Ketika Curhatan Siswa di Media Sosial Berujung Bahaya, Pentingnya Peran Guru!
Yogyakarta (Balitbang Diklat)---Kepala Badan (Kaban) Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, Suyitno, menekankan peran guru harus menjadi ujung tombak dalam pembentukan karakter siswa, karena fenomena saat ini para siswa lebih terbuka kepada gurunya daripada kepada orang tuanya sendiri.
Menurut Suyitno, peran guru bukan hanya sebagai orang tua akademik saja, tetapi juga sebagai orang tua biologis, meskipun siswa bukan anak kandung kita. “Faktanya, anak akan lebih mendengar perkataan guru daripada orang tua kandung,” tuturnya di Yogyakarta, Selasa (14/5/2024).
Suyitno, yang juga Guru Besar UIN Raden Fatah Palembang, menyampaikan pesan tersebut di hadapan ratusan guru SMA dan SMK di Yogyakarta, pada Seminar Penguatan Moderasi Beragama bagi Guru SMA dan SMK, hasil kerja sama Balai Litbang Agama (BLA) Semarang dan Disdikpora DIY.
Pria kelahiran Tulungagung ini juga mengingatkan kepada seluruh guru untuk tidak bosan menerima curhatan para siswa, karena jika guru tidak menampung curhatan siswa, maka siswa akan curhat ke media sosial. "Takutnya, ketika siswa curhat di media sosial, lalu ditanggapi oleh orang yang cenderung intoleran, bahaya di sini adalah siswa bisa terpengaruh oleh paham tersebut," ungkap Suyitno.
Selain itu, kata Suyitno, fenomena bullying dan intoleransi saat ini juga masih marak terjadi di dunia pendidikan, sehingga perlu menyesuaikan permasalahan dengan penyelesaiannya. Penguatan moderasi beragama bagi para guru ini menurutnya penting, karena masalah di sekolah tidak hanya terbatas pada terjadinya bullying, tetapi juga menghindari sekolah agar tidak terpapar paham intoleransi.
“Guru, khususnya guru Bimbingan Konseling (BK), memiliki peran penting untuk mencegah hal ini. Guru adalah yang pertama kali harus menanggulangi kasus bullying di sekolah, karena guru adalah orang tua kedua bagi siswa,” tegas Suyitno.
Hasil Survei Indeks Karakter Siswa
Suyitno mengungkapkan survei indeks karakter siswa tahun 2023, secara nasional menunjukkan angka yang sangat bagus. Nasionalisme sebesar 80,97 persen dan religiositas 80,52 persen. Namun, jika dilihat dari aspek integritas hasilnya sebesar 73,43 persen dan kemandirian 68,75 persen.
Untuk menuju Indonesia emas, maka hal ini perlu diperkuat. “Kementerian Pendidikan telah mempersiapkan Pendidikan Karakter dengan penguatan Profil Pelajar Pancasila, dan pada Kementerian Agama dengan penambahan Rahmatan lil ‘Alamin,” ungkap Suyitno.
Moderasi beragama memiliki kekhasan tersendiri yang sejalan dengan semangat pendidikan karakter yang kuat, mencakup penguatan karakter kebangsaan, toleransi, dan anti-kekerasan. Implementasinya di lingkungan pendidikan diharapkan dapat membentuk generasi muda yang tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga memiliki integritas moral, serta berperan aktif dalam menciptakan lingkungan sosial yang aman dan damai. (Fathurrozi/Barjah/bas)