Guru Harus Memiliki Modal Kepribadian Berkarakter, Guru Wajib Moderat

10 Feb 2023
Guru Harus Memiliki Modal Kepribadian Berkarakter, Guru Wajib Moderat
Kepala Balitbang Diklat Prof. Suyitno saat menyampaikan materi Pelatihan Pelatihan Metodologi Pembelajaran di Wilayah Kerja Kantor Kementerian Agama Kabupaten Kediri, Kamis (9/2/2023).

Kediri (Balitbang Diklat)---“Guru harus memiliki modal kepribadian yang berkarakter. Karena dalam proses belajar, guru bukan hanya berperan sebagai penyalur ilmu pengetahuan, melainkan juga bertanggung jawab terhadap pembentukan dan perkembangan kepribadian siswa,” ujar Kepala Badan (Kaban) Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI Prof. Suyitno di hadapan peserta Pelatihan Metodologi Pembelajaran di Wilayah Kerja Kantor Kementerian Agama Kabupaten Kediri, Kamis (9/2/2023).

Menurut Kaban, kompetensi kepribadian berkarakter yang wajib dimiliki guru adalah disiplin, rela berkorban, ikhlas, dan profesional. Kemampuan tersebut akan menjadikan guru sebagai teladan bagi anak didiknya.

“Guru wajib moderat,” lanjut Kaban.

Moderasi beragama kini menjadi simbol perekat segala bentuk keragaman agama dan kepercayaan di Indonesia. “Menjadi hal penting menghadirkan sosok guru yang moderat sebelum menyampaikan dan mengimplementasikan nilai-nilai moderasi kepada peserta didik,” ujarnya.

Kaban memaparkan empat indikator moderasi beragama, yaitu komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan, dan penerimaan terhadap tradisi. “Komitmen kebangsaan termasuk cinta tanah air menjadi hal mendasar yang harus dimiliki guru agar dapat menyampaikan nilai-nilai kebangsaan sesuai Pancasila,” katanya.

Dalam hal toleransi, Kaban menyampaikan bahwa guru wajib menjadi agen moderasi beragama. “Selain mengimani agamanya sendiri, seseorang harus memahami bahwa ada agama yang berbeda tanpa harus menyeret ke arah perselisihan. Inilah yang kemudian kita ajarkan pada anak-anak kita,” imbau Kaban.

Kaban melanjutkan, poin penting dalam moderasi beragama adalah tidak menggunakan perusakan dan kekerasan atas nama agama. “Tidak ada satu agama pun yang mengajarkan kekerasan,” ungkapnya.

Menurutnya, guru harus turut mengambil peran dalam menolak kekerasan. “Jika ada isu kekerasan terutama yang menyangkut agama disebarkan melalui media sosial, tidak patut guru turut menyebarkan sebelum tahu kebenarannya,” katanya.

Dalam menjelaskan indikator penerimaan terhadap tradisi, Kaban mengambil contoh kebiasaan hidup di Jawa yang berbeda dengan kebiasaan masyarakat yang tinggal di Bali atau Maluku. Adat kebiasaan yang berbeda tersebut bukan masalah, tetapi justru menjadi ciri khas yang tidak dimiliki oleh bangsa lain.

Guru menjadi salah satu komponen penguat bangsa. Sosok guru, terutama guru pendidikan agama harus mampu membuat siswa menyadari kebhinekaan Indonesia. “Yang harus kita tanamkan pada pemahaman siswa, jangan sampai keragaman ini menjadi sebab terpecahnya bangsa,” ujar Kaban menutup arahannya.

Wikaning/diad

Penulis: Wikaning Tri Dadari
Editor: Dewi Indah Ayu
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI