ASPEK SOSIAL BUDAYA HAJI KABUPATEN PAMEKASAN MADURA

19 Feb 2007
ASPEK SOSIAL BUDAYA HAJI KABUPATEN PAMEKASAN MADURA

ASPEK SOSIAL BUDAYA HAJI KABUPATEN PAMEKASAN MADURA 

Oleh: Drs. Marzani Anwar
105 halaman
Balai Penelitian Agama dan Kemasyarakatan Jakarta
Departemen Agama RI 1993/1994


Ibadah haji dalam masyarakat telah menjadi salah satu ciri budaya bangsa. Artinya, bahwa aktivitas menunaikan rukun Islam kelima tersebut telah menjadi bagian kehidupan masyarakat dalam berbangsa. Umat Islam sebagai bagian terbe­sar penduduk Indonesia dari berbagai lapisan, golongan dan daerah, memperlihatkan antusiasnya yang besar untuk dapat menunaikan ibadah tersebut.

Tujuan penelitian ini untuk memperoleh pengetahuan tentang salah satu sisi kehidupan beragama di Indonesia dan sekaligus pengenalan kekayaaan budaya Indonesia serta mendapatkan berbagai informasi dan data tentang pengala­man menunaikan ibadah haji dari berbagai pihak di kala­ngan masyarakat Pamekasan.

Metode penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data melalui pengamatan terlibat (participant observation) dan wawancara mendalam (depth interview).

Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa masyarakat Madura,  khususnya masyarakat Pamekasan pada dasarnya adalah masyarakat religius. Terdapat sejumlah indikasi yang mendukung religiousitas tersebut, baik dalam ketaatannya melaksanakan ibadah sehari-hari, pelangsungan tradisi dalam siklus kehidupan, keterikatan dengan petunjuk dan fatwa para Kyai dan tersebarnya sekolah-sekolah agama di berbagai pelosok, seperti pondok pesantren dan madrasah. Akar yang lebih jauh bisa dilihat dari catatan sejarah Pamekasan sendiri, yakni ketika kerajaan Pamekasan berada dalam kekuasaan Ronggo Sukowati.

Ibadah haji sebagai pelaksanaan rukun Islam kelima, dipandang sebagai salah satu prasarat kesempurnaan hidup. Hampir setiap orang, terutama yang sudah dewasa mencita-citakan untuk bisa melaksanakan ibadah tersebut.

Menghormati orang yang akan, sedang dan sepulang menunaikan ibadah haji telah menjadi tradisi yang tak pernah lapuk oleh perubahan waktu. Bentuk upacara sebelum pemberangkatan calon haji adalah dengan membaca barjanzi dan sejenisnya.

Ibadah haji dengan segala macam tradisi yang menyertai, telah ikut memperkuat ikatan-ikatan primordial. Antara lain tercermin dalam keikutsertaan anggota kerabat dan sanak famili dalam upacara-upacara yang dilaksanakan.

Pada awalnya ibadah haji hanya dilaksanakan oleh orang-orang tertentu, yakni mereka yang benar-benar mampu secara finansial. Namun lambat laun, kemampuan berhaji sema­kin melebar. Antara lain karena memang meningkatnya pertum­buhan ekonomi masyarakat, dan terbukanya peluang-peluang baru untuk pergi haji dengan biaya yang relatif kecil atau bahkan tanpa biaya.***

Editor:
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI