Faried Saenong: MB Berperan Penting dalam Diplomasi Luar Negeri

20 Nov 2024
Faried Saenong: MB Berperan Penting dalam Diplomasi Luar Negeri
Staf Khusus Menteri Agama Republik Indonesia Faried Fachrudin Saenong (paling kiri) dalam Seminar Penguatan Moderasi Beragama bagi Civitas Akademika di Perguruan Tinggi yang diselenggarakan Balai Litbang Agama (BLA) Semarang di Gedung Research Center, Lantai 11, Kampus ITS Surabaya, Rabu (20/11/2024.

Surabaya (BMBPSDM)---Staf Khusus Menteri Agama Republik Indonesia Faried Fachrudin Saenong menekankan pentingnya memperkuat konsep Moderasi Beragama (MB) dalam kehidupan beragama di Indonesia. MB bukanlah tuduhan atau prasangka terhadap kelompok tertentu, melainkan pendekatan untuk memperkuat nilai-nilai kebangsaan dan keberagamaan.

 

"Apa yang kita lakukan saat ini adalah berbagi pemahaman, tanpa prasangka atau tuduhan bahwa membahas MB berarti ada yang tidak moderat. Justru ini adalah langkah penguatan," ujarnya.

 

Hal tersebut dikemukakan Faried Saenong dalam Seminar Penguatan Moderasi Beragama bagi Civitas Akademika di Perguruan Tinggi yang diselenggarakan Balai Litbang Agama (BLA) Semarang di Gedung Research Center, Lantai 11, Kampus ITS Surabaya, Rabu (20/11/2024.

 

Menurut Faried Saenong, Moderasi Beragama merupakan cara pandang, praktik, dan sikap yang perlu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. MB mengajarkan setiap individu untuk memahami agamanya secara mendalam, sambil tetap menghormati prinsip-prinsip dasar kehidupan beragama.

 

Dalam Islam, prinsip maqasid al-shariah (tujuan syariah) menjadi pedoman penting, yang mencakup perlindungan atas agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. "Jika ada ajakan yang melanggar lima prinsip ini, tinggalkanlah. Setelah itu, diskusikan dan pelajari bersama para tokoh agama," sambungnya.

 

Lebih lanjut, Faried Saenong menekankan bahwa Moderasi Beragama juga berperan penting dalam diplomasi luar negeri Indonesia. Islam Indonesia yang moderat telah menjadi soft power dalam menjembatani hubungan antaragama dan antarnegara.

 

"Tugas Timur Tengah dalam melahirkan agama-agama telah selesai. Kini, tugas kita adalah menjadikan agama-agama ini sebagai pionir perdamaian," tambahnya.

 

Faried Saenong juga mencontohkan Deklarasi Istiqlal, sebuah inisiatif kolaboratif yang melibatkan Imam Besar Masjid Istiqlal dan Paus Fransiskus. Deklarasi ini menyoroti isu perdamaian, lingkungan, dan diplomasi agama. "Kerja sama lintas agama seperti ini menunjukkan bahwa Moderasi Beragama adalah jembatan untuk menciptakan harmoni global," ungkapnya.

 

Dengan pendekatan ini, Faried Saenong berharap Moderasi Beragama dapat terus menjadi landasan kokoh bagi Indonesia dalam membangun masyarakat yang harmonis, baik di tingkat nasional maupun global.

 

Sementara itu, Ketua Dewan Profesor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Imam Robandi mengatakan moderasi beragama sebagai kunci dalam menjaga keharmonisan di tengah keberagaman di Indonesia. 

 

"Istilah moderasi dan deradikalisasi sebenarnya sudah lama muncul. Hal ini seharusnya menjadi refleksi bagi kita: apakah bangsa Indonesia tidak rukun? Padahal, Indonesia sejak awal dibangun sebagai bangsa yang rukun. Namun, egoisme menjadi sumber masalah dalam berbagai aspek," paparnya.

 

Imam menegaskan bahwa tantangan moderasi beragama masih nyata, terutama dengan adanya sikap ekstrem di kalangan mahasiswa, yang menunjukkan kurangnya pemahaman akan makna keberagaman.

 

"Sebagai contoh, ada mahasiswa ITS yang enggan masuk rumah hanya karena ibunya belum memakai jilbab. Sikap-sikap seperti ini menjadi persoalan. Kita perlu membangun semangat menikmati keberagaman sebagai bagian dari identitas bangsa Indonesia," jelasnya.

 

Imam juga menegaskan peran budaya dalam mempererat persatuan masyarakat. "Budaya adalah alat yang efektif untuk menyatukan, karena budaya cenderung menghindari hal-hal yang tidak selaras dan mengutamakan kesamaan," tambahnya.

 

Terakhir, Imam mengajak seluruh elemen di lingkungan akademik, termasuk dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa, untuk bersinergi dalam menciptakan keberagaman yang harmonis. "Mengajak kepada kebaikan bukan hanya tanggung jawab individu, melainkan juga tugas bersama," pungkasnya. (Fathurrozi)

   

 

Penulis: M. Fathurrozi
Sumber: BLA Semarang
Editor: Abas dan Sri Hendriani
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI