Komunitas Sayyid dan Upaya Pelestarian Keturunan

3 Feb 2019
Komunitas Sayyid dan Upaya Pelestarian Keturunan

Jakarta (3 Februari 2015). Komunitas Sayyid memiliki tempat tersendiri di tengah masyarakat Indonesia. Garis keturunan yang diklaim berpangkal pada Nabi Muhammad saw. mengakibatkan komunitas ini menjadi berbeda dengan komunitas lainnya.

Komunitas yang juga akrab disebut “Habaib” oleh sebagian masyarakat tidak hanya istimewa dari segi keturunan, tetapi di beberapa tempat, juga ditempatkan pada posisi tertinggi dalam otoritas keagamaan.

Pada masyarakat Betawi misalnya, kelompok-kelompok pengajian yang dipimpin oleh ulama yang berasal dari komunitas “Habaib” dapat dengan mudah ditemui. Sebutlah “Majelis Rasulullah” yang dipimpin oleh Alm. Habib Mundzir Al-Musawwa. Ada juga “Majelis Nurul Musthofa” pimpinan Habib Hasan bin Ja’far Assegaf.

Kedua majelis tersebut merupakan majelis yang diikuti oleh banyak jama’ah. Tidak hanya golongan tua, keberadaan pimpinan yang berasal dari komunitas “Habaib” juga mampu menarik para pemuda untuk aktif mengikuti kajian yang diadakannya.

Keistimewaan komunitas “Habaib” ternyata tidak hanya melekat pada benak masyarakat awam. Di kalangan mereka-pun, keistimewaan ini mereka pegang teguh.

Kesadaran dalam menjaga kemurnian nasab dan keturunan mereka jaga dengan berbagai cara. Salah satu langkah yang dilakukan adalah adanya seleksi ketat dalam hal kekerabatan dan perkawinan.

Fakta tersebut diungkap dengan baik oleh M. Adlin Sila, peneliti pada Puslitbang Kehidupan Keagamaan. Berangkat dari penelitian Komunitas Sayyid di Desa Cikoang, Sulawesi Selatan, Adlin berhasil menguak fakta bahwa perkawinan bagi komunitas Sayyid tidak hanya bermakna bertemunya dua insan laki-laki dan perempuan yang saling mencintai, tetapi komunitas ini menganggap perkawinan merupakan perkara sakral yang bertujuan untuk melestarikan nasab keturunan Nabi Muhammad saw.

Hal tersebut dapat dilihat dari upaya para wanita yang berasal dari komunitas Sayyid mencari jodoh. Bagi mereka, menikah dengan laki-laki yang berasal dari komunitas yang sama merupakan suatu keharusan. Bahkan menurut mereka, lebih baik mereka hidup menyendiri daripada harus menikah dengan laki-laki non-Sayyid.

Selanjutnya, apakah hanya melalui pernikahan mereka menjaga kemurnian keturunan? Atau adakah upaya-upaya lain yang mereka lakukan? Lebih dari itu, adakah dampak sosial yang timbul akibat keteguhan mereka dalam menjaga keturunan?

 

Editor:
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI