Indeks Karakter Siswa Menurun: Refleksi Pembelajaran Masa Pandemi
Survei karakter siswa yang dilaksanakan Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan tahun 2021 secara rata-rata menghasilkan angka indeks menurun dibandingkan hasil indeks tahun lalu. Tahun ini indeks karakter siswa jenjang pendidikan menengah berada di angka 69,52, turun dua point dari angka indikatif tahun lalu (71,41). Penyebab penurunan angka indeks ini diduga kuat karena efek pandemik covid 19. Karena memang pelaksanaan survei karakter dilakukan di tengah suasana dunia pendidikan sedang menghadapi Pandemi Covid 19. Suasana ini sejak awal diduga akan memengaruhi tingkat indeks karakter peserta didik tahun ini.
Demikian papar hasil survei yang disampaikan Muhamad Murtadlo, koordinator survei karakter Kementerian Agama, pada Seminar hasil Survei Nasional 2021 yang diselenggarakan di Swiss-Bellhotel Serpong, 12-13 Agustus 2021. Seminar ini dilaksanakan dengan menggunakan teknik gabungan antara teknik daring (online) dan luar jaringan (offline). Hal ini dilakukan karena wilayah Jabodetabek masih dalam masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Hadir sebagai narasumber Dr Bahrul Hayat (mantan Sekretaris Jenderal Kemenag RI) dan Wahyu Pernama Hadi, statistisi Badan Pusat Stastistik (BPS).
Dari lima dimensi yang dijadikan obyek survei yaitu religiositas, nasionalisme, kemandirian, gotong royong, dan integritas, hanya dimensi nasionalisme yang angkanya lebih tinggi (74,26) dibandingkan survei tahun lalu (74,13). Sedangkan empat dimensi yang lain mengalami penurunan, dan yang paling parah turunnya adalah dimensi kemandirian siswa. Penyebab utama turunnya indeks karakter siswa seperti yang sudah diduga karena sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang saat ini dijalankan sebagai solusi pendidikan di tengah Pandemi.
Pembelajaran Jarak Jauh sejak awal memang diragukan keberhasilannya. Di samping karena tingkat literasi digital siswa yang masih rendah, faktor kompetensi pendidik (guru) dalam menyelenggarakan pembelajaran dengan system online juga masih payah. Akibatnya secara akumulatif hasil pembelajaran dan karakter siswa mengalami penurunan. Hal ini perlu mendapatkan perhatian semua pihak, mengingat pembelajaran online mulai dipahami sebagai model pembelajaran di masa pandemik, tetapi juga menjadi model alternatif pembelajaran ke depan. Jangan sampai penggunaan kemajuan dunia digital mengabaikan pendidikan karakter siswa.
Sejak tahun 2018, setiap tahun Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan melakukan survei karakter peserta didik untuk bahan penyusunan indeks karakter peserta didik secara nasional. Hasil penyusunan data indeks ini juga dapat digunakan untuk mengetahui capaian indeks karakter masing-masing 34 provinsi. Survei karakter peserta didik ini meliputi pengukuran lima dimensi pembangunan karakter, yaitu dimensi religiositas, dimensi nasionalisme, dimensi kemandirian, dimensi gotong royong, dan dimensi integritas. Sebelumnya di Indonesia belum ada pengukuran angka indeks karakter peserta didik. Angka indeks yang mengarah kepada pembentukan karakter pernah dikembangkan oleh Kemendikbud adalah indeks integritas siswa.
Menanggapi hasil survei ini, Bahrul Hayat, mantan Sekretaris Jenderal Kemenag dan pakar Psikhometri, menyatakan memberikan apresiasi yang tinggi kepada Tim Survei karakter ini. Data seperti ini bermanfaat baik bagi perkembangan dunia akademis karena dari situ akan diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pembentukan karakter, demikian juga bermanfaat dari kebijakan praktis karena akan ketahuan mulai dari mana sebaiknya perbaikan karakter peserta didik. Hanya saja dia berpesan untuk terus mempertajam bangunan konseptual dari kemungkinan-kemungkinan bias yang terjadi. Selain mengambil referensi teoritis dari pakar-pakar pendidikan, tugas tim juga mengkalkulasi dengan konteks yang dibangun. Hal ini diperlukan untuk mempertajam persisi teori dihadapkan kepada konteks sosial dan budaya responden.
Bahrul Hayat juga berpesan bahwa survei ini ke depan perlu dirumuskan ulang posisinya, Ketika Kemendikbud juga akan melakukan survei karakter sebagai pengukuran keberhasilan pendidikan. Belakangan terdengar kabar Kemendikbud mulai tahun 2021 akan menggunakan pendekatan baru dalam mengukur keberhasilan pendidikan. Ujian nasional (UN) dihilangkan dan digantikan dengan Asesmen Nasional (AN). Asesmen Nasional yang akan dilakukan meliputi: Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar. Survei karakter siswa akan semakin kuat untuk menjadi salah satu angka pengukuran keberhasilan pendidikan peserta didik secara nasional.
Sebagai tambahan, dalam indikator survei karakter yang akan dikembangkan Kemendikbud sedikit bergeser dari lima indikator karakter sebelumnya. Kalau sebelumnya nilai karakter difokuskan ke lima nilai karakter (religiositas, nasionalisme, kemandirian, gotong royong, dan integritas), yang juga dijadikan pijakan konsep dalam survei yang dilakukan Kementerian Agama, ke depan survei karakter akan diarahkan pada pembentuk profil pelajar Pancasila. Dalam konsep karakter pelajar Pancasila, karakter dibangun dari 6 nilai, yaitu: Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia; Berkebhinekaan global; Mandiri; Bernalar kritis; Kreatif; dan Gotong royong.
Catatan dari BPS, yang disampaikan Wahyu Permana Hadi, melihat dari proses pengumpulan data yang dilakukan melalui instrumen model digital, memang pengisian seperti ini lebih dijamin keterisiannya. Hanya saja ketika mengambil data di lapangan, harus dipastikan aman dalam pengambilan sampelnya. Jangan sampai orang yang tidak berhak mewakili populasi ikut mengisi kuesioner. Dari aspek populasi, untuk lebih representatif ke depan, akan lebih baik bahwa survei ini juga melibatkan siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) karena mereka termasuk peserta didik jenjang pendidikan menengah. Dari hasil ini, dapat diketahui kontribusi masing-masing jenis lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan keagamaan secara umum ternyata memberikan kontribusi lebih besar dibandingkan lembaga pendidikan umum seperti SMA dan Madrasah Aliyah.
Dari pembahasan hasil survei, FGD terbatas merumuskan bahwa persoalan terbesar yang menjadi sebab menurunnya angka indikatif indeks karakter adalah praktek pembelajaran yang dilaksanakan banyak sekolah selama pandemi ini. Pendekatan pembelajaran jarak jauh yang memanfaatkan komunikasi digital nampaknya menyimpan persoalan yang besar dari sisi penguatan karakter siswa. Gejala yang paling nampak adalah dalam pembangunan karakter kemandirian yang mengalami penurunan hampir 10 point.
Dari sini FGD merekomendasikan perlunya adaptasi baru yang harus disadari pengelola pendidikan dalam mengawal penguatan karkter melalui pembelajaran di masa pandemic. Terlebih dengan pengalaman berbasis online selama pandemi ini disebut-sebut sebagai model alternatif di luar pembelajaran konvensional yang selama ini berjalan. Kegagalan memahami dampak negatif pembelajaran online akan sangat merugikan dalam penguatan karakter peserta didik. Hal ini penting mengingat bahwa pendidikan karakter merupakan modal dasar utama dan strategis dalam membangun daya saing bangsa. []
Muhamad Murtadlo/diad