Indeks KUB Jangan Sebatas Angka, Harus Jadi Mitigasi Potensi Disharmoni

19 Feb 2024
Indeks KUB Jangan Sebatas Angka, Harus Jadi Mitigasi Potensi Disharmoni
Kepala Badan Litbang dan Diklat Suyitno saat memberikan arahan pada Pembahasan Instrumen Indeks Kerukunan Umat Beragama (IKUB) di Jakarta, Senin (19/2/2024).

Jakarta (Balitbang Diklat)---Beberapa indeksasi maupun survei yang berbasis IKU dan mandatori harus terus direviu. Termasuk mengkritisi dari berbagai instrumen yang menjadi acuan survei.

 

Kepala Badan Litbang dan Diklat Suyitno menyampaikan hal tersebut saat memberikan arahan pada Pembahasan Instrumen Indeks Kerukunan Umat Beragama (IKUB). Kegiatan digelar Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan (BALK) sebagai persiapan survei IKUB 2024.

 

Pertama, jika belum berkesempatan melakukan reviu pada seluruh dimensi, paling tidak indikator toleransi perlu lebih diperhatikan. “Sebagai seorang surveyor, harus lebih peka untuk mencari tahu perubahan tren yang terjadi dari tahun ke tahun,” ujar Kaban di Jakarta, Senin (19/2/2024).

 

Misalnya, lanjut Kaban, pada IKUB tahun 2023 dimensi toleransi lebih kecil dibanding kesetaraan dan kerja sama. Maka perlu dicari tahu penyebabnya, apa karena breakdown indikator yang tidak relevan atau ada faktor lain.

 

“Hal inilah yang perlu direviu,” katanya.

 

Lebih lanjut, Kaban mengatakan bahwa selain targetnya capaian angka yang meningkat, perlu juga melihat core value pada dimensi toleransi tersebut. “Sebab dasar dari relasi antar umat beragama adalah toleransi, maka penting untuk mengkaji lebih dalam pada dimensi ini,” ungkapnya.

 

“Bisa jadi pendekatan kuesioner tidak cukup sehingga diperlukan observasi yang lebih dalam. Maka seorang surveyor jangan mudah berpuas diri dengan angka yang diraih, apalagi ini tahun terakhir dari RPJM IKUB,” imbuhnya.

 

Kedua, lanjut Kaban, indeksasi ini sangat krusial untuk melihat kerukunan di suatu tempat. Survei bisa memprediksi potensi disharmoni dalam masyarakat tertentu, jika trennya dari tiga dimensi cenderung stagnan bahkan turun dari tahun sebelumnya.

 

“Kita harus berani memberikan early warning jika ada indikasi pada beberapa indikator stagnan atau turun, maka potensi intoleransi ada pada daerah tersebut,” tuturnya.

 

Menurut Kaban, hal itu bertujuan agar stakeholder atau pejabat terkait memiliki mitigasi untuk mengantisipasi berdasarkan prediksi tersebut. Maka perlu dicek, pemetaan daerah mana saja yang punya potensi mengalami kondisi disharmoni.

 

Ketiga, IKUB juga harus berani mengambil langkah diagnostik agar daerah rentan bisa berjaga. “Berdasarkan perspektif data yang dimiliki dan perspektif observasi yang dilakukan, daerah yang terindikasi disharmoni bisa membuat mitigasi,” tandasnya.

 

 

Pada kesempatan yang sama, Kepala Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Arfi Hatim mengatakan bahwa pelaksanaan IKUB memasuki tahun terakhir dari RPJMN 2020-2024. Beberapa waktu lalu telah membahas instrumen IKUB.

 

“Berdasarkan hasil IKUB tahun 2023, terjadi kenaikan angka yang cukup signifikan dari 73,09 menjadi pada 76,02. Artinya, terdapat kenaikan tiga poin,” ungkap Kapus Arfi.

 

Ia mengaku, secara paralel Puslitbang BALK telah berinisiatif merancang instrumen untuk menyongsong Indeks KUB 2024-2029.

 

Dewi Indah/Barjah/Sr

 

Penulis: Dewi Indah Ayu D
Sumber: Dewi Indah
Editor: Barjah/Sri Hendriani
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI