Gen Z Agen Utama Moderasi Beragama
Yogyakarta (Balitbang Diklat)--- Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan (BALK) Kemenag bekerja sama dengan Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian (PSKP) Universitas Gadjah Mada (UGM) menyelenggarakan International Conference on Religious Moderation. Kegiatan mengusung tema bertempat di University Club (UC) UGM Yogyakarta, Jumat (28/10/2022).
Seminar mengusung tema Gen Z as the Agent of Religious Moderation dengan menghadirkan beberapa narasumber, yakni Kepala Badan Litbang dan Diklat Kemenag (Kaban) Prof. Suyitno, Mark Woodward dari Arizona State University, Alissa Wahid, dan Achmad Munjid.
Kaban Suyitno, saat didaulat menjadi keynote speaker mengatakan para generasi muda dapat menjadi agen yang mendiseminasikan gejala ekstrimisme dan gejala intoleransi di berbagai segmen dan agama. “Bukan hanya di kalangan internal saja, bahkan generasi muda bisa speak up lintas negara seperti di India, Myanmar, dan Indonesia,” ujarnya.
Menurut Kaban, terdapat dua faktor utama yang perlu diperhatikan dalam melihat hal tersebut. Pertama, sifat internal dari agama itu sendiri. Kedua, faktor eksternal yang dominan berpengaruh.
Pada kesempatan itu pula, Kaban mengisahkan sejarah perang Salib yang terjadi hampir dua abad yakni akhir abad ke-11 hingga akhir abad ke-13. Sebuah perang yang mengatasnamakan agama karena menggunakan simbol-simbol agama.
“Pada Perang Salib, yang sesungguhnya terjadi adalah adanya berbagai kepentingan, seperti kepentingan politik, kepentingan ekonomi, dan status sosial,” ungkap pria kelahiran Tulungagung ini.
Sekali lagi, ujar Kaban, agama dijadikan sebagi trigger, bahkan agama digunakan untuk upaya provokasi. “Dalam kondisi ini, kita harus berhati-hati, sebab problem keagamaan yang mudah disulut sangat potensial digunakan oleh pihak tertentu. Terutama untuk justifikasi tiga hal, yakni isu politik, isu perdagangan, dan isu relasi kuasa,” tegasnya.
Lebih lanjut, Kaban Suyitno mengungkapkan aspek agama bukan menjadi pemicu intoleransi, justru agama harus menjadi inspirasi. “Kalau agama dijadikan justrifikasi akan sangat berbahaya,” ungkapnya.
Pada akhir paparannya, Kaban Suyitno sempat membahas Kebijakan moderasi beragama. Kebijakan ini telah masuk ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
“Semangat moderasi beragama gencar disosialisasikan ke berbagai kalangan. Harapannya dapat menciptakan kehidupan keagamaan yang lebih toleran, saling asih, asah, asuh, saling menghargai, dan melindungi,” pungkasnya.[]
Barjah/diad