Menciptakan Inklusivisme, Toleransi, dan Keharmonian melalui Moderasi Beragama
Banjarmasin (Balitbang Diklat)---Kepala Badan (Kaban) Litbang dan Diklat Kementerian Agama Prof. Suyitno mengatakan pembangunan bidang agama merupakan barometer dari pembangunan nasional secara keseluruhan. Prinsip pembangunan bidang agama merupakan mandatory dari periode ke periode yang termaktub dalam Undang-undang Dasar.
“Proses pembangunan seutuhnya meniscayakan adanya satu kesatuan antara pembangunan jasmaniah dan rohaniah atau juga dikenal sebagai pembangunan material dan spiritual,” ujarnya.
Pernyataan tersebut disampaikan Kaban secara daring saat menyampaikan materi pada kegiatan Pelatihan Jarak Jauh yang diselenggarakan Balai Diklat Keagamaan Banjarmasin, di Banjarmasin, Selasa (8/8/2023).
Lebih jauh, Kaban mengatakan pemerintah melalui Kementerian Agama belakangan ini menjadikan pembangunan bidang agama (spiritual) sebagai mainstream yang dikemas dalam bentuk Penguatan Moderasi Beragana atau kita sering menyebutnya PMB,” ungkap Kaban.
Kita semua, kata Kaban, harus dipastikan memahami dan fasih secara mendalam mengenai PMB yang merupakan mainstream dari Kementerian Agama yang telah berjalan lebih dari empat tahun.
“Dalam PMB yang diusung selama ini adalah memastikan bahwa beragama yang selama ini kita jadikan konsep spiritual dalam kehidupan kita harus dipastikan beragama yang secara substantif menjadikan kita umat yang inklusif, umat yang toleran, umat yang satu sama lainnya membangun keharmonian,” imbuh Kaban.
Menurut Kaban, beragama yang inklusif memiliki makna kita saling bersaudara, menjaga kebersamaan, dan menjadi satu bagian yang tidak terpisahkan.
“Kita sadar sebagai bangsa yang beragam budaya, suku, dan agama meniscayakan semua kita harus saling menjaga toleransi. Toleransi terhadap suku, budaya, adat istiadat, dan terlebih agama dimana tidak satu pun di antara kita umat beragama berhak menghakimi orang lain yang agamanya berbeda dengan kita untuk sama dengan kita,” ujar Guru Besar UIN Raden Fatah Palembang ini.
Kedua pandangan tersebut, lanjut Kaban, pada akhirnya akan melahirkan poin terakhir, yaitu keharmonian. Keharmonian merupakan suasana kekeluargaan yang satu sama lainnya bisa berdampingan meskipun penuh perbedaan.
Di akhir materi, Kaban mengharapkan dengan adanya pelaksanaan Diklat ini, para penyuluh dapat melakukan pemetaan keberagamaan dalam membangun keharmonian. “Sehingga mereka punya kontribusi yang riil bagaimana mengawal moderasi beragama, keharmonian, inklusivisme, dan juga toleransi di wilayah kerja kita masing-masing,” pungkasnya. (Nova/bas/sri)