Menjawab Tantangan Manajemen Kinerja ASN Kedepan
Andriandi Daulay
Analis Kepegawaian Muda
Pengembangan kompetensi Aparatur Sipil Negara (ASN) merupakan hal dasar yang urgent dilakukan oleh setiap kementerian/lembaga dan badan (K/L/D). Presiden RI Joko Widodo dalam pidatonya mengatakan, “Pembangunan SDM akan menjadi prioritas utama kita, membangun SDM yang pekerja keras, yang dinamis, membangun SDM yang terampil, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, mengundang talenta-talenta global untuk bekerja sama dengan kita”.
Kutipan dari pidato tersebut memberikan makna yang sangat dalam kepada kita sebagai ASN yang secara lahiriah sebagai pelayan. Melihat begitu cepatnya perkembangan teknologi informasi dalam aktivitas keseharian dapat memberikan dampak yang besar akan tuntutan layanan yang diinginkan masyarakat. Apakah sebagai ASN kita mampu menjawab tantangan tersebut? Dan bagaimana strategi kedepan setiap kementerian/lembaga dan badan menjawabnya?
Pembangunan kompetensi pegawai harus mempunyai rule yang jelas dan pelaksanaannya harus selaras antara kebutuhan individu dengan kebutuhan organisasi. Perkembangan terkini teknologi informasi dan komunikasi/digital memungkinkan kita untuk mendapatkan informasi apapun yang dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja kita sebagai ASN. Saat ini pengembangan kompetensi yang dilakukan melalui pelatihan diidentifikasi belum berjalan maksimal. Pengembangan pelatihan yang berbasis IT menjadi solusi utama untuk menjawab tantangan kedepan dalam pengembangan kompetensi pegawai hingga menghasilkan ASN yang profesional.
Lahirnya PP 30 Tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja memberikan solusi bagi K/L/D untuk dapat sigap dan bergerak cepat memfasilitasi sumber daya manusianya untuk meningkatkan kinerja dalam upaya mewujudkan kinerja organisasi yang baik. Konsep batasan pengertian kinerja terdengar nyaring dikaitkan dengan keberadaan ASN yakni kinerja ASN yang diartikan sebagai hasil kerja yang dicapai oleh setiap ASN pada organisasi/unit sesuai dengan Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) dan Perilaku Kerja. Apalagi di industri 4.0, teknologi digitalisasi yang tentunya memudahkan pegawai untuk mendapatkan sumber pengetahuan yang dibutuhkan dan mendorong peningkatan kinerja ASN.
Transformasi digital identik dengan penggunaan teknologi untuk mengubah proses analog menjadi digital. Perubahan ini mengacu pada cara teknologi merevolusi teknologi baru seperti pembelajaran melalui media internet. Penggunaan digitalisasi dilakukan untuk meningkatkan pelayanan menjawab tuntutan kebutuhan manajemen pemangku kepentingan dan proses bisnis secara keseluruhan. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi menandakan kesempatan bagi masyarakat untuk mengakses sumber informasi digital yang semakin terbuka. Hal ini membuka peluang untuk memanfaatkan teknologi digital untuk mendapatkan informasi tertentu yang dibutuhkan dalam peningkatan kinerja. Dukungan infrastruktur tentu menjadi hal yang krusial dalam perkembangan teknologi informasi. Peningkatan penggunaannya dan pengembangan keahlian masyarakat dalam memanfaatkan teknologi tentu perlu didukung oleh infrastruktur yang baik.
Berbagai macam persoalan ketidakhadiran atau keterlambatan dalam pelaksanaan tugas ASN sering terdengar nyaring. Di samping pembagian tugas dan target kinerja yang dibebankan tidak jelas dan jumlah pegawai yang banyak. Atau setidaknya beban target kinerja hanya diberikan kepada “orang-orang tertentu” saja.
Ketidakhadiran atau keterlambatan atau ketidaktercapaian (under performance) dalam target kinerja juga tidak memiliki konsekuensi berarti terhadap reward yang didapatkan atau bahkan tidak ada konsekuensi sama sekali. Jika antara pegawai berkinerja tinggi dengan kinerja rendah tidak memiliki konsekuensi terhadap reward yang diterima, maka kualifikasi dan kinerja tidak banyak berdampak pada pendapatan (tunjangan) yang dibawa pulang.
Salah satu amanat dari peraturan Menpan RB No 1/2020 tentang Pedoman Analisis Jabatan dan Analisis Beban Kerja membawa pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek kelembagaan (organisasi), sumber daya manusia aparatur dan ketatalaksanaan serta membangun aparatur negara agar mampu mengemban misi, tugas, dan fungsi serta peranannya masing-masing secara bersih, efektif, dan efisien dalam rangka meningkatkan pelayanan publik yang lebih baik.
Dalam konteks ini setiap instansi wajib menyusun kebutuhan jumlah dan jenis jabatan ASN berdasarkan analisis jabatan dan analisis beban kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 dan Pasal 94 Undang-Undang Nomor 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara serta untuk melaksanakan Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 11/2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, terkait pengaturan mengenai pedoman analisis jabatan dan analisis beban kerja
Tiga aspek dalam perhitungan penetapan analisis beban kerja meliputi norma waktu, volume kerja, dan jam kerja efektif. Proses analis jabatan dan analisis beban kerja akan mendapatkan output informasi jabatan untuk keperluan dokumentasi dan laporan agar dapat didayagunakan dan dimanfaatkan, maka diperlukan wadah sistem dokumentasi menggunakan aplikasi. Artinya SDM yang mumpuni dalam hal penggunaan IT sangat berperan dalam proses pelaksanaan penggunaan aplikasi tersebut.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi jelas dilakukan untuk melakukan transformasi digital pelaksanaan proses bisnis instansi pemerintah, membawa manfaat dalam meningkatkan manajemen sumber daya bagi organisasi, terutama lembaga pemerintah. Ini juga akan membuat proses bisnis lebih efisien. Birokrasi pemerintah akan menciptakan budaya kerja yang lebih fleksibel.
Karena akan mendorong pemerintah untuk menghilangkan ego kompartementalisasi atau sektoral, dengan membuka saluran komunikasi, merintis rasa tanggung jawab, pemberdayaan dan inspirasi bagi semua orang. Pada akhirnya akan terkait dengan tujuan kinerja dari proses bisnis yang telah ditentukan.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi harus memberikan manfaat bagi instansi pemerintah jika prosesnya dilakukan dengan tepat. Pada akhirnya, hal itu menyebabkan peningkatan kinerja instansi pemerintah. Kinerja instansi pemerintah sendiri sudah diatur dalam kebijakan yang berkaitan dengan manajemen kinerja. Dalam pelaksanaannya juga memanfaatkan teknologi digital yang dinilai lebih efisien dalam mengelola kinerja baik secara kelembagaan maupun individual.
Pesatnya perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) berdampak pada kehidupan manusia secara umum. Dalam hal tata kelola, kemajuan TIK telah membawa fenomena baru yang disebut pemerintah berbasis elektronik atau e-government. Kehadiran e-government dengan segala manfaat yang dibawanya membuka peluang bagi pemerintah untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat.
Hal yang mendesak, tentu saja, menjawab tantangan dalam implementasinya. Penggunaan e-government di Indonesia masih jauh tertinggal dari negara maju lainnya. Namun, dari tahun ke tahun pemerintah terus berbenah. Kemajuan dan perkembangan teknologi informasi telah mendorong pemerintah untuk meningkatkannya. Informasi berupa arsip hard copy yang menumpuk untuk mengisi ruang kerja birokrasi sudah tidak relevan lagi untuk dipelihara. Semua hal yang berkaitan dengan informasi akan lebih efisien dan mudah dipulihkan jika direkam menggunakan sistem informasi.
Konsep layanan e-government merupakan pendekatan dari electronic-government diartikan sebagai pemerintahan elektronik dengan tuntutan layanan yang cepat dan tepat. Implementasi kebijakan e-government dilakukan dengan memanfaatkan secara optimal kemajuan teknologi informasi untuk menghilangkan hambatan organisasi dan birokrasi. Pemanfaatan TIK secara maksimal untuk meningkatkan efektivitas, kinerja, dan pelayanan pemerintah bagi masyarakat.
Menurut (Indrajit, 2002) dalam (Vita Elysa & et al, 2017) setidaknya ada empat klasifikasi hubungan bentuk baru untuk penggunaan IT dalam e-government, yaitu a). bentuk penggunaan e-government yang paling umum adalah di mana pemerintah membangun dan menerapkan berbagai portofolio teknologi informasi untuk berinteraksi dengan masyarakat; b) bentuk government to business yaitu penyediaan layanan data dan informasi dari pemerintah untuk pelaku usaha; c) pemerintah ke pemerintah yaitu bentuk penggunaan e-government untuk interaksi antara satu pemerintah dengan pemerintah lain dalam rangka mempermudah proses kerja sama; dan d) pemerintah kepada pegawai yaitu bentuk penggunaan yang ditujukan untuk staf di instansi pemerintah. Selain itu, tujuan dari kebijakan e-government adalah untuk mengurangi penggunaan sistem manual atau penggunaan kertas di setiap layanan.
Transformasi digital dalam implementasi manajemen kinerja membawa segala bentuk kegiatan yang dapat dilakukan dengan menggunakan sistem. Apalagi dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang mendorong kemudahan akses informasi. Seolah mengajak para pelaku kegiatan termasuk pemerintah untuk mengembangkan aplikasi digital yang memudahkan pelaksanaan pekerjaan dalam pelaksanaan pelayanan publik. Perkembangan sistem digital di pihak pemerintah didorong secara masif yang ditandai dengan munculnya konsep e-government.
Melalui penerapan e-government diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan pemerintah kepada para pemangku kepentingannya (masyarakat) terutama dalam hal efektivitas dan efisiensi kinerja di berbagai bidang kehidupan bernegara. Konsep e-government dapat dikatakan sebagai sistem teknologi informasi yang dikembangkan oleh pemerintah dalam memberikan pilihan kepada masyarakatnya kapan dan dimanapun mereka bisa mendapatkan kemudahan akses informasi dan layanan yang diberikan pemerintah kepadanya (Yohanitas, 2013).
Sistem manajemen kinerja tidak luput dari perubahan. Transformasi digital menuju implementasi manajemen kinerja dilakukan dengan memahami terlebih dahulu tahapan-tahapan pembentukan manajemen kinerja. Apalagi saat ini implementasinya juga sudah masuk ke kinerja individu dalam organisasi/instansi. Selain itu, pada prinsipnya pelaksanaan manajemen kinerja dilakukan sejalan dengan pelaksanaan anggaran berbasis kinerja yang dituntut untuk lebih responsif dan mampu memfasilitasi pemenuhan tuntutan peningkatan kualitas pelayanan publik (LAN, 2008).
Manajemen kinerja adalah proses strategis dan terintegrasi yang mendukung keberhasilan organisasi melalui pengembangan kinerja SDM (LAN, 2009) dengan memberikan pemahaman tentang pengelolaan tingkat pencapaian kebijakan (policy performance) sesuai dengan rencana kinerja yang telah ditetapkan (Hamka, 2005). Oleh karena itu, kemampuan SDM sebagai kontributor kinerja tersebut perlu dikembangkan melalui proses bersama antara manajer dan individu yang lebih didasarkan pada kesepakatan daripada instruksi. Manajemen kinerja ini mencakup perencanaan strategis dimana perlu ada perumusan visi misi dan nilai-nilai organisasi.
Selain itu, ada juga rencana kinerja penetapan kinerja dan pemenuhan kinerja tahunan yang dilakukan secara berjenjang dari instansi, unit kerja hingga masing-masing individu. Kemudian juga perlu ada evaluasi monitoring dan laporan capaian kinerja. Proses manajemen kinerja inilah yang dibutuhkan untuk menjadi sistem manajemen kinerja yang lengkap. Namun dalam praktiknya, sistem yang dikembangkan oleh instansi pemerintah sebagian terstruktur dan masih ada ketidakcocokan dari perencanaan hingga pencapaiannya.
Tentunya hal ini berkaitan dengan sistem manajemen kinerja yang terhubung dengan sistem akuntabilitas yang sudah diatur dan ditetapkan dalam perjanjian kinerja (Perkin). Kemudian terkait juga dengan teknis pelaksanaan yang dituangkan dalam rencana program kerja instansi dan unit kerja. Namun semuanya tidak ada sistem informasi yang terintegrasi dengan baik dari tingkat nasional, tingkat instansi, tingkat unit kerja yang pada akhirnya kinerja ASN dapat melaksanakan perencanaannya.
Di sinilah masalah muncul, pengembangan sistem informasi dan komunikasi harus memfasilitasi itu semua. Sehingga kurangnya kuantitas sumber daya manusia, kurangnya sarana dan prasarana yang lengkap, perangkat lunak yang terbatas, data ASN yang tidak valid akan selalu menjadi alasan kurangnya tata kelola manajemen kinerja secara keseluruhan. Untuk itu, diperlukan model sistem informasi kinerja yang terintegrasi.
Dalam hal pendokumentasian kinerja, perkembangan teknologi telah mengubah banyak hal, termasuk cara kerja ASN. Secara faktual, ASN saat ini sebenarnya bisa melaksanakan pekerjaan dari mana saja dan kapan saja, tanpa perlu datang ke kantor setiap hari. Hal ini dibuktikan dengan penerapan kebijakan Work From Home (WFH) sejak pandemi COVID-19. Penerapan WFH terkesan revolusioner dan drastis, namun jika dilihat lebih detail, tidak demikian.
Regulasi telah memulai langkah-langkah transformasi digital di tubuh birokrasi beberapa tahun yang lalu. Salah satunya dalam hal pengelolaan sistem informasi kinerja. Penerapan WFH di masa pandemi COVID-19 didukung oleh adanya sistem informasi kinerja. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2021 tentang Sistem Manajemen Kinerja Pegawai Negeri Sipil diberlakukan.
Peraturan tersebut mengamanahkan bahwa sistem informasi kinerja merupakan bagian integral dari sistem manajemen kinerja PNS. Sesuai dengan Pasal 18 ayat (3) PermenPAN-RB Nomor 8 Tahun 2021 tentang Sistem Manajemen Kinerja Pegawai Negeri Sipil bahwa "Badan Kepegawaian Negara menyiapkan aplikasi informasi Kinerja Pegawai Negeri Sipil Nasional yang dapat diintegrasikan dengan aplikasi kinerja PNS pada Instansi Pemerintah". Hal ini memberikan gambaran bahwa selain Badan Kepegawaian Negara (BKN), Kementerian/Lembaga dan Badan juga diperbolehkan mengembangkan aplikasi kinerja ASN sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
Banyaknya sistem yang diciptakan oleh masing-masing instansi dalam merapikan dokumentasi kinerja instansi pemerintah dan pegawai pemerintah merupakan gambaran bahwa perkembangan teknologi dan komunikasi justru dapat membantu mewujudkan otomatisasi kerja instansi. Oleh karena itu, perlu dikelola sistem informasi kinerja dari skala nasional, instansi, unit kerja, dan kepada individu.
DAFTAR PUSTAKA
Hamka. 2005. Manajemen Stratejik dan Manajemen Kinerja Pada Sektor Publik. Jurnal Administrasi Publik 1(4): 175-187
Indrajit, Richardus Eko. 2004. Strategi Pembangunan dan Pengembangan Sistem Pelayanan Berbasis Teknologi Digital. (Jurnal online). (https://jurnal.unikom.ac.id). Diakses 24 Mei 2022.
Lembaga Administrasi Negara. 2008. Pedoman Penerapan Manajemen Kinerja pada instansi Pemerintah. Lembaga Administrasi Negara. Jakarta.
Lembaga Administrasi Negara. 2009. Buku Referensi Perancangan Pembangunan Teknologi Informasi Pemerintah Daerah (Local e-Gov Grand Desain).
Lembaga Administrasi Negara. Jakarta. Lembaga Administrasi Negara. 2009. Modul-Modul Manajemen Kinerja. Lembaga Administrasi Negara. Jakarta.
Vita Elysa, & dkk. (2017). Implementasi E-Government Untuk Mendorong Pelayanan Publik Yang Terintegrasi di Indonesia. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka (repository.ut.ac.id).
Wardiana, W. (2013). Perkembangan Teknologi Informasi di Indonesia. European Archives of Psychiatry and Clinical Neuroscience, 243(5), 224– 228. https://doi.org/10.1007/BF02191578
Yohanitas, Witra Apdhi. 2013. Pengujian Penerapan E-Lakip di Daerah Terpilih. Jurnal Borneo Administrator/Volume 9/ No. 1/2013.
Peraturan perundang-undangan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil jo Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 Manajemen Pegawai Negeri Sipil
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil
Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik.
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2020 tentang pedoman analisis jabatan dan analisis Beban Kerja.
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2021 tentang Sistem Manajemen Kinerja Pegawai Negeri Sipil.