Menelisik Setitik Pencerahan dari Keturunan Rumi yang ke-22
Esin Celebi Bayru, keturunan biologis (generasi ke-22) dari Mawlana Jaluddin Rumi memberi kesempatan kepada peneliti untuk bertemu bertatap muka dan berdiskusi dengannya dalam kaitan riset yang embankan peneliti. Meskipun dalam waktu yang sangat singkat, namun informasi dan pencerahaan yang didapatkan peneliti sangat luarbiasa dari ibu Esin.
Minggu (13/12) tepatnya di ruang lembaga International Mevlana Foundation yang terletak dekat museum Jalaluddin Rumi, peneliti mendapat kesempatan bertemu dan berbincang-bincang tentang riset Rumi dengan ibu Esin (berusia sekitar 60-70an) di ruang pertemuan lembaga ini yang dikelilingi sofa tamu dengan dinding yang memajang kaligrafi-kaligrafi indah serta karya-karya seni lainnya yang tidak kalah memukau. Dengan senyum yang sangat ramah, beliau mengucapkan selamat datang dalam bahasa Turki sambil meletakkan tangan kanan di dada kiri. Tim leader memperkenalkan serta menyampaikan tujuan kedatangan di Konya dan menceritakan bagaimana kecintaan dan penghargaan orang Indonesia terhadap Jalauddin Rumi dengan bukti lahirnya institusi-institusi Rumi di Indonesia, pagelaran tari Sema, dan penerjemahan Buku serta puisi-puisi Jalauddin Rumi. Perbincangan mengalir lancar dan hangat karena beliau sangat fasih berbahasa Inggris.
Beliau bercerita tentang bagaimana orang dari berbagai penjuru dunia datang dan mempelajari Jalaluddin Rumi, yang ajaran intinya sebenarnya tidak lain dari penjabaran ajaran al-Qur’an. Pengunjung-pengunjung asing bahkan ada yang kemudian beralih keyakinan lalu memeluk Islam setelah mempelajari Jalaluddin Rumi. Secara spesifik beliau mengatakan sangat terkesan dengan pengunjung-pengunjung dari Cina dan Rusia, dan bahwa di Rusia pun ada Institusi Rumi yang ikut menyebarkan ajaran Rumi.
Menurut beliau, Manusia terdiri dari dua unsur, spiritual dan material. Banyak orang yang sudah mapan dan terpuaskan secara material atau secara lahiriah, namun secara batin atau spiritual mereka kehausan dan memerlukan nutrisi rohani. Unsur batin manusia juga perlu diberi nutrisi, dan Rumi mengajarkan tentang divine love untuk memenuhi dahaga spiritual itu. Beliau juga menguraikan tentang penjabaran dari konsep kemanusiaan universal yang diajarkan Rumi. Selanjutnya beliau menjelaskan “Bahkan bukan hanya manusia, melainkan seluruh alam adalah bagian dari kehidupan manusia dan seluruh bagian dari alam mempunyai mempunyai kehidupan yang perlu dihargai” Ini adalah kehidupan,” katanya sambil menunjuk sofa, “ini adalah kehidupan,” katanya lagi sambil menunjuk jendela.
Tentang kualitas dan akurasi pemaparan pemikiran Rumi oleh penerjemah-penerjemah Barat dan tentang siapa di antara mereka yang terbaik dan paling layak menjadi rujukan, dengan bijak beliau mengungkapkan bahwa semua orang berhak menginterpretasikan pemikiran Jalaluddin Rumi, tetapi yang jelas adalah bahwa seluruh ajarannya bersumber dari al-Qur’an.
Terkait dengan bahasa yang berbeda-beda di antara umat di dunia ini yang kadang menjadi kendala dam komunikasi dan memahami pengetahuan yang bermanfaat, beliau juga menjelaskan bahwa bahasa bukanlah hal yang harus dipermasalahkan dalam memahami ajaran Rumi. Persoalan inti adalah bagaimana kita bisa ‘terhubung’ dengan Rumi untuk bisa memahami pemikirannya.” Mungkin ini sejalan dengan ungkapan nasihat dari Rumi yang terpajang dalam bahasa Turki dan bahasa Inggris di jalan yang banyak dilalui pengunjung di pusat Kota Konya: Not the ones speaking the same language, but the ones sharing the same feeling understand each other. “Bukan kesamaan bahasa yang penting, melainkan kesamaan rasalah yang membuat orang bisa saling memahami”.[]
Teks/foto: Fakhriati
Editor: diad