MODEL INTEGRASI KEILMUAN DI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

25 Mar 2019
MODEL INTEGRASI KEILMUAN DI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

Oleh: H.M.Hamdar Arraiyyah

         Dewasa ini Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) di Indonesia terdiri dari Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI), Institut Agama Islam (IAI), Universitas Islam, Fakultas Agama Islam (FAI) di Perguruan Tinggi Umum (PTU) Swasta dan Ma’had Aly. Ini sejalan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi dan Peraturan Menteri Agama Nomor 71 Tahun 2015 tentang Ma’had Aly. STAI mempunyai dua atau tiga program studi dan semuanya terkait dengan studi agama, seperti program studi Pendidikan Islam dan Hukum Islam. Termasuk ke dalam kategori ini sekolah tinggi yang mengkhususkan diri pada program studi tertentu seperti Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah. Program studi di STAI mengambil bentuk yang lebih besar, yakni sebagai fakultas di IAI.

          Pada waktu sekarang fakultas yang banyak dikembangkan di IAI, yaitu Fakultas Tarbiyah dan Fakultas Syariah. Beberapa jurusan lainnya di STAI biasanya digabung menjadi satu fakultas di IAI, seperti Fakultas Dakwah, Adab dan Ushuluddin. Program studi di IAI hampir seluruhnya adalah program studi agama Islam. Prodi umum sangat sedikit. Di antara yang sedikit itu adalah Bimbingan dan Konseling. Program studi PGMI (Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah) hampir sama dengan PGSD (Pendidikan Guru Sekolah Dasar). Sesuai dengan nama lembaga, maka STAI dan IAI lebih difokuskan pada program studi agama. Keadaan ini mengalami perubahan besar ketika IAIN mengalami transformasi menjadi Universitas Islam Negeri (UIN), yang hingga pada waktu sekarang seluruhnya menyandang status negeri di bawah binaan Kementerian Agama. Adapun universitas Islam swasta yang ada sekarang ini seluruhnya berada di bawah binaan Kementerian Riset, Teknolgi dan Pendidikan Tinggi. Pengecualian dalam hal ini adalah FAI di PTU karena berada di bawah binaan Kementerian Agama.

        Transformasi dari IAIN ke UIN mengharuskan adanya program studi umum. Fakultas yang baru dibentuk, misalnya Fakultas Sains dan Teknologi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Pembentukan fakultas disesuaikan dengan ketentuan pendirian universitas. Sejalan dengan status baru itu, beberapa fakultas mengalami perubahan nama, misalnya dari Fakultas Tarbiyah menjadi menjadi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Contoh lainnya adalah Fakultas Syariah menjadi Fakultas Syariah dan Hukum. Perubahan ini memberi peluang ke arah integrasi keilmuan (ilmu agama Islam dan ilmu umum) yang kokoh dan lebih luas. Perlu ditegaskan bahwa integrasi yang dimaksud bukan dalam arti Islamisasi ilmu pengetahuan seperti dikemukakan oleh sejumlah pakar.   

Program Studi Ilmu-ilmu  Keislaman dan Ilmu Umum

      Mata kuliah pada program studi (prodi) ke-Islam-an tidak seluruhnya tentang agama. Misalnya mahasiswa program studi PAI (Pendidikan Agama Islam) di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah memperoleh mata kuliah Strategi Pembelajaran, Psikologi Pendidikan dan Perkembangan, Media dan Teknologi Pembelajaran, dan Evaluasi Pembelajaran. Bagian terbesar dari mata kuliah pada prodi ini terkait agama, namun ada sebagian mata kuliah umum yang relevan. Perbandingannya sekitar 70% agama dan 30% umum. Sebaliknya, pada program studi umum, seperti prodi Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, terdapat sejumlah mata kuliah dasar-dasar agama Islam seperti Studi Islam I, Studi Islam II, Praktikum Qiraah, Praktikum Ibadah, Islam dan Ilmu Pengetahuan, Psikologi Islam, dan Bahasa Arab. Persentase mata kuliah agama pada prodi umum berkisar antara lima belas hingga tiga puluh persen dari total kredit untuk program sarjana (144 atau 146 sks.) Sejumlah mata kuliah agama tersebut disesuaikan dengan misi prodi Psikologi, yaitu menghasilkan sarjana psikologi yang unggul, kompetitif, dan produktif serta berkarakter islami, baik dalam penelitian pengembangan maupun dalam aplikasi ilmu psikologi (Pedoman Akademik Program S1 2015/2016). Distribusi mata kuliah agama seperti itu menjadi dasar bagi mahasiswa di PTKI untuk mengambil bagian dalam pengembangan integrasi keilmuan yang diharapkan.

       Mahasiswa yang belajar di Universitas Islam Negeri mempunyai latar belakang yang berbeda. Sebagian dari Madrasah Aliyah dan sebagian dari SMA. Tamatan madrasah  mempunyai bekal pengetahuan agama Islam yang lebih luas dibandingkan tamatan SMA, namun mereka bertemu di kelas yang sama baik pada program studi agama maupun umum. Boleh jadi ada di antara mahasiswa baru pada prodi umum belum lancar membaca Alquran. Kemampuan membaca Alquran yang rendah dengan sendirinya harus diatasi. Penguatan pengetahuan agama menjadi salah satu ciri yang membedakan UIN dari universitas lainnya.  Integrasi keilmuan pada tataran ini (strata satu) dapat diartikan sebagai pengenalan terhadap dasar-dasar ilmu agama Islam bagi mahasiswa program studi umum dan pengenalan terhadap dasar-dasar ilmu pengetahuan umum yang relevan bagi mahasiswa program studi agama.

         Pengenalan mahasiswa program studi umum  terhadap ilmu-ilmu agama Islam memang masih bersifat dasar. Dasar-dasar itu perlu dikembangkan dalam bentuk kegiatan belajar mandiri, mentoring, dan ekstra kurikuler. Selain mengenal dasar-dasar yang bersifat umum mahasiswa tersebut juga berkenalan dengan ayat-ayat Alquran dan Sunnah Nabawiyyah yang terkait dengan program studi yang digeluti oleh mahasiswa. Pengenalan ini dapat menjadi pendorong bagi mahasiswa untuk mencari penjelasan yang lebih luas dan dalam melalui kajian keilmuan tertentu. Sebagai misal, ayat-ayat tentang penciptaan manusia, anjuran menyusukan bayi bagi ibu, makanan halal dan baik (halal dan tayib) yang diajarkan pada mahasiswa program studi kedokteran umum akan memperluas cakrawala mereka tentang cakupan ajaran agama. Pengenalan ini bisa memberi motivasi kepada mereka untuk mengembangkan isyarat–isyarat dan pernyataan Alquran tentang objek dan hal tertentu yang menjadi garapan ilmu pengetahuan alam, sosial dan budaya.

         Ketersediaan program studi agama dan umum di UIN memberi peluang bagi mahasiswa untuk ahli pada dua program studi, baik melalui jalur formal maupun informal. Belajar secara informal dapat dilakukan dengan menjadi mahasiswa pendengar. Mahasiswa program studi umum dapat mengambil inisiatif sendiri untuk menjadi mahasiswa pendengar pada mata kuliah tertentu di bidang agama. Tentu saja harapan ini harus di bawah persetujuan dosen dan pimpinan perguruan tinggi yang bersangkutan.

    Sebegitu jauh, pihak UIN melakukan berbagai kegiatan ekstra kurikuler untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang dasar-dasar ilmu agama Islam, seperti kegiatan mengaji, menghafal surah-surah tertentu dari Alquran, kajian kitab kuning, dan penguatan Bahasa Arab. Waktu yang dipilih di luar jam kuliah seperti seusai salat Subuh dan seusai salat Magrib bagi mahasiswa yang tinggal di asrama. Selain itu, berbagai bentuk pelatihan senantiasa dilakukan oleh pihak universitas atau fakultas untuk penguatan bidang ilmu dan keterampilan tertentu.

    Suatu hal yang sangat baik jika perguruan tinggi keagamaan Islam memberi kesempatan kepada mahasiswanya untuk mengambil ijazah formal pada dua program studi (double degree), seperti tercantum pada Pedoman Akademik UIN Syarif Hidayatullah.  Ini bisa diatur dengan memberi kemudahan. Misalnya, mata kuliah dasar umum tidak perlu diulang. Begitu juga mata kuliah tertentu yang relevan. Double degree ini memberi peluang yang lebih besar kepada alumni untuk memasuki dunia kerja dari segi persyaratan formal. Alumni prodi al-Ahwal asy-Syakhsiyah yang mempunyai ijazah S1 juga pada prodi ilmu pemerintahan dengan sendirinya memiliki peluang untuk masuk ke dunia kerja yang lebih luas. Double degree ini dapat menjadi salah satu tawaran solusi terhadap berkurangnya minat calon mahasiswa untuk mengambil program studi agama. Banyak mahasiswa yang ingin mendapatkan ijazah pada bidang yang lebih mudah diterima di dunia kerja formal, walaupun sesungguhnya minat mereka untuk mendalami ilmu agama juga sangat besar. Sarjana yang memilikidouble degree tentu saja tidak hanya unggul dari segi ijazah formal, namun mereka memiliki bekal keilmuan dengan cakrawala yang lebih luas sesuai program studi yang dilulusinya.

      Suatu bentuk praktik yang selama ini sudah dilakukan oleh program studi tertentu ialah mengirim mahasiswa mereka untuk menjadi mahasiswa tamu pada perguruan tinggi lain di dalam dan laur negeri. Mereka mengikuti kuliah pada program studi yang sama. Manfaat dari program ini antara lain pada pengenalan budaya akademik di kampus lain dan penguatan bahasa asing jika program itu dilakukan bekerja sama dengan perguruan tinggi di luar negeri.  

 

Kajian Riset dan Pengembangan Integratif

       Kajian ke-Islam-an yang sifatnya integratif merupakan suatu keniscayaan. Model ini sudah dikembangkan di lingkungan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, khususnya Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an. Unit kerja ini telah menghasilkan beberapa buku yang merupakan hasil kajian tafsir. Di antaranya, tafsir ilmi yang menghasilkan buku Penciptaan Bumi Dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains (2012), Penciptaan Manusia Dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains (2012), dan Jasad Renik Dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains (2015). Karya tafsir dalam bentuk buku dengan ketebalan sekitar 150 hingga 200 halaman isi disertai beberapa gambar merupakan kerja sama antara Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Dengan kata lain, karya ini merupakan produk kerja sama antara sejumlah ulama dengan sejumlah pakar dari beberapa disiplin ilmu. Ini adalah suatu bentuk penerapan integrasi keilmuan yang perlu dikembangkan. Model ini masih perlu dikembangkan karena apa yang dihasilkan masih terbatas. Masih banyak objek yang disebut di dalam Alquran dan hadis yang perlu dijelaskan. Tema-tema yang lebih sempit perlu digarap, misalnya tentang taman, pohon, dan buah. Bahkan tema bisa lebih fokus pada pohon tertentu seperti tin dan zaitun yang disebut di dalam Alquran. Setiap UIN mungkin sudah memilih disiplin ilmu tertentu untuk dikaji lebih dalam di bidang tafsir. Misalnya, pesan-pesan Alquran tentang kelautan, pertanian, kedokteran, farmasi, dst. Ini tampaknya sudah berjalan. Kajian integratif diperlukan tidak hanya pada bidang tafsir, namun pada semua cabang ilmu agama Islam. Kontribusi pemikiran para ahli sains diperlukan dalam kajian hadis, fikih, tasawuf, sejarah Islam, dsb. Kontribusi pemikiran dari ahli sains akan memperkaya dan memperdalam hasil pemikiran keagamaan dan ijtihad. 

      Kajian dengan model seperti disebutkan itu memanfaatkan temuan ilmu pengetahuan yang sudah mapan sebagai pengetahuan penunjang untuk memahami pesan-pesan Alquran. Selain itu, ayat Alquran dapat dijadikan sebagai sumber inspirasi untuk melakukan penelitian  dalam bidang ilmu alam, sosial, dan budaya.

    Produk integrasi keilmuan di PTKI tidak hanya dalam bentuk hasil pemikiran dan hasil penelitian. Diharapkan pada masa datang program studi umum dapat menindaklanjuti kajian dan penelitian dalam bentuk pengembangan model produk dan teknologi yang dibutuhkan oleh masyarakat yang senafas atau mendukung pengamalan nilai dan norma agama dalam kehidupan individu dan masyarakat. Misi integrasi keilmuan di PTKI akan lebih berkembang pada masa datang ketika lembaga pendidikan tinggi ini menghasilkan  lebih banyak ahli di bidang sains dan ahli agama yang bisa bekerja sama dalam melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan secara bersama-sama. Untuk waktu sekarang ini potensi ke arah itu lebih kuat pada PTKI dibandingkan dengan PTU. []

(Penulis adalah Profesor Riset Bidang Agama dan Tradisi Keagamaan)

Hamdar/diad

Sumber foto: google

 

 
Editor:
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI