsi publik. “Bila moderasi beragama ingin lebih membumi, maka media massa bisa menjadi alternatif terbaik,” kata mantan wartawan Gatra ini.
Kegiatan ini diikut 30 orang peserta terdiri dari unsur media, peneliti dan, pegawai Kementerian Agama. Sejauh pantauan Balitbang Diklat, kegiatan berjalan sangat serius dan konstruktif untuk mencari strategi diseminasi program Kementerian Agama ke depan. (Edijun/bas/sri)