ASN DAN EKOTEOLOGI GERAKAN BERSAMA

Sudirman A. Lamadike
Analis SDM Aparatur pada BMBPSDM Kementerian Agama
Jakarta (BMBPSDM)---Membaca tulisan Prof. Muhammad Ali Ramdhani, Kepala Badan Moderasi Beragama dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BMBPSDM) Kementerian Agama tentang Ekoteologi dan Puasa Ramadhan, menjelaskan bahwa Ekoteologi adalah sebuah area teologi yang mengeksplorasi hubungan antara agama dan lingkungan. Ekoteologi berusaha memahami konsep-konsep teologis dan berbagai praktik keagamaan serta kontribusinya terhadap keberlangsungan lingkungan hidup. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya mengintegrasikan nilai-nilai agama dengan kesadaran lingkungan.
Sejalan dengan itu, Penguatan Ekoteologi telah ditetapkan sebagai salah satu program prioritas Kementerian Agama periode 2025–2029, sebagaimana tertuang dalam Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 244 Tahun 2025. Keputusan Menteri Agama ini menegaskan bahwa Penguatan Ekoteologi telah menjadi sebuah kebijakan penting, sehingga semua ASN wajib mengimplementasikan dalam bentuk program kerja maupun setiap tindakan dan perilaku sehari-hari.
Jumlah Aparatusr Sipil Negara (ASN) pada Kementerian Agama saat ini adalah 256.841 orang, terdiri dari 206.947 PNS dan 49.894 PPPK (data SIMPEG, 23 Maret 2025). Jumlah ini menunjukan fakta bahwa jumlah ASN di Kementerian Agama sangat signifikan, sehingga ASN memiliki potensi besar untuk menggerakkan ekoteologi dalam kehidupan bermasyarakat. Ekoteologi dapat dijadikan sebagai sebuah gerakan bersama dalam mewujudkan masyarakat yang peduli terhadap lingkungan, sekaligus memperkuat peran agama dalam upaya pelestarian alam.
Ekoteologi sebagai gerakan bersama harus dipelopori oleh ASN Kementerian Agama sehingga dapat menjadikan ekoteologi sebagai bagian dari identitas Kementerian Agama. Dengan mengedepankan ekoteologi, ASN dapat menunjukkan bahwa agama tidak hanya berfungsi sebagai pedoman spiritual, tetapi juga sebagai landasan untuk mencintai dan menjaga lingkungan.
Dalam kehidupan sehari hari ASN dapat mengimplementasikan ekoteologi dimulai dari hal-hal sederhana seperti pengurangan penggunaan plastik, penanaman pohon, dan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan. Program-program seperti ini dapat diintegrasikan ke dalam kegiatan rutin Kementerian Agama, sehingga menjadi bagian dari budaya organisasi.
Selain itu, ASN juga dapat menjadi agen perubahan dengan mengadakan kegiatan sosial seperti kampanye lingkungan, seminar, dan diskusi publik tentang ekoteologi. Kegiatan ini akan meningkatkan kesadaran masyarakat luas tentang pentingnya menjaga lingkungan dari perspektif agama, sehingga menciptakan gerakan yang lebih luas dan berkelanjutan.
Dalam membangun ekoteologi menjadi sebuah gerakan bersama maka perlu adanya kolaborasi antara ASN Kementerian Agama dengan berbagai stakeholder seperti LSM lingkungan, komunitas agama, dan pemerintah daerah sangat diperlukan untuk memperkuat gerakan ekoteologi. Dengan sinergi ini, gerakan ekoteologi tidak hanya akan menjadi program internal Kementerian Agama, tetapi juga menjadi gerakan nasional yang mampu mendorong perubahan nyata dalam pelestarian lingkungan.
Dengan demikian, jika penguatan ekoteologi dalam konteks Kementerian Agama dijadikan sebagai sebuah GERAKAN BERSAMA dan ASN Kementerian Agama sebagai motor penggeraknya, maka Ekoteologi dapat menjadi kunci untuk mengatasi krisis lingkungan dan membangun kesadaran kolektif untuk melindungi bumi yang kita huni.
(Sudirman A. Lamandike)