DESKRIPSI POTENSI KERUKUNAN DAN KONFLIK ANTAR UMAT BERAGAMA DI DAERAH TRANSMIGRASI KINALI

15 Jan 2007
DESKRIPSI POTENSI KERUKUNAN DAN KONFLIK ANTAR UMAT BERAGAMA DI DAERAH TRANSMIGRASI KINALI

DESKRIPSI POTENSI KERUKUNAN DAN KONFLIK ANTAR UMAT BERAGAMA DI DAERAH TRANSMIGRASI KINALI

 

Tim Puslitbang Kehidupan Beragama

2006

 

Kinali merupakan salah satu kecamatan, yang terdapat di Kabupaten Pasaman Barat Propinsi Sumatera Barat. Masyarakat Kinali pada mulanya adalah masyarakat yang homogen, baik dari sisi adat maupun agama. Masyarakat Kinali adalah bagian dari masyarakat adat Minangkabau yang menganut agama Islam. Bahkan, pada masa lalu Kinali dikenal sebagai wilayah otonomi khusus dari pemerintahan kerajaan Minangkabau di Pagaruyung dengan status "Dipertuan Kinali" yang identik dengan pemegang teguh adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah.Kecamatan Kinali terdiri dua kenagarian yaitu Nagari Kinali dan Nagari Mandiangin Katiagan, dan yang menjadi lokasi transmigrasi hanya Nagari Kinali dengan jumlah penduduk 47.024 jiwa. (Data Statistik Kab. Pasaman : 2004)

Dari segi etnik, Kinali kini dihuni oleh minimal tiga etnik yakni Minang (30 %), Jawa (60%), dan Batak-Mandahiling (8%), etnik lainnya (2%). Tiap-tiap etnik yang ada tentu saja mempunyai nilai sosial budayanya masing-masing. Begitu pula dari segi agama, daerah yang tadinya hanya dihuni oleh masyarakat Islam, sekarang dihuni oleh masyarakat agama Islam dan Kristen. Pengikut Islam 96,98%, Kristen Katholik 1,17%, Kristen Protestan 2.06% dan lain-lain 0,01%.

Dalam kurun waktu terakhir paling tidak, telah terjadi beberapa kali konflik terbuka antara masyarakat yang beragama Islam dengan masyarakat Kristen. Antara lain peristiwa yang terjadi di Bangun Rejo, yaitu penolakan masyarakat terhadap pembangunan gereja yang berdekatan dengan masjid pada tahun 1992. Selanjutnya amuk massa yang terjadi pada 19 Juli 2000 di Pasar Tempurung. Peristiwa yang terakhir ini pada mulanya diduga juga merupakan konflik antar penganut agama. Namun, kemudian diketahui sebagai konflik antar etnis, yakni etnis pendatang dan etnis pribumi.

Di balik konflik yang terjadi, baik agama atau etnis, masyarakat Kinali tetap merupakan suatu masyarakat yang punya ikatan sosial yang membuat mereka tetap hidup dalam suatu tatanan masyarakat, yakni masyarakat Kinali. Dengan kata lain heterogenitas, atau kemajemukan yang terdapat dalam masyarakat tidak selamanya membawa konflik, melainkan juga telah memperlihatkan fungsi positifnya dengan menciptakan keharmonisan.

Berkenaan dengan permasalahan di atas, penelitian ini berusaha mengetahui bagaimana persoalan pembagian sumber daya ekonomi dan persoalan politik tersebut terdapat dalam masyarakat Transmigrasi Kinali, bagaimana potensi-potensi konflik dan potensi-potensi kerukunan itu terdapat di sana, akan menjadi fokus dalam penelitian ini. Akhir dari penelitian ini akan mencoba menyusun format pembinaan kerukunan hidup antar umat beragama di Kinali Pasaman Barat.

Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif ini dinilai sangat relevan dengan penelitian ini karena memiliki karakteristik paradigma naturalistik yang berkaitan dengan potensi konflik dan kerukunan yang beruhubungan dengan interaksi sosial masyarakat di Kinali.

 

Beberapa kesimpulan yang penting dalam hasil penelitian ini, antara lain :

· Bahwa masyarakat Kinali yang majemuk, baikdari segi agama maupun dari segi etnik, tidak bebas dari konflik begitu pula sebaliknya, yakni kerukunan. Adapun faktor yang dapat memicu terjadinya konflik sosial di Kinali adalah 1) Pemahaman keagamaan yang sempit. 2) Terabaikannya Norma yang dianut, 3) Tokoh Agama Pendatang, 4) Kesenjangan Ekonomi.

· Sebaliknya, faktor pendorong terwujudnya kerukunan, antara lain adalah 1) Ajaran Agama yang Luhur, 2) Pengakuan Adat terhadap warga Pendatang, 3) Budaya Plural, 4) Rasa Nasionalisme, 5) Kepemimpinan yang Moderat.

· Format Pembinaan Kerukunan dapat ditawarkan dua model, pertama model dialog dan kedua model supremasi hukum.

 

Rekomendasi

· Peran tokoh agama sangat signifikan dalam mengarahkan keberagamaan umat tokoh agama dituntut memerankan fungsi agama sebagai kemaslahatan manusia. Mereka harus mengembangkan interpretasi (tafsir) yang memiliki semangat perdamaian dan kerukunan antar umat beragama. Pengembangan interpretasi semacam ini akan mampu mencerahkan keberagamaan umat. Sehingga ajaran agama-agama terutama masalah ketuhanan menjadi fungsional, bahkan mampu menciptakan kedamaian, keadilan, toleransi dan nilai-nilai kemanusiaan lainnya dalam kehidupan bermasyarakatan dan berbangsa.

· Lebih jauh pemerintah bersama tokoh agama dan masyarakat, bersama-sama membina tradisi dialog antar tokoh dan umat beragama, yang diharapkan dapat menyelesaikan berbagai permasalahan yang timbul. Tradisi ini harus diwujudkan dalam suatu lembaga bersama lintas suku, etnis dan agama.

· Oleh sebab itu perlu diwujudkan pada masyarakat transmigrasi Kinali adalah keberagamaan yang benar-benar tulus. Yakni memegang teguh keyakinan sebagai umat Islam, namun tetap menghargai pemeluk agama lain. Karena perbedaan keyakinan/kemajemukan merupakan suatu keniscayaan dan hendaknya dipahami oleh segenap komponen bangsa, sehingga kemajemukan tadi dapat dielaborasi menjadi sebuah kekuatan pemersatu.

 

 

Editor:
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI