Menanti Geliat Kinerja Penggerak Moderasi Beragama

15 Nov 2023
Menanti Geliat Kinerja Penggerak Moderasi Beragama
Kaban Suyitno pada kegiatan Pelatihan Penggerak Moderasi Beragama Berbasis Rumah Ibadah Angkatan I dan Angkatan II, di Provinsi Banten dan Kalimantan Barat yang diselenggarakan BDK Jakarta di Serang, Selasa (14/11/2023).

Serang (Balitbang Diklat)---Balai Diklat Keagaman (BDK) Jakarta menyelenggarakan kegiatan Pelatihan Penggerak Moderasi Beragama Berbasis Rumah Ibadah Angkatan I dan Angkatan II, di Provinsi Banten dan Kalimantan Barat, dari 13 hingga 18 November 2023.

 

Kepala Badan (Kaban) Litbang dan Diklat Kementerian Agama Prof. Suyitno dalam arahannya mengatakan moderasi beragama dalam konteks yang harus dipahami bersama, ini sesuatu yang bukan barang baru. 

 

“Hanya ada penguatan dari aspek ‘orang’. Selama ini, masih ada yang misperception, atau salah paham, salah persepsi, seolah-olah kalau kita bicara moderasi beragama ini adalah upaya mencampuradukkan agama,” jelas Suyitno, di Serang, Selasa (14/11/2023).

 

Menurut Suyitno, itu merupakan contoh orang yang salah persepsi, bapak dan ibu sebagai tokoh agama, toko rumah ibadah, harus meluruskan itu, membangun persepsi yang sama. Jadi, moderasi beragama bukan upaya kita mencampuradukkan agama.

 

“Semuanya punya identitas sendiri-diri, dan tidak bisa dicampur. Bahasa dan kata kunci ini harus menjadi starting point, untuk menjelaskan kepada mereka yang masih misperception,” tegas Suyitno.

 

Suyitno berharap, kita semua harus memiliki legal standing masing-masing, sesuai dengan agamanya masing-masing. Persepsi moderasi beragama yang sebenarnya adalah bagaimana cara kita orang beragama memiliki cara pandang yang moderat. 

 

“Mengapa harus orangnya? Karena kalau agamanya pasti sudah moderat, sedangkan yang kita moderasi itu bukan agamanya, tetapi cara pandang orang atau umat yang masih menjadi ‘oknum’ yang sengaja menyalahpahami ini. Kita harus meluruskan cara pandangnya orang itu, umat itu, oknum itu, supaya berpandangan moderat,” katanya.

 

Bicara moderasi beragama, butuh proses yang tidak semudah kita saling memberikan pemahaman tentang konsep ini saja. Misperception, dan oknum yang menyalahartikan, seolah-olah ada kesan kita ini menggunakan bahasa-bahasa yang menyamakan agama, itu sudah salah paham. 

 

“Makanya, kita tidak boleh tidak berhenti untuk memberikan persepsi. Persepsi moderasi beragama itu tidak hanya pada tingkatan ucapan, tingkat sesungguhnya lebih riil adalah pada tingkat implementasi,” pungkasnya. (Barjah/bas/sri)

   

 

Penulis: Barjah
Sumber: BDK Jakarta
Editor: Abas dan Sri Hendriani
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI