Eksistensi Madrasah Diniyah dan Peran Kementerian Agama
Jakarta (9 Juni 2015). Negara memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan bagi warga negaranya, tak terkecuali pendidikan. Berdasarkan undang-undang Dasar (UUD) 1945 pasal 31, negara memiliki kewajiban konstitusi untuk memenuhi kebutuhan warga negara dalam hal pendidikan.
Pasal 31 ayat (1) UUD 1945 (Amandemen keempat) menyebutkan bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”. Itu artinya, pendidikan merupakan hak dasar warga negara yang harus dijamin dan dilindungi oleh negara. Selanjutnya, pada pasal 31 ayat (3) menyatakan“Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistim pengajaran nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang”, yang mengandung makna selain menjamin dan melindungi hak pendidikan, negara juga berkewajiban untuk menyediakan sarana dan prasarana pendidikan yang dituangkan dalam lembaga pendidikan dengan system penyelenggaraan yang sifatnya nasional.
Kewajiban negara dalam menyediakan fasilitas pendidikan dipertegas dengan kewajiban konstitusi yang harus dijalankan oleh negara untuk menyediakan anggaran sekurang-kurangnya sebanyak 20% dari APBN dan APBD. Selanjutnya pelaksanaan pendidikan nasional dijabarkan dan diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Sebagai negara yang berlandaskan semangat keagamaan, pendidikan agama dan keagamaan bagi warga negara tak lepas dari kewajiban negara. Berdasarkan Pasal 31 ayat (3) UUD 1945 (Amandemen keempat) secara jelas dinyatakan bahwa tujuan pendidikan adalah meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia.
Secara formal, pemerintah menyelenggarakan system pendidikan berbasis agama dalam lembaga pendidikan madrasah. Terdapat tiga jenjang madrasah yang dikelola pemerintah. Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang setara dengan Sekolah Ddasar (SD), Madrasah Tsanawiyah (MTs) setara dengan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Aliyah (MA) yang sejajar dengan Sekolah Menengah Atas (SMA).
Selain pendidikan formal, pelajaran agama juga diselenggarakan oleh sekolah non formal yang dikelola oleh masyarakat. Salah satu lembaga pendidikan non formal adalah Madrasah Diniyah Takmiliyah (Sering disingkat dengan Madrasah Diniyah) yang dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 13 Tahun 2014 disebut sebagai lembaga pendidikan non formal.
Madrasah Diniyah diselenggarakan sepenuhnya oleh mayarakat baik secara perorangan, melalui pondok pesantren maupun melalui perkumpulan/yayasan. Dapat dikatakan bahwa Madrasah Diniyah adalah lembaga pendidikan “dari, oleh dan untuk rakyat”.
Meskipun Madrasah Diniyah murni dikelola oleh swasta, namun sebagai bagian dari pemerintah, Kementerian Agama sudah selayaknya tidak mengabaikan keberadaan Madrasah Diniyah. Hal ini karena Madrasah Diniyah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan nasional.
Namun demikian, temuan lapangan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Abd. Muin, peneliti pada Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat menunjukkan bahwa pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama sangat minim memberikan perhatian dan pembinaan terhadap keberadaan Madrasah Diniyah. Dengan mengambil sampel Madrasah Diniyah di Yogyakarta, Muin meneliti tingkat efektifitas pembinaan yang dilakukan oleh Kementerian Agama pada Madrasah Diniyah.
Apa sajakah yang jadi temuan Muin sehingga ia menyimpulkan bahwa Kementerian Agama masih sangat minimalis dalam melakukan pembinaan Madrasah Diniyah, serta fakta-fakta apakah yang ditemukan oleh Muin, silahkan pembaca simak selengkapnya pada artikel yang berjudul "Efektifitas Pembinaan Madrasah Diniyah di Kota Yogyakarta" yang dimuat di Jurnal Edukasi Volume 12, Nomor 3, September-Desember 2014. Silahkan diunduh di Efektifitas Pembinaan Madrasah Diniyah di Kota Yogyakarta.[]
ags/rin/ags