JF Arsiparis Kementerian Agama: Alat Atau Aset?

30 Jan 2025
JF Arsiparis Kementerian Agama: Alat Atau Aset?
Sudirman A. Lamadike, Analis SDM Aparatur Madya pada BMBPSDM.

Sudirman A. Lamadike

(Analis SDM Aparatur Madya pada BMBPSDM)

 

Jakarta (BMBPSDM)---Sesuai dengan Surat Edaran Menteri Agama Nomor 1 Tahun 2025 tentang Pencanangan dan Pelaksanaan Gerakan Nasional Sadar Tertib Arsip (GNSTA) pada Kementerian Agama telah mengatur berbagai aspek kearsipan yang perlu diterapkan. Gerakan Sadar Arsip Nasional yang dicanangkan mencakup beberapa poin penting, seperti Tertib Kebijakan Kearsipan, Tertib Organisasi Kearsipan, Tertib Sumber Daya Kearsipan, Tertib Sarana dan Prasarana Kearsipan, Tertib Pengelolaan Arsip, dan Tertib Pendanaan Arsip. Namun, implementasi dari gerakan ini akan menjadi sulit jika arsiparis hanya dianggap sebagai alat dan bukan sebagai aset.

 

Kementerian Agama telah menerbitkan Surat Edaran Menteri Agama Nomor 1 Tahun 2025 yang mengatur pelaksanaan Gerakan Nasional Sadar Tertib Arsip (GNSTA). Gerakan strategis ini merupakan langkah visioner untuk membangun tata kelola kearsipan yang profesional dan terintegrasi di lingkungan Kementerian Agama.

 

GNSTA berfokus pada enam pilar utama pengelolaan arsip, yaitu:

a. Penguatan kebijakan kearsipan yang komprehensif dan berkelanjutan,

b. Pengembangan struktur organisasi kearsipan yang efektif dan adaptif

c. Pemberdayaan sumber daya kearsipan yang kompeten dan profesional

d. Penyediaan sarana dan prasarana kearsipan yang modern dan memadai

e. Implementasi sistem pengelolaan arsip yang sistematis dan terstandard

f. Pengelolaan pendanaan arsip yang akuntabel dan berkelanjutan

 

Namun perlu disadari bahwa keberhasilan GNSTA sangat bergantung pada pengakuan terhadap peran vital arsiparis sebagai aset strategis organisasi. Arsiparis bukan sekadar pelaksana teknis, melainkan tenaga profesional yang memiliki kompetensi khusus dalam preservasi dan pengelolaan arsip. Tanpa perubahan paradigma ini, implementasi GNSTA akan menghadapi kendala signifikan dalam mencapai tujuannya.

 

Terdapat perbedaan mendasar dalam cara memandang peran arsiparis di sebuah organisasi. Ketika arsiparis hanya dipandang sebagai alat, mereka sekadar ditempatkan sebagai instrumen operasional untuk menjalankan tugas-tugas teknis kearsipan. Paradigma sempit ini tidak hanya mengerdilkan potensi arsiparis, tetapi juga mengabaikan aspek kemanusiaan yang melekat pada profesi ini. Arsiparis menjadi objek pasif yang hanya bergerak sesuai kebutuhan mendesak organisasi.

 

Sebaliknya, pengakuan arsiparis sebagai aset strategis membuka perspektif yang jauh lebih transformatif. Dalam pandangan ini, arsiparis adalah sumber daya vital yang membawa nilai tambah signifikan bagi kemajuan organisasi. Mereka dipandang sebagai profesional yang memiliki kombinasi unik antara keahlian teknis, wawasan intelektual, dan kreativitas. Potensi ini, jika dikembangkan secara optimal, akan menghasilkan inovasi dan terobosan dalam pengelolaan arsip yang berdampak pada efisiensi dan efektivitas organisasi secara keseluruhan.

 

Sebuah pertanyaan kritis yang perlu kita telaah adalah sejauh mana Kementerian Agama telah menempatkan Jabatan Fungsional (JF) Arsiparis sebagai aset strategis, bukan sekadar alat operasional. Berdasarkan data Sistem Informasi Kepegawaian (SIMPEG) per 26 Januari 2025, tercatat 2.892 JF Arsiparis yang tersebar di berbagai unit kerja Kementerian Agama. Angka yang cukup signifikan ini seharusnya menjadi modal berharga dalam mewujudkan tata kelola kearsipan yang profesional.

 

Namun realitasnya, pengelolaan SDM Arsiparis masih belum mencerminkan spirit Gerakan Nasional Sadar Tertib Arsip (GNSTA), khususnya dalam aspek Tertib Sumber Daya Kearsipan. Salah satu tantangan mendasar yang masih dihadapi adalah ketidakselarasan antara penempatan dengan kompetensi inti arsiparis. Fenomena yang kerap dijumpai adalah penugasan arsiparis di bidang-bidang yang sama sekali tidak berkaitan dengan kearsipan, seperti pengelolaan keuangan dan tugas administratif lainnya. Praktik ini tidak hanya menghambat optimalisasi potensi arsiparis, tetapi juga bertentangan dengan prinsip pengembangan profesionalitas jabatan fungsional..

 

Mengacu pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenpan RB) Nomor 48 Tahun 2014, arsiparis memiliki tugas strategis yang mencakup tiga pilar utama: pengelolaan arsip dinamis, pencatatan statistik, dan pembinaan kearsipan. Peran vital ini tidak hanya sekadar menyimpan dokumen, tetapi juga memastikan bahwa setiap informasi penting dapat diakses, dikelola, dan dimanfaatkan secara optimal untuk mendukung pengambilan keputusan organisasi. Dengan kata lain, arsiparis adalah penjaga memori institusi yang berkontribusi langsung terhadap efisiensi dan efektivitas operasional organisasi.

 

Untuk mengoptimalkan implementasi Gerakan Nasional Sadar Tertib Arsip (GNSTA), diperlukan reformulasi kebijakan penugasan JF Arsiparis yang lebih proporsional dan profesional. Diusulkan pemberlakuan proporsi waktu kerja yang terukur, dimana minimal 70 persen waktu arsiparis dialokasikan untuk pelaksanaan tugas pokok kearsipan, sementara 30 persen sisanya dapat dimanfaatkan untuk tugas-tugas pendukung sesuai arahan pimpinan. Pendekatan ini tidak hanya akan memaksimalkan kontribusi arsiparis dalam pengelolaan arsip, tetapi juga menjamin tercapainya tujuan GNSTA di lingkungan Kementerian Agama secara komprehensif dan berkelanjutan.

 

Pengakuan terhadap arsiparis sebagai aset berharga dalam organisasi akan mendorong pengembangan kapasitas dan profesionalisme mereka. Dengan memberikan pelatihan, pendidikan, dan dukungan yang memadai, arsiparis dapat meningkatkan keterampilan dan kreativitas mereka. Hal ini tidak hanya akan memberikan manfaat jangka panjang bagi organisasi, tetapi juga memperkuat posisi arsiparis dalam menjalankan tugas mereka.

 

Selain itu, penghargaan terhadap peran arsiparis akan meningkatkan motivasi dan loyalitas mereka terhadap organisasi. Motivasi yang tinggi sangat penting untuk menjaga kualitas dan kontinuitas layanan kearsipan, yang pada gilirannya akan berkontribusi pada keberhasilan organisasi secara keseluruhan.

 

Dalam rangka mewujudkan Gerakan Nasional Sadar Tertib Arsip (GNSTA) yang efektif, penting bagi Kementerian Agama untuk meninjau kembali kebijakan dan praktik pengelolaan sumber daya manusia, khususnya terkait dengan penugasan dan pengembangan Jabatan Fungsional Arsiparis. Dengan menganggap arsiparis sebagai aset yang berharga, Kementerian Agama dapat memastikan bahwa mereka dapat berperan secara optimal dalam mendukung tujuan organisasi.

 

Dengan langkah-langkah ini, diharapkan kualitas pengelolaan arsip dapat meningkat secara signifikan, memberikan dampak positif bagi seluruh aspek organisasi.

 

(Sudirman A. Lamadike)

Penulis: Sudirman Abdullah
Sumber: Sudirman
Editor: Dewi Indah Ayu
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI