WAWASAN MODERASI BERAGAMA DI LINGKUNGAN APARATUR SIPIL NEGARA (ASN)
Muhamad Murtadlo
Gagasan moderasi beragama yang telah digulirkan Kementerian Agama sejak 20161 ternyata masih membutuhkan eksplorasi dan pemaknaan-pemaknaan lebih lanjut dalam implementasinya. Hampir separuh atau 45,5 % dari 55 peserta diklat moderasi beragama, yang diselenggarakan Pusdiklat Administrasi Kementerian Agama, yang mengisi google form mengakui belum memahami gagasan moderasi beragama sebelum mengikuti diklat ini. Data ini juga bisa dipahami menjadi perwakilan tingkat tertentu pemahaman ASN tentang moderasi beragama. Jumlah itu baru sedikit deskripsi ASN di Lingkungan Kementerian Agama yang notabene pengusung gagasan moderasi beragama, apalagi kalau melibatkan ASN Kementerian lain.
Moderasi beragama dianggap sebagai jawaban strategis gagasan revolusi mental yang diusung presiden RI terpilih Joko Widodo pada tahun 2014. Lima tahun pertama kabinet Indonesia Maju, Kementerian Agama berusaha merumuskan konsep yang memadai mengenai moderasi beragama. Berbagai diskusi tentang moderasi beragama akhirnya mengerucut menjadi buku putih “Moderasi Beragama” yang diterbitkan Kementerian Agama (2019).
Ketika buku Moderasi Beragama diterbitkan Kementerian Agama 2019, Lukman Hakim Saifudin, Menteri Agama saat itu menyatakan: “melalui penerbitan buku ini, saya berharap seluruh jajaran Aparatur Sipil Negara (ASN) Kementerian Agama menjadi pihak terdepan yang memahami, meyakini dan menginternalisasikan ruh moderasi beragama, baik dalam kehidupan pribadi, maupun kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kita harus menjadi penerjemah sekaligus juru kampanye moderasi beragama melalui berbagai program sesuai satuan kerja (satker) masing-masing. Kita harus menjadi warga negara teladan yang mencontohkan bahwa mengamalkan ajaran agama adalah berarti menjalankan kewajiban sebagai warga negara, sebagaimana halnya menunaikan kewajiban sebagai warga negara adalah wujud ketaatan pengamalan ajaran agama.”2
Setelah terbitnya buku itu, Kementerian Agama mulai tahun 2020 mensosialisasikan dan menerjemahkan dalam berbagai program moderasi beragama. Walau sempat terinterupsi oleh adanya Pandemi Covid 19, mulai tahun 2021 melalui Pusdiklat Administrasi melakukan diklat moderasi beragama angkatan 1, 2, dan 3 yang pesertanya meliputi pada dosen perguruan tinggi, perwaiklan ASN di tingkap provinsi, dan ASN di Pusat. Kegiatan dilaksanakan antara 28 Juni–9 Juli 2021. Diklat dilakukan secara online (jarak jauh). Kebetulan penulis terlibat sebagai salah satu narasumber dan sempat membuat survei kecil tentang pemahaman peserta diklat terkait gagasan moderasi beragama.
Survei kecil ini bertujuan mengetahui tingkat pemahaman Aparatur Sipil Negara terhadap gagasan moderasi beragama. Survei dilakukan dengan pendekatan uji petik ASN yang kebetulan mengikuti diklat moderasi beragama yang diselenggarakan Pusdiklat Administrasi, 28 Juni-9 Juli 2021. Cara pengumpulan data dilakukan dengan cara penyebaran google form. Pertanyaan terdiri dari 5 (lima) soal tentang pemahaman mereka sekitar moderasi beragama. Google form disebarkan di tengah atau mendekati akhir pelaksanaan diklat. Peserta diklat yang bersedia mengisi kuisiner sebanyak 55 orang. Hasil survei dipaparkan secara deskripsif frekuensional. Berikut gambaran hasil atau jawaban mengenai wawasan moderasi beragama ASN Kementerian Agama.
Pemahaman Moderasi Beragama Sebelum Diklat. Hampir separuh responden atau sekitar 45 % yang semuanya adalah Aparatur Sipil Negara (ASN) menyatakan belum memahami gagasan moderasi beragama. ASN sebagai ujung tombak negara diharapkan menjadi pihak yang paling memahami dengan gagasan moderasi beragama ini. Dari 55 orang ASN yang akan mengikuti diklat moderasi beragama, sebanyak 30 orang (54,5%) menyatakan sudah memahami gagasan moderasi beragama. Sebaliknya ada 26 orang (45,5%) menyatakan belum memahami gagasan moderasi beragama. Dalam item pertanyaan yang lain, para ASN memahami moderasi beragama lebih banyak dalam makna toleransi beragama. Hal ini ditandai dari empat indikator moderasi beragama tidak ada satu ASN pun yang merasa tidak paham masalah toleransi.
Kepahaman terhadap Indikator Moderasi Beragama. Dari empat indikator moderasi beragama (komitmen kebangsaan, toleransi, Nir kekerasan dan Kearifan terhadap budaya lokal), ternyata indikator komitmen kebangsaan paling tinggi tidak difahami oleh responden. Walau hanya selisih tipis dari yang lain, namun kenyataan ini tentu ‘menarik perhatian.’ Dari 55 responden, ada 3 orang tidak memberikan jawaban, 20 orang (38,5 %) mengaku materi yang paling sedikit difahami adalah tema komitmen kebangsaan; 18 orang (34,6 %) mengakui materi kearifan terhadap budaya lokal paling sedikit dipahami; 14 orang (26,9 %) mengaku materi nir kekerasan paling sedikit dipahami. Terhadap materi toleransi tidak ada satupun ASN yang menyatakan tidak paham.
Kebutuhan Paling Mendesak Implementasi Moderasi Beragama. Responden diberikan 4 (empat) opsi pilihan kebutuhan yang paling mendesak bagi usaha implementasi moderasi beragama, yaitu: 1) narasi atau penjelasan konsep moderasi beragama; 2) Pedoman teknis moderasi beragama; 3) contoh-contoh praktis moderasi beragama; 4) metode pengukuran keberhasilan moderasi beragama. Dari 55 responden ada dua agenda yang paling dibutuhkan, yaitu pedoman tehnis dan cara pengukuran keberhasilan moderasi beragama. Dua opsi itu dijawab dengan jumlah yang sama, yaitu masing-masing 18 orang (32,7%). Hanya 5 orang menyatakan narasi penjelasan moderasi beragama yang paling mendesak. Sementara itu ada 14 orang menyatakan yang paling mendesak adalah contoh-contoh praktis moderasi beragama.
Kepahaman Moderasi Beragama Pasca Diklat. Ketika kuisiner disebarkan menjelang akhir kegiatan diklat diharapkan responden mengetahui kondisi awal dan kondisi pasca diklat. 11 orang (20%) menyatakan paham gagasan namun masih bingung dan atau masih bingung untuk mengimplementasikan moderasi beragama (Gabungan responden yang menjawab paham, namun masih bingung dengan yang menjawab masih bingung). Sementara sisanya, 35 orang (80%) menyatakan paham dan siap mewujudkan dalam aksi nyata. Data ini memberi gambaran diklat berhasil menaikkan tingkat kepahaman peserta yang sebelum diklat 54,5% menjadi 80%. Dalam waktu yang sama masih menyisakan 20 orang yang paham dan atau masih bingung.
Optimisme Gagasan Moderasi Beragama. Pertanyaan terakhir tentang optimisme responden dengan gagasan moderasi beragama yang diusung Kementerian Agama. 42 orang (76,4%) dari responden menyatakan sangat optimis dengan gagasan moderasi beragama. Sementara sisanya, 13 orang (23,6%) mengakui ragu dengan gagasan moderasi beragama. Mereka yang ragu berpendapat bahwa gagasan moderasi beragama hanya tema periodik yang ganti pemerintahan akan ganti tema pula; dan ada juga yang tidak berkomentar. Suara 20 % yang ragu, menurut pengkaji adalah fenomena yang wajar dalam konteks kebebasan berpendapat.
Demikian gambaran hasil survei kecil tentang wawasan moderasi beragama di kalangan aparatur sipil negara. Sebagai penutup, pengkaji perlu memberi catatan khusus bahwa gerakan moderasi beragama perlu memperjelas contoh-contoh praktek moderasi beragama. Kembali ke contoh-contoh praktis moderasi beragama, apabila dihubungkan dengan jawaban responden pada item lain, moderasi beragama baru lebih banyak dipahami dalam pengertian toleransi beragama. Padahal indikator moderasi beragama lebih dari sekedar toleransi. Maka ketika ditanyakan contoh-contoh moderasi beragama, peserta diklat masih lebih banyak memahami kegiatan moderasi beragama ke dalam kegiatan-kegiatan rutin seperti dialog tokoh umat beragama, sosialisasi, diklat-diklat. Kegiatan-kegiatan yang cenderung normatif, ritual dan susah diukur keberhasilannya. Contoh-contoh kegiatan yang lebih banyak mengandalkan frekuensi kegiatan sebagai ukuran keberhasilannya. Sesuatu yang berpotensi moderasi beragama hanya sebagai narasi besar dan berpotensi sloganistik.
Beberapa ide contoh-contoh praktek moderasi beragama yang menarik muncul seperti Kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Mahasiswa Lintas Agama, Orang tua Asuh Lintas Agama untuk Pelajar/Mahasiswa, unjuk Kreasi Kolaborasi lintas Agama dalam Perkemahan pemuda lintas Agama; Galeri Moderasi Beragama tingkat Kabupaten Kota; Rumah Moderasi Beragama di Perguruan Tinggi, Pengembangan bersama destinasi Wisata Agama.3 Hanya saja dari masing-masing contoh ini perlu diperjelas lebih lanjut adalah keberhasilan kualitatif yang bisa diukur secara angka, satuan ukurannya apa? meningkat berapa untuk periode tertentu?. Semoga bermanfaat.
Bibliografi
- Kelompok Kerja Kementerian Agama RI. Peta Jalan (Road Map) Penguatan Moderasi Beragama Tahun 2020-2024. Jakarta: Kementerian Agama RI; 2020.
- Syaifudin LH, dkk. Moderasi Beragama. 1st ed. Jakarta: Kementerian Agama; 2019.
- Pelaksana Diklat Moderasi Angkatan I-II-III. Laporan Penyelanggaran Diklat Moderasi Beragama Angkatan I, II dan III. Tangerang Selatan; 2021.
Muhamad Murtadlo/diad