Hak Beragama dan Komitmen Kebangsaan Jadi Tantangan Setiap Warga Negara
Kudus (Balitbang Diklat)---Plt. Sekretaris Badan (Sesban) Litbang dan Diklat, Prof. Arskal Salim, mengatakan Indonesia negara yang sangat akrab dalam beribadah, dan kebebasan beragama dijamin oleh negara. Indonesia adalah negara bermasyarakat religius dan majemuk, meskipun bukan negara agama. Masyarakat lekat dengan kehidupan beragama dan kemerdekaan beragama dijamin oleh konstitusi. Maka, menjaga keseimbangan antara hak beragama dan komitmen kebangsaan menjadi tantangan bagi setiap warga negara.
Arskal mengatakan hal tersebut saat menyampaikan materi Sketsa Kehidupan Beragama di Indonesia pada Pelatihan Penguatan Moderasi Beragama di Kankemenag Kabupaten Kudus yang diselenggarakan Balai Diklat Keagamaan (BDK) Semarang melalui zoom meeting, Selasa (11/4/2023).
Arskal menegaskan, umat Islam yang ada di Indonesia mempunyai peran lebih bertanggungjawab terhadap kerukunan dalam beragama, mengingat umat Islam sebagai pemeluk agama yang berjumlah 86,88 %. “Maka, kepada seluruh peserta setelah selesai mengikuti pelatihan harus berperan sebagai penggerak kerukunan umat beragama,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Arskal menyampaikan bahwa Indonesia di masa depan akan didominasi oleh tiga entitisas, masyarakat urban, kelas menengah, dan milenial. Oleh karena itu, pemimpin Indonesia ke depan harus memahami perubahan tiga karakter penduduk di Indonesia.
Namun, menurut Arsekal, ada tiga tantangan dalam penerapan moderasi beragama yang kita hadapi. Pertama, tantangan kemanusiaan yaitu berkembangnya cara pandang, sikap, dan praktik berlebihan yang mengesampingkan martabat kemanusiaan. Kedua, tantangan keagamaan yaitu berkembangnya klaim kebenaran subyektif dan pemaksaan kehendak atas tafsir agama serta pengaruh kepentingan ekonomi dan politik. Ketiga, tantangan kebangsaan yaitu dengan berkembangnya semangat beragama yang tidak selaras dengan kecintaan berbangsa dalam bingkai NKRI.
Sebelum mengakhiri materi, Arskal menutup dengan mengutip kata bijak dari Gus Dur “Tidak boleh ada pembedaan kepada setiap warga negara di Indonesia berdasarkan agama, bahasa ibu, kebudayaan serta ideologi,” pungkasnya.
Kegiatan ini diikuti 35 peserta dari para guru, penyuluh, dan pelaksana pada Kankemenag Kabupaten Kudus. (Mukhlasin/diad/bas)