Apakah yang Menyebabkan Istri Gugat Cerai?
Jakarta (28 September 2015). Salah satu permasalahan sosial di masyarakat yang akhir-akhir ini cukup mengkhawatirkan adalah tingginya kasus perceraian. Berdasarkan data Kementerian Agama yang dikutip oleh Republika Online, angka perceraian secara kuantitas mengalami peningkatan. Sementara itu, sebagaimana diberitakan dalam laman http://www.bkkbn.go.id, jumlah perceraian di Indonesia adalah yang tertinggi di Asia.
Fakta diatas menarik perhatian Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama. Menggunakan dana DIPA tahun 2015, lembaga yang diimpin oleh Abd. Rahman Mas’ud mengirimkan para penelitinya untuk menemukan fakta lapangan terkait kasus perceraian, terutama cerai-gugat.
Kustini, peneliti pada Puslitbang Kehidupan Keagamaan beserta Nur Rofiah dari PTIQ Jakarta berkesempatan untuk menelusuri kasus cerai-gugat di Kota Pekalongan. Mereka melakukan penelusuran kualitatif dengan mewawancarai istri yang menggugat cerai ke pengadilan. Riset yang dilakukan di bulan April 2015 kemudian dipubikasikan dengan judul Gugatan Perempuan atas Makna Perkawinan Studi tentang Cerai-Gugat di Kota Pekalongan.
Banyak temuan menarik yang dipaparkan Kustini dan Nur Rofiah. Diantaranya adalah di Pekalongan, sebagaimana terjadi di berbagai tempat lainnya, kasus perceraian didominasi oleh kasus cerai-gugat dibandingkan dengan kasus cerai-talak. Selain itu, penelitian ini juga mengungkap setidaknya 15 permasalahan yang melatarbelakangi munculnya kasus cerai-gugat. Dan diantara permasalahan tersebut, ternyata faktor suami yang tidak memiliki tanggungjawab menjadi faktor dominan terjadinya kasus cerai-gugat.
Lalu, apakah yang membedakan antara cerai-gugat dan cerai-talak? Serta faktor lain apakah yang melatarbelakangi terjadinya kasus cerai-gugat di kota Pekalongan, silahkan disimak di makalah yang dimuat di Jurnal Harmoni Volume 14, No.2 Tahun 2015. Makalah dapat diunduh di sini.[]
ags/rin/ags