Misteri Lailatulqadar

Jakarta (BMBPSDM)---Mengapa lailatulqadar begitu istimewa? Pasti jawabannya adalah, karena malam itu lebih baik dari seribu bulan, di mana para malaikat, termasuk Malaikat Jibril, turun untuk mengatur segala urusan.
Jawaban itu tentu saja benar karena begitulah firman Allah dalam Surah al-Qadr. Tapi, kita mungkin akan terus bertanya: mengapa malam itu begitu diistimewakan oleh Allah sehingga nilainya beribu kali lipat dari malam biasa?
Lailatulqadr adalah malam ketika Allah pertama kali menurunkan wahyu-Nya kepada Nabi Muhammad melalui perantara Malaikat Jibril (QS al-Baqarah:85; QS al-Qadr:1-5). Peristiwa ini merupakan titik pisah antara masa lalu dan masa depan. Turunnya wahyu pertama ini menandai transformasi dalam ranah spiritual, sosial, dan intelektual. Wahyu pertama ini menandai dimulainya sejarah kemanusiaan baru. Peristiwa ini meletakkan dasar bagi agama yang akan menyebar dengan cepat di seluruh dunia dan berkontribusi signifikan terhadap pencerahan manusia. Inti dari seluruh transformasi kemanusiaan dan peradaban ini adalah peristiwa turunnya wahyu pertama di salah satu malam di bulan Ramdan, yang disebut lailatulqadr.
Sebelum hadirnya Islam, Semenanjung Arabia hanyalah sebuah gurun pasir dengan gunung-gunung hitam yang tidak memiliki signifikansi apa pun dalam sejarah peradaban manusia. Bisa dikatakan satu-satunya catatan tentang Mekkah adalah keberadaan Ka’bah, bangunan kuno yang disucikan dan menjadi tujuan peziarahan beberapa komunitas di Semenanjung Arabia. Selebihnya, Jazirah Arab hanyalah sebuah wilayah yang dihuni kaum badui yang hanya bisa mengumpulkan makanan dan berperang satu sama lain. Itu juga yang terjadi di Kota Mekkah, tempat kelahiran Nabi Muhammad, tidak ada nilai peradaban apa pun selain konflik antarsuku, ketidakadilan sosial, dan kebodohan yang merata.
Dalam konteks sosial seperti ini, keberadaan Muhammad putra Abdullah itu sendiri adalah sebuah keanehan. Ia seperti mutiara di antara pasir hitam; seperti cahaya bintang di pekatnya langit malam. Muhammad sejak remaja dikenal sebagai pribadi yang penuh integritas dan tekunan dalam berkontemplasi. Seluruh sumber sejarah menyatakan bahwa pemuda Muhammad sering ber-tahannuts di Gua Hira, menyendiri dan berefleksi. Perilaku ini dilakukan jauh sebelum dia diangkat sebagai seorang nabi.
Tidak seperti semedi yang dilakukan kebanyakan orang, tahannuts Muhammad adalah aksi reflektif dengan mengambil jarak dari praktik politeisme di kalangan orang-orang Mekkah. Tahannuts Muhammad adalah
untuk mentauhidkan Allah. Sebagaimana yang dinyatakan Ibn hajar: فيتحنث هي
بمعنى: يتحنف، أي يتبع الحنفية، وهي دين إبراهيم عليه السلام
(Tahannuts bermakna tahannaf, yaitu mengikuti agama al-Hanifiyah, yaitu agama Nabi Ibrahim alaihis salam). Tahannuts Muhammad juga adalah momen reflektif atas kerusakan sosial yang ada.
Di saat tahannuts di Gua Hira di bulan Ramadan inilah, Malaikat Jibril menemuinya. Sang Malaikat membawa wahyu Allah yang pertama: Iqra’ (Bacalah!). Inilah hasil dari puluhan tahun tahannuts sang manusia mulia di Gua Hira. Wahyu pertama itu begitu simpel, tapi daya gugahnya sangat menggetarkan. Wahyu pertama mengangkat tema penciptaan, pengetahuan, dan tindakan membaca, yang semuanya ini menekankan pentingnya belajar dan Allah sebagai sumber bagi segala jenis pengetahuan.
Wahyu pertama inilah yang mentransformasi diri seorang Muhammad dari pribadi kontemplatif menjadi seorang nabi penggerak. Sebagai nabi, dia memanggul misi tauhid, keadilan sosial, dan kebangkitan intelektual. Itulah dampak transformasi pertama. Melalui ajaran serta teladannya, dia melakukan pencerahan, menanamkan nilai-nilai kasih sayang, kedermawanan, dan kejujuran moral. Wahyu pertama inilah yang akhirnya membawa kebangkitan di Semenanjung Arabia. Wahyu pertama inilah yang menginisiasi gelombang reformasi sosial dan kebangkitan intelektual. Dari sinilah lahir peradaban Islam yang sangat gemilang itu. Sebuah peradaban yang dihiasi dengan berdirinya pusat-pusat pendidikan dan penelitian ilmiah. Sekian ribu tahun gurun pasir dan gunung-gunung hitam Semenanjung Arabia tak mampu melahirkan apa pun. Di tangan Rasul Muhammad yang membawa seruan iqra’-lah peradaban agung itu lahir di muka bumi.
Peradaban Islam berdiri megah karena doronga wahyu pertama ini. Peradaban inilah yang berkontribusi pada berbagai disiplin ilmu pengetahuan, termasuk matematika, astronomi, kedokteran, dan filsafat. Baitul Hikmah yang berdiri di Bagdad pada abad ke-9 menjadi simbol dari pencapaian ilmu pengetahuan peradaban Islam ini.
Ilmuwan Muslim seperti Al-Khwarizmi, Ibn Sina, Ibn Rusyd, Al-Razi, dan yang lain membuat pencapaian yang sangat penting di bidang masing-masing. Karya Al-Khawarizmi di bidang aljabar menjadi fondasi penting bagi matematika modern. Sementara, Ibu Sina dengan al-Qanun fi al-Thib menjadi rujukan penting dalam dunia kedokteran, baik di dunia Islam maupun Eropa.
Pencerahan yang dibangkitkan oleh wahyu pertama menyebar melampaui batas-batas geografis Semenanjung Arabia. Ia memengaruhi budaya dan peradaban di seluruh dunia. Prinsip-prinsip pengetahuan, keadilan, kasih sayang yang ada di dalam Al-Qur’an menggerakkan orang-orang dari berbagai latar belakang, seiring dengan tersebarnya Islam ke Eropa, Afrika, dan Asia. Transmisi pengetahuan Islam ke Eropa terutama melalui Spanyol dan Sicilia, dua wilayah yang memainkan peran penting dalam Renaissance Eropa. Penerjemahan kitab-kitab karya para intelektual Muslim ke dalam Bahasa Latin memudahkan para sarjana Eropa untuk mengakses ilmu pengetahuan, melakukan percobaan di bidang sains, matematika, dan filsafat.
Wahyu pertama yang turun pada lailatulqadr lebih dari sekadar komunikasi ketuhanan. Ia adalah sebuah katalis bagi perubahan dan pencerahan yang sangat agung. Dari perintah iqra’, sebuah perjalanan pengetahuan, spiritualitas, dan reformasi sosial bermula, membentuk arah baru sejarah manusia.
Ini semua bermula dari perintah iqra’ di sebuah gua, di Jabal Nur, pada suatu malam di bulan Ramadan. Malam yang lebih mulia dari seribu bulan, karena dari malam inilah kemuliaan manusia ditentukan. Tak ada waktu (hari, bulan, tahun, bahkan abad) yang bisa membawa kemuliaan manusia tanpa didahului dengan aktivitas pencarian ilmu pengetahuan yang dilandasi oleh keimanan kepada Allah, Tuhan Yang Maha Mulia.
Apa artinya seribu bulan bagi seonggok pasir dan batu? Apa nilainya seribu bulan bagi manusia yang hidup dalam kebodohan. Batu berubah menjadi emas hanya jika berada di tangan manusia yang menjalankan aktivitas iqra’. Seberharga apa pun emas, sang Pencipta emas lebih berhak menyandang kemuliaan. Tak kemuliaan bagi sebuah kebodohan; tak ada yang layak disembah di dunia ini selain Allah, sang Rabb Al-‘alamin.
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan!
Dia menciptakan manusia dari ‘alaq (zigot)
Bacalah! Tuhanmulah yang Maha Mulia
Yang mengajar manusia dengan pena
Dia mengajar manusia apa yang tidak diketahuinya.