Dai dan DKM Penggerak Moderasi Beragama
Ciputat (Balitbang Diklat)---Dai dan DKM memiliki posisi penting yang dapat menggerakkan masyarakat untuk meneguhkan dan membangun moderasi beragama di tempat dan komunitasnya masing-masing.
Hal tersebut disampaikan Kepala Badan (Kaban) Litbang dan Diklat (Balitbang Diklat) Kementerian Agama, Prof. Suyitno, saat membuka Pelatihan Penggerak Penguatan Moderasi Beragama bagi Dai Kebangsaan dan Dewan Kemakmuran Masjid di tingkat provinsi di Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan Ciputat, Tangerang Selatan, Senin (3/7/2023).
Lebih lanjut, Kaban menjelaskan alasan pentingnya penguatan moderasi beragama dan mengapa Kementerian juga harus memberikan insight kepada kawan-kawan dai termasuk Pengurus Dewan Kemakmuran Masjid. Menurutnya, moderasi beragama bertujuan membuat umat supaya teduh secara internal dan harmoni secara eksternal.
“Saya meyakini kalau pengurus DKM dan dai semuanya pasti sudah moderat. Namun, kita harus memperhatikan jika ada tokoh umat, yang mengekspresikan agamanya dengan cara selalu menyalahi agama umat lain bahkan sampai mengafirkan saudaranya sendiri, itulah yang problem,” ungkap Kaban.
“Kita harus cermat, jika ada tokoh yang mengaku pendakwah atau ustaz, namun yang disyiarkannya adalah kebencian dan hujatan, menyalahkan pihak tertentu, yang kemudian disebarkan ke sosial media hingga ramai kemana-mana sehingga menyebabkan disharmoni. Maka itu bukanlah role model kita,” imbuhnya.
Dalam Islam, kata Kaban, tokoh yang patut dan wajib diikuti yaitu Rasulullah saw. Rasul mengajarkan toleransi, kelembutan, dan kasih sayang. Hal ini bertolak belakang dengan sifat yang menghujat dan menyebarkan kebencian.
“Islam adalah agama yang sangat inklusif. Semua manusia darimana pun dan latar belakang apa pun boleh mempelajari Qur’an dan menjalankan ajaran Nabi. Jadi tidak eksklusif umat Islam saja yang punya. Tentunya boleh bagi umat lain mendapatkan kebermanfaatan dari Islam. Dalam hal ini, Islam sudah mengajarkan kita moderasi beragama. Jangan sampai kita salah memahami ajaran Islam yang indah dan inklusif ini sehingga menjadi sesuatu yang sebaliknya,” ungkap Guru Besar UIN Raden Fatah Palembang ini.
Memasuki tahun politik, Kaban mengimbau untuk memastikan masjid dalam posisi netral dan tidak dijadikan ajang politisasi. Moderasi beragama, kata Kaban, juga mendorong tumbuhnya kesadaran mengenai apa yang harus dilakukan sebagai umat beragama yang baik namun juga mampu membedakan apa yang “digoreng” demi keuntungan pihak tertentu.
“Jangan sampai pengurus DKM menjadi seperti pengurus partai politik. Hal ini bukan berarti moderasi beragama melarang individu masuk partai politik, namun yang dilarang adalah mempolitisasi di tempat ibadah,” tegas Kaban.
Menurut Kaban, masjid adalah tempat ibadah dan agama tidak sepatutnya dijadikan bahan politisasi. Politisasi berpotensi menyebabkan umat saling menyerang demi mencapai tujuan untuk mengunggulkan pihak tertentu dan berpotensi menyebabkan disharmoni, perpecahan, ataupun kebencian.
“Saya berharap setelah mengikuti pelatihan ini, peserta dapat menguatkan dan mencontohkan dalam masyarakat bahwa moderasi beragama memiliki sifat yang saling menghargai dan menyayangi,” pungkas Kaban. (Kusuma/bas/sri)