Karya Tulis Ilmiah itu adalah Merk!

31 Jul 2024
Karya Tulis Ilmiah itu adalah Merk!
Kaban Suyitno memberikan paparan pada kegiatan Pelatihan Karya Tulis Ilmiah bagi Guru Madrasah Angkatan II yang diselenggarakan BDK Banjarmasin di Banjarmasin melalui zoom meeting, Rabu (31/7/2024).

Banjarmasin (Balitbang Diklat)---Kepala Badan (Kaban) Litbang dan Diklat Suyitno menyebut bahwa para guru sudah terbiasa dengan karya tulis ilmiah karena sebenarnya guru adalah komunitas ilmiah atau scientific community

 

Hal tersebut disampaikan Kaban di hadapan puluhan guru peserta Pelatihan Karya Tulis Ilmiah yang diselenggarakan Balai Diklat Keagamaan Banjarmasin. Menurutnya, sesuatu disebut ilmiah sehingga disebut scientific cirinya dengan akronim ‘Merk’.

 

“M-nya ada measurable atau terukur. Terdapat ukuran dan standardisasinya,” ujar Kaban di Banjarmasin melalui zoom meeting, Rabu (31/7/2024).   

 

Dalam konteks karya tulis ilmiah, lanjut Kaban, standardisasi itu ada teori dan formula yang dibangun sebagai dasar sebuah karya itu ditulis. “Kalau tidak ada tolok ukurnya orang akan menjadi bingung. Dalam bahasa kualitatif, ini biasanya dinamakan perspektif,” imbuhnya.

 

Jadi, kata Kaban, apa pun yang kita sampaikan apa yang menjadi perspektifnya. Para peserta bisa saja membuat definisi dengan view yang berbeda tetapi harus menggunakan perspektif.

 

“Misalkan dalam perspektif sosiologi atau psikologi. Contoh, bicara tentang kenakalan remaja tergantung pada perspektifnya. Kalau perspektifnya psikologi, orang akan berbicara tentang perspektif kejiwaan. Tetapi kalau secara sosiologi, hal yang mendasari sosial lingkungannya yang membuatnya menjadi nakal,” sambungnya.

 

Hasilnya pun, menurut kaban, akan berbeda, measurable-nya pun berbeda. Kalau tolok ukurnya berbeda, maka kesimpulan pun akan berbeda. Inilah menurut kaidah-kaidah ilmiah.

 

Kedua E, yaitu empiris atau sesuatu yang bisa dirasa, tidak bicara yang gaib, bentuknya faktual atau nyata. “Misalnya, terbitnya matahari dari timur. Itu ilmiah, karena empirisnya mau di manapun dan dilihat oleh siapa pun pasti akan seperti itu,” tegasnya.

 

Ketiga, adalah R, yaitu rasional atau logical order. Jadi, lanjut Kaban, sesuatu disebut ilmiah kalau basisnya rasionalitas yang masuk akal.

 

Dan terakhir adalah K, yaitu kuantifikasi. Ini berbasis pada angka-angka yang sifatnya numerik, pendekatannya kuantitatif. Artinya, keduanya tolok ukur perspektif teori atau kuantitatif dua-duanya ilmiah.

 

“Oleh karena itu, basis membuat karya ilmiah itu harus punya perspektif atau teori yang dibangun serta paradigma yang dijadikan referensi, barulah karya itu disebut ilmiah karena ada landasan teori yang menjadi basis,” pungkasnya.

 

Balai Diklat Keagamaan Banjarmasin melaksanakan Pelatihan Karya Tulis Ilmiah bagi Guru Madrasah Angkatan II sejak 30 Juli hingga 4 Agustus 2024, diikuti  36 peserta berasal dari berbagai Kementerian Agama Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Utara. (Barjah/bas/sri)

   

 

Penulis: Barjah
Sumber: Barjah
Editor: Abas dan Sri Hendriani
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI