Milenial Ambil Peran Penting dalam Penguatan Moderasi Beragama

23 Mei 2023
Milenial Ambil Peran Penting dalam Penguatan Moderasi Beragama
Plt. Sesban Arskal Salim memberikan paparan pada kegiatan Pelatihan Penggerak Penguatan Moderasi Beragama yang diselenggarakan BDK Surabaya, di Surabaya, Selasa (23/3/2023).

Surabaya (Balitbang Diklat)---Pelaksana tugas Sekretaris Badan (Sesban) Litbang dan Diklat Kementerian Agama, Prof. Arskal Salim, mengatakan sebagai negara majemuk dengan masyarakat yang religius, Indonesia menghadapi berbagai tantangan untuk menjaga keseimbangan antara hak beragama dan komitmen kebangsaan. Moderasi beragama yang merupakan program prioritas Kementerian Agama menjadi upaya menjaga harmoni tersebut.

“Moderasi beragama bukan hanya sebuah proyek, melainkan kelanjutan rangkaian program yang telah dicanangkan para founding fathers,” ujar Sesban.

Hal tersebut dikemukakan Sesban saat memberikan paparan pada kegiatan Pelatihan Penggerak Penguatan Moderasi Beragama yang diselenggarakan Balai Diklat Keagamaan (BDK) Surabaya, di Surabaya, Selasa (23/3/2023).

Pada kesempatan ini, Sesban mengungkapkan bahwa Indonesia di masa depan akan didominasi oleh tiga entitas, yaitu masyarakat urban dilihat dari pola pikirnya, masyarakat kelas menengah dilihat dari daya belinya, dan para milenial dilihat dari perilakunya.

Menurut Sesban, milenial akan banyak mengambil kesempatan mengganti generasi sebelumnya. Perilakunya fleksibel dengan loyalitas rendah. Milenial menjadi generasi yang sangat strategis karena di masa depan mereka juga dapat masuk  ke dalam kelompok urban dan kelas menengah.

Kelompok inilah, lanjut Sesban, yang menjadi target utama moderasi beragama dan selanjutnya diharapkan dapat memberi pengaruh pada kelompok minoritas.

Sesban mengatakan bahwa pengguna aktif media sosial di Indonesia mencapai 68,9% dari total populasi. WhatsApp, YouTube, dan TikTok menjadi platform favorit yang penggunaanya mencapai lebih dari 23 jam per bulan.

“Kecenderungan digital ini dapat kita lihat sebagai peluang maupun tantangan, penguatan moderasi beragama harus bisa menyesuaikan dengan zaman. Kita manfaatkan media sosial secara masif untuk kampanye moderasi beragama,” ungkap Guru Besar UIN Jakarta ini.

Berbeda dengan negara-negara lain, kata Sesban, di Indonesia, agama bukan topik sensitif. Umat beragama di Indonesia dengan bangga menunjukkan religiusitasnya.

Membuka data survei katadata.com, Sesban mengungkapkan bahwa anak muda Indonesia menganggap agama merupakan faktor penting yang menentukan kebahagiaan. “Meskipun tidak sekolah di pesantren, anak-anak kita cenderung penasaran, keingintahuannya tentang agama relatif tinggi. Inilah yang kemudian jadi urgen, bagaimana agama akan mereka pelajari,” kata pria kelahiran Makassar ini.

Oleh karena itu, agama yang dipelajari dari internet harus lebih diwaspadai. Sesban mengajak audiens yang merupakan penyuluh agama, penghulu, kepala madrasah, dan para guru untuk mengarahkan anak-anak mereka kepada guru yang baik. Memilih guru yang tidak tepat dapat menjadikannya masuk ke dalam kelompok eksklusif, mereka akan menarik diri dari masyarakat karena menganggap dirinya lebih baik dan suci.

“Kelompok-kelompok inilah yang kemudian menjadi radikal dan berujung pada aksi terorisme,” sambung Sesban.

Pada titik inilah, menurut Sesban, toleransi dan tepa selira (saling mengalah. red) menjadi kunci utama dalam menjaga kerukunan. (Wikaning Tri Dadari/bas/Barjah)

 

Penulis: Wikaning Tri Dadari
Editor: Abas/Barjah
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI