Masa Paceklik Sudah Berlalu, Kini Masanya Guru Sejahtera

18 Mei 2023
Masa Paceklik Sudah Berlalu, Kini Masanya Guru Sejahtera
Kaban Suyitno memberikan paparan pada kegiatan Pelatihan Implementasi Kurikulum Merdeka Berbasis Komunitas (IKMBK) yang diselenggarakan BDK Semarang, di Sleman, Rabu (17/5/2023).

Sleman (Balitbang Diklat)---Kepala Badan (Kaban) Litbang dan Diklat (Balitbang Diklat) Kementerian Agama (Kemenag), Prof. Suyitno, mengatakan profesionalisme guru di negara berkembang masih menjadi barang mahal, sedangkan di negara maju profesionalisme guru itu menjadi tuntutan yang tidak bisa ditawar-tawar.

“Profesi guru itu diformulasikan dengan baik, sehingga tidak bisa sembarangan orang menjadi guru. Seperti di beberapa negara maju profesi guru itu lebih tinggi dibanding profesi lainnya,” ujar Kaban.

Hal tersebut disampaikan Kaban pada kegiatan Pelatihan Implementasi Kurikulum Merdeka Berbasis Komunitas (IKMBK) di Wilayah Kerja Balai Diklat Keagamaan (BDK) Semarang di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Sleman, di Yogyakarta, Rabu (17/5/2023).

Pada kegiatan yang diselenggarakan secara tatap muka oleh BDK Semarang tersebut, Kaban mengisahkan bahwa masa susah dan masa pacekliknya guru itu sudah berlalu, dan kini masanya kesejahteraan.

“Guru tidak boleh mengeluh dengan kesejahteraan. Kalau itu masih terjadi, berarti tidak pandai bersyukur,” ucap Guru Besar UIN Raden Fatah Palembang ini.

Dikatakan Kaban, saat ini pemerintah sudah menggelontorkan kebijakan mengenai kesejahteraan guru. Kesejahteraan guru sudah di atas rata-rata, lalu apa yang seharusnya dilakukan guru untuk meningkatkan kompetensinya?

“Apakah guru belum inovatif, masih menunggu dan tidak proaktif. Semuanya menjadi tantangan guru saat ini,” ungkap Kaban.

Kalau belum ada perubahan, kata Kaban, teori yang menyangkut korelasi antara kesejahteraan dengan peningkatan kompetensi ini salah. “Setelah diberikan atensi masih saja tidak meningkat, berarti problemnya pada guru itu sendiri,” ucapnya.

Kita, kata Kaban, masih belum sepenuhnya menganggap profesi guru ini sebagai profesi yang high level, menghargai profesionalitas seseorang di bidang pendidikan yang sangat mulia dan bergengsi.

“Dampaknya, yang belum menganggap profesionalitas itu penting, akhirnya yang profesional pun dianggap tidak profesional, sering kali hal itu digeneralisasi,” tutur pria kelahiran Tulungagung ini.

Ciri orang yang profesional itu, lanjut Kaban, digaji dengan standar tertentu. Dan, guru yang profesional juga tidak boleh digaji sembarangan, karena profesional itu ada standarnya.

“Berikutnya, ciri profesionalitas itu memiliki takhasus atau spesialisasi. Ada spesialisasi, ada bidang yang menjadi kekhususannya,” ungkap Kaban.

Menyinggung Implementasi Kurikulum Berbasis Komunitas (IKMBK), menurut Kaban, didasarkan pada problem pentingnya pelatihan yang belum menyasar semua ASN.

Di akhir paparan, Kaban menegaskan bahwa ruhnya Kurikulum Merdeka itu, pertama adalah mendidik peserta didik berpikir kritis atau critical thinking. Anak-anak didorong untuk berpikir kritis. Kecepatan teknologi, kecepatan transformasi lebih cepat daripada perkembangan dunia pendidikan itu sendiri.

Kedua, problem solver, membiasakan anak didik memecahkan masalah berdasarkan pengalamannya sendiri. Ketiga, membiasakan siswa didik untuk berkolaborasi dan membangun networking. (Barjah)

Penulis: Barjah
Editor: Abas/Sri Hendriani
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI