Audiensi Puslitbang LKKMO dengan Kejaksaan RI dalam Menangani Kasus Buku Agama “Bermasalah”

18 Des 2023
Audiensi Puslitbang LKKMO dengan Kejaksaan RI dalam Menangani Kasus Buku Agama “Bermasalah”
Penyerahan Dokumen dari Prof. Moh. Isom kepada Ricardo Sitinjak, SH. MH., Selasa (18/12/2023).

Jakarta (Balitbang Diklat)---Kepala Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan, dan Manajemen Organisasi (LKKMO) Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, Prof. Moh. Isom, beserta analis kebijakan melakukan audiensi dengan Ricardo Sitinjak, SH. MH., Direktur Sosial, Budaya, dan Kemasyarakatan pada Jaksa Agung Muda Intelijen Kejaksan Agung di Jakarta, didampingi Rudy Hartono, S.H., M.H. (Kasubdit Peredaran Barang Cetakan dan Media Komunikasi) dan Ramliansyah, SH., MH (Kasi Pengawasan dan Peredaran Barang Cetakan), Selasa (18/12/2023).

 Audiensi tersebut merupakan tidak lanjut pertemuan awal Kejaksaan RI dengan Puslitbang LKKMO (16/11/2023), sekaligus menjawab Surat Kejaksaan Agung Republik Indonesia Nomor: B- 1596/D/Dsb.1/10/2023, perihal “Adanya Peredaran Barang Cetakan berupa Buku dengan judul “Irsyadul ‘Ibad Ila Sabilirrasyad (PETUNJUK KE JALAN LURUS) yang berisikan ujaran kebencian terhadap Instansi Bea Cukai”.

 Tanggapan resmi Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama terkait buku tersebut disimpulkan sebagai berikut:

 Pertama, berdasarkan ketentuan PMA Nomor 9 Tahun 2021 tentang Pengesahan Standar Mutu Buku Umum Keagamaan, buku terjemahan itu dapat dikategorikan sebagai buku umum keagamaan karena dicetak untuk konsumsi publik. Untuk itu, PLKKMO dan Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama telah melakukan komunikasi dan koordinasi dalam menanggapi “aduan” dari Kejaksaan RI. Sebab, buku tersebut diperjual belikan di toko buku maupun secara online di beberapa daerah seperti Aceh, Jawa Barat, Jawa Tengah, Bengkulu, Jambi, Kalimantan Timur, dan lainnya sehingga dapat menimbulkan gangguan ketertiban dan ketenteraman umum.

 Kedua, di Indonesia, tugas dan fungsi bea cukai telah diatur dalam UU 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, dan UU 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas UU 11 Tahun 1995 tentang Cukai. Sedangkan menurut khazanah ilmu ekonomi Islam, istilah bea cukai dipadankan dengan istilah ‘usyur. Bea cukai terhadap keluar masuknya barang yang melalui wilayah pabean Indonesia adalah sah dan dapat dibenarkan, namun dengan syarat ditujukan untuk kepentingan umum (kemaslahatan ummat). Praktik bea cukai menjadi ilegal jika pihak terkait melakukan pungutan secara liar, zalim (semena-mena), dan tidak berkeadilan.

 Ketiga, tema atau “BAB: MENCELA PEGAWAI BEA CUKAI (YG PUNGLI)” yang menyertakan beberapa hadis berisi “peringatan keras” terhadap pegawai bea cukai itu tidak berlaku secara umum, tetapi hanya ditujukan kepada oknum yang melanggar peraturan perundangan-undangan dalam melaksanakan tugasnya, yaitu melakukan “pungutan liar”.

 Keempat, ditemukan indikasi bahwa buku terjemahan ini dicetak untuk kalangan terbatas karena belum memiliki ISBN. Buku tersebut juga belum memenuhi syarat sebagai buku yang layak terbit untuk konsumsi publik, antara lain berdasarkan: (a) Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2021 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam; (b) Permendikbudristek Nomor 22 Tahun 2022 tentang Standar Mutu Buku, Standar Proses dan Kaidah Pemerolehan Naskah, serta Standar Proses dan Kaidah Penerbitan Buku; dan (c) Permendikbudristek Nomor 16 Tahun 2023 tentang Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Perizinan Berusaha untuk Penerbitan Buku.   

 Melalui forum ini, Puslitbang LKKMO dan Kejaksaan Republik Indonesia telah menyepakati komitmen dan rencana kerjasa sama dalam rangka pelayanan dan pengawasan terhadap literasi keagamaan umat yang lebih moderat, mencerdaskan, dan berkualitas antara lain melalui: 

 Pertama, membangun komitmen, sinergi, dan koordinasi yang lebih intensif dalam merespons peredaran buku agama maupun kontens keagamaan yang dianggap bermasalah atau meresahkan masyarakat, baik yang bersifat cetak maupun elektronik (digital).

 Kedua, Puslitbang LKKMO akan/sedang menuangkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan, dalam hal ini Peraturan Menteri Agama terkait buku agama dan keagamaan yang dianggap “bermasalah” terutama di tahun ini. Hal tersebut diperkuat oleh rekomendasi beberapa lembaga negara seperti DPD RI dan Kejaksaan RI yang mengusulkan agar urusan perbukuan agama di Kementerian Agama dilakukan melalui “satu pintu”. Artinya, mesti ada satu organisai/unit kerja yang mengurus buku dari hulu ke hilir mulai dari penyusunan, penilaian, penerbitan, pendistribusian, pengawasan, dan penggunaannya.

 Ketiga, selain dengan Kementerian Agama, dalam hal ini Kejaksaan RI perlu melakukan pendalaman dan konsultasi dengan pemangku kepentingan, terutama Ditjen Bea dan Cukai Indonesia, MUI Pusat, dan IKAPI Pusat sebelum mengambil keputusan yang memiliki kekuatan hukum.   

 Keempat, Kejaksaan RI dapat melakukan upaya persuasif terhadap penerbit ”Darussaggaf” P. P. Alawy Surabaya, dengan mengedepankan asas praduga tak bersalah karena tidak menutup kemungkinan bahwa buku tersebut dicetak atau digandakan secara sepihak oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

 Terkait kasus perbukuan di atas,  sekaligus sebagai upaya menindaklanjuti pesan Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, PLKKMO telah menyelenggarakan kegiatan Review PMA 9 Tahun 2018 tentang Buku Pendidikan Agama, 8-10 November 2023 di Bogor. Hasil review tersebut menjadi rangkabahan masukan dalam perumusan Draf PMA tentang Buku Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, yang telah diagendakan pembahasannya secara intensif mulai awal  2024 mendatang. (ridwanbus/Barjah/bas)

Penulis: Ridwan Bustamam
Sumber: Puslitbang Lektur
Editor: Barjah dan Abas
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI