Meneguhkan Peran Kementerian Agama: Membangun Bangsa Berlandaskan Nilai Religius dan Toleransi

Manado (BMBPSDM)---Kepala Pusat Pengembangan Kompetensi Sumber Daya Manusia (Pusbangkom SDM) Pendidikan dan Keagamaan, Mastuki, menekankan pentingnya memahami nilai historis kelahiran Kementerian Agama yang lahir pada 3 Januari 1946. Menurutnya, fakta ini menunjukkan bahwa urusan agama menjadi bagian penting dalam pembentukan dan pembangunan bangsa sejak awal kemerdekaan.
“Negara tidak lepas tangan terhadap urusan agama. Pasal 29 UUD 1945 menegaskan bahwa negara menjamin kebebasan tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing,” ujarnya saat memberikan materi kepada peserta Pelatihan Jarak Jauh (PJJ) yang diselenggarakan Balai Diklat Keagamaan (BDK) Manado melalui Zoom Meeting, Rabu (9/7/2025).
Lebih lanjut, Mastuki mengatakan bahwa nilai-nilai agama telah menjadi bagian tak terpisahkan dari masyarakat Nusantara, baik di Jawa, Sumatera, Kalimantan, maupun Sulawesi. Semua agama --Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, maupun Konghucu-- mempunyai kontribusi dalam pembentukan identitas bangsa.
Oleh karena itu, kata Mastuki, keberadaan rumah ibadah yang tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia menjadi simbol kedekatan masyarakat dengan nilai-nilai agama, serta menegaskan peran Kementerian Agama sebagai pelayan seluruh umat beragama.
Mastuki menegaskan Kementerian Agama memiliki mandat konstitusional untuk memberikan layanan pendidikan keagamaan, seperti pendidikan di madrasah, pesantren, dan sekolah umum yang mengajarkan pengetahuan agama.
Pada kesempatan ini, Mastuki juga mengulas filosofi logo Kementerian Agama yang erat kaitannya dengan nilai kemerdekaan dan Pancasila. Ia menyebut angka 17 dan 45 dalam logo mencerminkan semangat 17 Agustus 1945 dan lima sila Pancasila yang berakar dari nilai-nilai religius.
Selain itu, Mastuki juga menyampaikan bahwa Aparatur Sipil Negara (ASN) Kementerian Agama harus menjiwai nilai-nilai tersebut dalam integritas pelayanan, menjauhkan diri dari praktik korupsi, kecurangan, dan ketidakjujuran publik.
Masyarakat Rukun, Maslahat, dan Cerdas
Mastuki menyampaikan bahwa visi Kementerian Agama (Kemenag) mewujudkan masyarakat yang rukun, maslahat, dan cerdas menuju Indonesia Emas 2045 merupakan bagian dari strategi nasional pembangunan karakter dan spiritualitas bangsa. Tiga misi utama Kemenag meningkatkan kualitas kehidupan beragama, memperluas akses pendidikan berciri khas agama, dan memperkuat tata kelola pemerintahan semakin relevan dalam konteks Indonesia yang majemuk.
Menurut Mastuki, kerukunan umat beragama di Manado dan Sulawesi Utara merupakan contoh praktik baik yang dapat menjadi inspirasi nasional bahkan internasional.
Mastuki juga menyoroti pentingnya digitalisasi tata kelola dan integrasi sistem informasi dalam transformasi pelayanan keagamaan. Program seperti MOOC Pintar dan pelatihan daring menjadi solusi modern bagi penyuluh, guru agama, penghulu, dan ASN dalam meningkatkan kapasitasnya.
Mastuki menegaskan bahwa kerukunan dan toleransi merupakan inti dari moderasi beragama, serta menjadi modal utama untuk diplomasi Indonesia berbasis agama di panggung global.
Agama juga harus terlibat dalam isu-isu global seperti krisis iklim, dan kerusakan lingkungan dengan memperkenalkan konsep ekoteologi, yakni kolaborasi antara nilai ketuhanan dan kesadaran ekologis.
“Agama tidak boleh diam ketika alam semesta yang diciptakan Tuhan dirusak. Tokoh agama harus bersuara tentang perubahan iklim,” ungkapnya.
Mengakhiri paparannya, Mastuki mengajak seluruh peserta PJJ untuk terus belajar dan mengembangkan diri.
“Barang siapa tidak belajar, ia sedang menuju kematian. Jasadnya hidup, tapi pikirannya mati karena tidak berkembang,” ucapnya mengutip pepatah bijak.
Pelatihan ini diikuti para ASN dan non-ASN di lingkungan Kementerian Agama wilayah kerja BDK Manado (Selfi Budiaty)