Era 5.0 Tantangan Baru bagi Pemuka Agama

Ciputat (BMBPSDM)---Pusat Pengembangan Kompetensi (Pusbangkom) Sumber Daya Manusia (SDM) Pendidikan dan Keagamaan Kementerian Agama RI kembali mempersembahkan Refleksi, Edukasi, dan Berbagi Obrolan Inspiratif (Obsesi) seri kelima.
Mengusung tema “Agama di Era Teknologi 5.0: Masih Relevankah?,” diskusi menghadirkan narasumber dari Komisi Hubungan Antaragama Persekuatan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) Martin Lukito Sinaga dan widyaiswara Pusbangkom SDM Efa Ainul Falah dan Solahudin Siregar.
Mengawali diskusi, Efa menjelaskan bahwa adaptasi ajaran agama adalah suatu keniscayaan di era digital ini. Menurutnya, dalam Islam terdapat konsep kontekstualisasi ajaran agama.
"Ajaran agama adalah norma yang hidup dan dinamis, bukan sesuatu yang kaku. Hukum-hukum agama (fikih) dapat disesuaikan dengan dinamika zaman dan tempat,” ujarnya di Ciputat, Rabu (19/3/2025).
Era 5.0 menghadirkan tantangan tersendiri bagi otoritas agama. Dengan akses mudah ke informasi melalui internet, setiap orang dapat menafsirkan ajaran agama sesuai pemahaman mereka sendiri.
Martin Lukito Sinaga mencontohkan bagaimana Gereja Kristen beradaptasi dengan pelaksanaan sakramen di masa pandemi COVID-19, serta bagaimana kini kita hidup di era kecerdasan buatan yang lebih sempurna.
"Otoritas agama terletak pada kemampuan agama untuk menjawab kebutuhan manusia di era ini,” tuturnya.
Martin juga menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara relevansi ajaran agama dengan identitas agama yang tidak bisa diubah. Agama harus mampu menjawab kebutuhan manusia di era modern, dengan tetap berpegang pada prinsip-prinsip dasar.
"Kita tidak boleh terlalu terpaku pada identitas yang tidak bisa berubah sehingga mengabaikan relevansi ajaran agama,” pungkasnya.
Diskusi ini memberikan wawasan yang berharga tentang bagaimana agama dapat tetap relevan di era digital. Adaptasi dan keterbukaan terhadap perubahan menjadi kunci untuk menjaga eksistensi agama di tengah kemajuan teknologi yang pesat.
Halimah Dwi Putri