Ekspresi Moderasi Beragama Berbasis Budaya Butuh Inovasi Pendekatan

26 Agt 2023
Ekspresi Moderasi Beragama Berbasis Budaya Butuh Inovasi Pendekatan
Kaban Suyitno pada kegiatan Seminar Penguatan Ekspresi Moderasi Beragama Berbasis Budaya di Kalangan Siswa Tahun 2023, di Tamarin Hotel, Jakarta, Jumat (25/8/2023).

Jakarta (Balitbang Diklat)---Kepala Badan (Kaban) Litbang dan Diklat Kementerian Agama Prof. Suyitno mengatakan ekspresi Moderasi Beragama (MB) berbasis budaya perlu dibangun melalui inovasi pendekatan yang bisa memberikan perspektif baru, khususnya dari pandangan siswa maupun madrasah. Hal itu bertujuan untuk menghadirkan orisinalitas dalam mempraktikkan Moderasi Beragama.

“Saatnya sekarang Moderasi Beragama itu harus diinovasi dengan berbagai pendekatan. Harapan saya, hasil ini dapat memberikan perspektif baru, bagaimana kemudian pengarusutamaan MB dalam perspektif madrasah dari rekomendasi bapak/ibu sekalian. Nantinya inovasi tersebut merupakan hasil yang orisinal dari mereka, genuine dari gagasan mereka. Bagaimana mereka memahami Moderasi Beragama dari perspektif yang mereka pahami sekaligus mereka praktikkan,” ujarnya

Kaban menyampaikan hal tersebut pada kegiatan Seminar Penguatan Ekspresi Moderasi Beragama Berbasis Budaya di Kalangan Siswa Tahun 2023 yang diseleggarakan Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan, di Tamarin Hotel, Jakarta, Jumat  (25/8/2023).

Lebih lanjut, Kaban Suyitno mengatakan penting bagi peneliti dan pengkaji untuk memahami perbedaan konteks budaya dengan seni budaya dalam pendekatan Moderasi Beragama. “Seni budaya lebih mengekspresikan rasa, ujung-ujungnya estetika, seni itu estetik. Kalau budaya lebih pada produk tradisi yang turun-temurun. Jika akomodasi terhadap budaya itu adalah satu hal, maka akomodasi terhadap seni budaya adalah hal yang lain,” ungkap Guru Besar UIN Raden Fatah Palembang ini.

“Jangan sampai, misalnya, ada kesan ketika mereka pahamnya hanya hadrah. Kalau di Ponorogo tidak tahu reog berarti mereka tidak akomodatif terhadap seni budaya lokal. Berarti mereka lebih akomodatif atau setidaknya lebih popularistik terhadap seni,” sambungnya.

Pada kesempatan ini, Kaban Suyitno menegaskan bahwa pendekatan Moderasi Beragama terhadap siswa jangan disamakan dengan pendekatan di lingkungan Sekretariat Jenderal. Kaban menjelaskan bahwa pemikiran Gen Z dan milenial jelas berbeda dengan generasi dahulu.

“Anak muda itu kan inginnya gagasan dia bukan gagasan kita. Sifatnya bukan top-down tapi lebih pada bottom-up. Mereka laksanakan jika itu idenya mereka. MB yang di buku putihnya Kemenag itu adalah MB yang kita inginkan, belum tentu hal itu yang diinginkan oleh Gen Z dan generasi milenial. Jika nanti hasil akhirnya adalah invite itu semakin memperkuat kalau ternyata bukan itu yang diinginkan anak-anak muda,” tegas Kaban. (Ilda/bas/sri)

Sumber: Ilda
Editor: Abas/Sri Hendriani
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI