KONFLIK-KONFLIK SOSIAL BERNUANSA SARA DI BERBAGAI KOMUNITAS : Studi Kasus Kerusuhan Mataram Januari 2000
KONFLIK-KONFLIK SOSIAL BERNUANSA SARA DI BERBAGAI KOMUNITAS : Studi Kasus Kerusuhan Mataram Januari 2000
Oleh: Bashori A. Hakim Jakarta : Puslitbang Kehidupan Beragama
Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan Departemen Agama RI, 2002, 19 halaman.
Penelitian ini bertujuan mengungkap kasus kerusuhan yang terjadi di Mataram tahun 2000 dan langkah-langkah yang ditempuh pemerintah, serta upaya merumuskan rekomendasi penanganan dalam mencegah kerusuhan. Latar belakang penelitian adalah keragaman etnis serta agama yang tidak pernah memicu konflik dan kerusuhan, bahkan dalam batas-batas tertentu justru menjadi dasar lahirnya sikap kompetisi terbuka yang sehat dalam kehidupan sosial politik masyarakat Mataram, tiba-tiba dengan keragaman tersebut terindikasi menimbulkan kerawanan yang berdampak pada timbulnya konflik dan kerusuhan di Mataram pada tahun 2000, yang melibatkan penduduk Mataram dengan etnis Cina.
Penelitian ini dilakukan di kota Mataram, mengenai peristiwa kerusuhan Januari 2000 antara pemeluk agama Islam dan Kristen. Penelitian dilakukandengan menggunakan metode kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik penelusuran dokumentasi, wawancara mendalam, serta pengamatan di lokasi kerusuhan, pengungsi dan obyek-obyek lain. Studi dokumentasi dilakukan terhadap bahan-bahan yang diperoleh dari media massa, hasil-hasil kajian tentang kerusuhan sosial yang telah dilakukan berbagai pihak dan buku-buku teks. Wawancara dilakukan dengan berbagai pihak yang terkait dengan obyek penelitian. Pengamatan dilakukan pada lokasi-lokasi bekas kerusuhan dan obyek-obyek lain yang memungkinkan.
Data yang sudah terkumpul disitematisasi dan dianalisis lalu disusun laporan. Hasil penelitian menunjukan bahwa kota Mataram yang masyarakatnya mayoritas beragama Islam, dan etnis lain terutama suku Bali, Buton. Manado merupakan penganut agama yang berbeda dengan masyarakat (mayoritas). Pemeluk agama Islam (76,47 %), sisanya pemeluk agama Hindu (17,55%), Kristen (2,5%), dan Budha (2%).
Peristiwa kerusuhan Mataram disebut 171 karena terjadi pada tanggal 17 bulan 1 (Januari). Pemicunya adalah sikap lamban pemerintah dalam penanganan konflik di Maluku, yang mengakibatkan sejumlah massa setelah mengikuti tabligh akbar di lapangan Umum Mataram untuk menampakan solidaritas terhadap muslim dilakukan diawali dengan pengerusakan terhadap gereja Immanuel di belakang kantor walikota Mataram. Kerugian akibat kerusuhan meliputi 10 gereja rusak, 30 rumah dan isinya dibakar, 26 pertokoan dan 10 mobil serta 7 sepeda motor dibakar, korban luka-luka 13 orang termasuk anggota polri. Penanganan dan penyelesaian kerusuhan dilakukan berbagai pihak, baik oleh Pemerintah pusat, pemerintah daerah, tokoh agama baik Islam, Kristen dan Hindu. Penyelesaian kerusuhan dilakukan oleh pemerintah daerah dan aparat keamanan melalui jalur hukum. Polda NTB pada tanggal 22 Januari 2000 mengumumkan pelaksanaan proses hukum terhadap 264 orang yang ditangkap dan 18 orang diantaranya dinyatakan sebagai tersangka.
Upaya pemulihan paska kerusuhan diprakarsai oleh Walilkota Mataram dengan pertemuan tokoh dari berbagai agama, melalui unsur Kandepag, Dandim, Polres, Kodam. Penanganan secara cepat dilakukan Pejabat Pemda beserta tokoh agama, Kepolisian, sehingga kerusuhan dapat diatasi relatif cepat. Kerusuhan berkhir pada sore hari bersamaan berkumandangnya azan maghrib. Untuk menghindari terulangnya konflik dimasa mendatang telah diupayakan penyadaran tentang pentingnya menjaga persatuan toleransi masyarakat yang berbeda agama dan etnik, oleh instansi pemerintah dengan melibatkan unsur-unsur masyarakat. Agar kelompok yang bertikai tidak saling dendam, penyelesaian dilakukan melalui jalur hukum dan kesediaan Pemda merenovasi bangunan-bangunan yang rusak. Mengingat ketaatan muslim di Mataram dan NTB pada umumnya terhadap ulama sangat tinggi makadi masa-msa mendatang dalam penanganan masalah-masalah kemasyarakatn Pemda baiknya lebih melibatkan ulama. (Muchit A. Karim).
KONFLIK-KONFLIK SOSIAL BERNUANSA SARA DI BERBAGAI KOMUNITAS : Studi Kasus Kerusuhan Mataram Januari 2000
Oleh: Bashori A. Hakim Jakarta : Puslitbang Kehidupan Beragama
Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan Departemen Agama RI, 2002, 19 halaman.
Penelitian ini bertujuan mengungkap kasus kerusuhan yang terjadi di Mataram tahun 2000 dan langkah-langkah yang ditempuh pemerintah, serta upaya merumuskan rekomendasi penanganan dalam mencegah kerusuhan. Latar belakang penelitian adalah keragaman etnis serta agama yang tidak pernah memicu konflik dan kerusuhan, bahkan dalam batas-batas tertentu justru menjadi dasar lahirnya sikap kompetisi terbuka yang sehat dalam kehidupan sosial politik masyarakat Mataram, tiba-tiba dengan keragaman tersebut terindikasi menimbulkan kerawanan yang berdampak pada timbulnya konflik dan kerusuhan di Mataram pada tahun 2000, yang melibatkan penduduk Mataram dengan etnis Cina.
Penelitian ini dilakukan di kota Mataram, mengenai peristiwa kerusuhan Januari 2000 antara pemeluk agama Islam dan Kristen. Penelitian dilakukandengan menggunakan metode kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik penelusuran dokumentasi, wawancara mendalam, serta pengamatan di lokasi kerusuhan, pengungsi dan obyek-obyek lain. Studi dokumentasi dilakukan terhadap bahan-bahan yang diperoleh dari media massa, hasil-hasil kajian tentang kerusuhan sosial yang telah dilakukan berbagai pihak dan buku-buku teks. Wawancara dilakukan dengan berbagai pihak yang terkait dengan obyek penelitian. Pengamatan dilakukan pada lokasi-lokasi bekas kerusuhan dan obyek-obyek lain yang memungkinkan.
Data yang sudah terkumpul disitematisasi dan dianalisis lalu disusun laporan. Hasil penelitian menunjukan bahwa kota Mataram yang masyarakatnya mayoritas beragama Islam, dan etnis lain terutama suku Bali, Buton. Manado merupakan penganut agama yang berbeda dengan masyarakat (mayoritas). Pemeluk agama Islam (76,47 %), sisanya pemeluk agama Hindu (17,55%), Kristen (2,5%), dan Budha (2%).
Peristiwa kerusuhan Mataram disebut 171 karena terjadi pada tanggal 17 bulan 1 (Januari). Pemicunya adalah sikap lamban pemerintah dalam penanganan konflik di Maluku, yang mengakibatkan sejumlah massa setelah mengikuti tabligh akbar di lapangan Umum Mataram untuk menampakan solidaritas terhadap muslim dilakukan diawali dengan pengerusakan terhadap gereja Immanuel di belakang kantor walikota Mataram. Kerugian akibat kerusuhan meliputi 10 gereja rusak, 30 rumah dan isinya dibakar, 26 pertokoan dan 10 mobil serta 7 sepeda motor dibakar, korban luka-luka 13 orang termasuk anggota polri. Penanganan dan penyelesaian kerusuhan dilakukan berbagai pihak, baik oleh Pemerintah pusat, pemerintah daerah, tokoh agama baik Islam, Kristen dan Hindu. Penyelesaian kerusuhan dilakukan oleh pemerintah daerah dan aparat keamanan melalui jalur hukum. Polda NTB pada tanggal 22 Januari 2000 mengumumkan pelaksanaan proses hukum terhadap 264 orang yang ditangkap dan 18 orang diantaranya dinyatakan sebagai tersangka.
Upaya pemulihan paska kerusuhan diprakarsai oleh Walilkota Mataram dengan pertemuan tokoh dari berbagai agama, melalui unsur Kandepag, Dandim, Polres, Kodam. Penanganan secara cepat dilakukan Pejabat Pemda beserta tokoh agama, Kepolisian, sehingga kerusuhan dapat diatasi relatif cepat. Kerusuhan berkhir pada sore hari bersamaan berkumandangnya azan maghrib. Untuk menghindari terulangnya konflik dimasa mendatang telah diupayakan penyadaran tentang pentingnya menjaga persatuan toleransi masyarakat yang berbeda agama dan etnik, oleh instansi pemerintah dengan melibatkan unsur-unsur masyarakat. Agar kelompok yang bertikai tidak saling dendam, penyelesaian dilakukan melalui jalur hukum dan kesediaan Pemda merenovasi bangunan-bangunan yang rusak. Mengingat ketaatan muslim di Mataram dan NTB pada umumnya terhadap ulama sangat tinggi makadi masa-msa mendatang dalam penanganan masalah-masalah kemasyarakatn Pemda baiknya lebih melibatkan ulama. (Muchit A. Karim).